Part 25

990 152 29
                                    

Pergi

Setelah mendengar perkataan Dokter,
Mahesa masih diam tertegun tak merespon ucapan Dokter.
Matanya sembab, dan berkaca-kaca.

Shabila masih tertahan tak bisa apa-apa dan berdiri disana. Shabila juga tak mampu berucap apapun. Melihat pemandangan yang sangat emosional seperti itu, tak terasa air mata Shabilapun menetes dipipi sebelah kanannya.

"Pak, bapak harus benar-benar ikhlas. Jika ada yang ingin disampaikan, boleh dibisikan kepada pasien sebelum bapak benar-benar melepas beliau. Mudah-mudahan pasien mendengar"
Ujar Dokter lagi, medekati Mahesa.

"Baik dokter"
Jawab Mahesa lirih.

Mahesa mengusap kepala Diki lembut, lalu mendekatkan mulutnya dengan telinga Diki.
Setelah menarik nafas panjang, Mahesa membisikan ucapan terakhir untuk Diki.

"Diki, ini kak Mahesa. maaf kakak terlalu lama buat nemuin kamu. Dan semoga kamu maafin kakak, juga ikhlas atas keputusan yang kakak ambil ini ya. Semoga kamu tenang disana, Insya Allah kak Mahesa juga ikhlas ngelepas kamu. Terima kasih kamu sudah seperti adik, jadi teman, dan juga saudara yang baik dek..."

Bisik Mahesa di telinga Diki, sambil menahan isak.

"Ashhadualla ilaha ilallah, Wa Ashhaduanna Muhammadarrasulullah..."
Mahesa mengucapkan kalimat Shahadat di kuping Diki.

Air mata Mahesa pun menetes.
Setelahnya Mahesa memberi kode kepada Dokter untuk boleh melakukan proses pelepasan alat bantu.
Mahesa sedikit mundur, memperhatikan satu persatu alat mulai dilepas dari tubuh Diki. Ketika selang oksigen dilepas, elektrokardiogram (EkG) pun berbunyi panjang memberi tanda bahwa ada ruh yang telah terpisah dengan raganya.

Dokterpun memberikan pengumuman.
"Innalillahi Wa'innailaihi Roji'un. Waktu kematian pada Pukul 13.45. Semoga beliau meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Aamiin."
Ujar dokter.

Tak kuasa melihat kepergian Diki, Mahesa menutup kedua matanya dengan telapak tangannya. Mahesa menangis sesegukan dalam pedihnya. Lututnya terasa lemas, tubuhnya tersungkur dan jatuh ke lantai.

Shabila yang berada di sisi lain kamar tersebut, bergegas mendekati Mahesa yang tersimpuh dilantai.

Mahesa masih menangis sesegukan mengisyaratkan bahwa hatinya memiliki kepedihan yang tertahan. dengan posisi wajah tertunduk dan tangan memeluk erat kedua lututnya Mahesa menangis pilu.

"Mahesaa, yang tabah.."
Ujar Shabila yang mendekati Mahesa, mencoba memberikan dukungan. Namun Mahesa masih belum bisa tenang dan Masih menangis tersendu-sendu.

"Mba, mohon maaf apa mba kerabat beliau?
Tanya Salah satu suster kepada Shabila.

"Oh, saya? Iya, iya, saya temennya"
Jawab Shabila sedikit terbata-bata.

"Baik, jika tidak dipeluk, coba tolong mba sedikit merangkul atau paling tidak mengelus punggung masnya. Siapa tau bisa sedikit mengurangi kesedihan beliau agar lebih tenang, biasanya cara seperti itu lebih efektif untuk menenangkan."
Ujar suster itu lagi.

"Ooh, baik suster. Terima kasih".
Jawab Shabila diikuti dengan anggukannya.

"Sama-sama. kalau begitu saya permisi.
Ujar suster itu lagi.

Never Leave YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang