1.7. Pelequar (2)

3.1K 626 12
                                    

Jeongin membuka matanya perlahan. Ia merasakan semilir angin dan deburan ombak menyambutnya.

"Ini... pantai?" Jeongin terduduk. Dijangkaunya pasir yang ada didekatnya. "Putih sekali. Air lautnya juga kehijauan."

Jeongin termenung. Hatinya terkesiap dengan keindahan yang tersaji di depan matanya. Belum pernah ia melihat pasir pantai seputih ini. Ia juga belum pernah merasa betah mendengar suara deburan ombak yang merdu.

"Sebenarnya aku dimana?" Tanya Jeongin pada dirinya sendiri. Pikirannya sibuk mengingat-ingat apa hal yang membuatnya bisa terdampar di pantai yang indah ini.

Jeongin tiba-tiba berdiri dan berlari ke arah laut. Dimana bundanya dan Olin?

——

Flashback On

"Jika nanti aku tak selamat, aku mohon kau jangan mencariku. Tujuanmu adalah Pelequar. Bukan untuk menyelamatkan aku—ataupun Yang Jina." Kata Olin sedikit berteriak karena suaranya kalah keras dibanding suara angin.

"Kau gila? Aku tidak mungkin membiarkan kalian mati!" Seru Jeongin. Ia mengeratkan pegangannya pada Jina.

Olin tidak menjawab. Ia bingung harus menjawabnya dengan apa pertanyaan dari tuannya itu.

"Siap-siap. Kita akan melompat sebentar lagi." Jeongin menunduk, mencari tempat yang aman untuk menjatuhkan diri. "...kita bertiga harus selamat. Harus."

Tiba-tiba Jeongin merasa tangannya digenggam lebih erat. Ternyata bundanya sudah sadar. Jeongin tersenyum ketika tau bundanya sudah siuman.

"Bunda percaya padamu, nak." Jina menatap Jeongin dengan mata berkaca-kaca.

Jeongin mengangguk. Tingkat kepercayaan dirinya bertambah.

Olin menghembuskan nafasnya gusar. Gadis itu menoleh pada Jina yang ada disampingnya. "Hanya dia yang akan selamat."

Seakan-akan mengerti maksud perkataan Olin, Jina mengangguk. Ia paham bahwa diantara mereka bertiga hanya akan ada 1 yang selamat. Yang Jeongin.

"1" Jeongin mulai memberi aba-aba.
"2"
"3"

Byur.














"Bunda! Olin!" Jeongin berteriak mencari-cari keduanya. Ketika sedang melompat tadi, pegangan Jeongin dengan bundanya lepas. Mereka-pun jadi terpisah.

"Jeongin!" Olin melambaikan tangannya, memberi tau keadaan dirinya sendiri. "...aku disin—AAAH!"

"Olin!" Buru-buru Jeongin berenang menghampiri gadis itu. Tapi Olin tidak ada disana. Padahal Jeongin yakin tempatnya berada sekarang adalah tempat Olin melambaikan tangannya tadi.

"Bunda, bunda masih ada. Aku yakin." Jeongin melihat sekelilingnya. Mencari keberadaan Jina.

"Jeongin..." Panggil Jina lirih. Tangan demigod itu terulur berusaha mencapai jarak dengan anaknya itu.

Jeongin berbalik mendengar suara bundanya, ia tersenyum kecil karena melihat sang bunda masih ada. Dengan hati-hati anak laki-laki itu berenang menghampiri bundanya.

Tapi belum sempat Jeongin meraih uluran tangan Jina, bundanya lagi-lagi hilang. Tenggelam seperti Olin

Ingin rasanya Jeongin meraung-raung menangisi kepergian orang yang ia sayangi. Kini ia benar-benar sendirian.

"Tuhan, seharusnya kau tenggelamkan aku juga."

Jeongin tidak peduli lagi. Ia tidak peduli keselamatan dirinya sendiri. Anak laki-laki itu membiarkan tubuhnya dihempas ombak kesana kemari.

Demigod || Stray KidsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang