Chapter 8 : Meet

302 35 23
                                    

Saat ini Woohyun tengah bertatap muka dengan sang Eomma. Wanita dengan selang ditangannya itu menatap putra tercinta untuk pertama kali setelah enam tahun berlalu tanpa berkedip. Tidak jelas apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh Nyonya Nam sampai belum bersuara nan bergerak dari tempat pembaringan. Sementara yang ditatap senantiasa memberikan senyum terbaiknya, menyuarakan kerinduannya selama enam tahun lewat sorot matanya.

Woohyun segera memeluk Nyonya Nam yang belum pulih dari keterkejutannya dan berkata, "Aku merindukan Eomma!"

Tapi bukannya dibalas pelukan, Nyonya Nam justru mendorong tubuh Woohyun lalu bertanya dengan nada tak senang, "Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Tidak ada pelukan untukku?" Woohyun balik bertanya dengan cemberut. Lekas Nyonya Nam merentangkan kedua tangannya yang langsung disambut antusias oleh Woohyun. "Aku sangat sangat merindukan Eomma!", ulangnya sambil mengencangkan pelukannya.

Pelukan itu hanya berlangsung singkat karena Nyonya Nam berkeras mendorong putranya. "Sejak kapan kamu di sini?", tanyanya.

"Kemarin. Kemarin dan kemarinnya lagi.", jawab Woohyun nampak tulus. "Bagaimana keadaan Eomma sekarang? Lebih baik?", tanya Woohyun nampak cemas.

Bukannya menjawab, Nyonya Nam berkata hal lain yang membuat Woohyun bersedih. "Besok pagi kamu kembali ke Jepang. Eomma akan mengurus segalanya dan kamu bisa istirahat malam ini. Sekarang Pergilah!"

"Eomma, ", panggil Woohyun hendak menyampaikan sesuatu.

"Eomma lelah. Eomma butuh istirahat.", selanya menarik selimut menutupi tubuhnya.

Woohyun masih berdiri di sana selama beberapa saat dalam keheningan. Memandang punggung dingin Nyonya Nam yang terselimuti kain tebal. Menarik garis lurus di bibir seraya berjalan mendekat, mengecup kening sang Eomma dan berkata. "Selamat malam. Aku sayang Eomma.", akunya setengah berbisik. Kemudian keluar dari ruangan sang Eomma.

Woohyun melangkah dalam diam. Kepala tegak, Mata lurus ke depan, Kaki tampak tegap, tapi tidak dengan hatinya. Ada rasa sesak yang perlahan mengisi dadanya. Menghimpit paru-paru nya hingga terasa sulit bernafas. Sampai tangannya tergerak sendiri menggapai dinding dan jalannya pun melambat. Woohyun berjalan tertatih sampai dikursi tunggu, duduk sebentar tuk menetralkan pikirannya serta menstabilkan kerja jantungnya. Sambil menutup mata, Woohyun mengambil nafas dan menghembuskannya pelan-pelan seolah itu mantra penenang. Terus seperti itu selama beberapa saat. Dan layaknya obat ajaib, rasa sesak didada itu perlahan mereda dan hilang tanpa jejak seperti debu yang tersapu angin. Tepat saat itu, ponselnya berdering menandakan panggilan masuk, dari sang Harabeoji.

Woohyun menegakkan punggung, mengambil nafas panjang sebelum menjawab. "Yeoboseyo... Ne. Eomma terkejut tapi setelah itu langsung memelukku...", jawabnya sumringah.

"Apakah dia menyuruhmu kembali secepatnya?"

"Yah, begitulah.... Tidak. Eomma sendirian. Dia sedang tidur sekarang.... Ara. Pastikan besok Harabeoji menjenguk Eomma!"

"Jadi bagaimana dengan penawaran Harabeoji yang tadi? Kau sudah memikirkannya?" Woohyun terdiam menatap pintu kamar rawat Nyonya Nam dengan sorot mata sendu.

- flashback -

Woohyun langsung mengendarai mobil Sungyeol begitu mendengar sang Eomma jatuh pingsan hingga dilarikan ke rumah sakit. Seingat Woohyun, sang Eomma harusnya lah sedang berbahagia dikarenakan suatu hal yang meski itu membuatnya terluka tapi sangat diidamkan wanita berpangkat Presdir tersebut. Ah, bukan sesuatu, melainkan seseorang. Seseorang yang tidak pernah Woohyun sangka ada tapi selalu ditunggu kehadirannya oleh oleh Nyonya Nam sejak Woohyun kecil. Seseorang yang sudah sepantasnya Woohyun panggil dengan sebutan Hyung. Kali ini saudaranya sendiri, bukan saudara milik orang lain. Meskipun saudara tiri.

THAT TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang