"Maaf, Woo."
Semuanya dimulai dari satu kata yaitu, MAAF. Woohyun tidak tahu kenapa hari itu orang-orang yang ia temui meminta maaf sembari menyuruhnya untuk bersabar. Kala itu Woohyun baru saja datang untuk menjenguk sang kakek setelah 2 hari dirawat di rumah sakit. Padahal sejak hari pertama Woohyun diberitahu kalau komisaris ingin menemuinya. Tapi Woohyun tidak pernah datang sampai hari itu.
Bukan tanpa alasan kenapa Woohyun tidak mau menemui kakeknya secara langsung. Belajar dari masa lalu, ketika ayahnya juga sedang sakit, Woohyun diminta datang ke kamar sang Ayah. Woohyun menurut, namun yang terjadi bukanlah hal yang bagus—sang Ayah meninggal tepat setelah mengatakan perasaannya kepada Woohyun. Jadi dari sanalah alasan Woohyun tidak mau bertemu dengan kakeknya, karena Woohyun takut sang kakek juga akan pergi meninggalkan dunia ini setelah menyampaikan sesuatu kepadanya. Woohyun tidak datang dengan harapan bahwa sang kakek akan hidup lebih lama karena belum berhasil menyampaikan perasaannya kepada dirinya. Tapi, semua itu hanyalah akal-akalan kekanakan Woohyun semata. Karena pada akhirnya, sang kakek justru meninggalkan dunia ini selamanya di saat ia tidak ada di sana. Membuat Woohyun merasa luar biasa menyesal.
"Tok-tok!!"
"Oppa!", panggil Chaewon berharap mendapat jawaban.
Ini sudah 2 hari sejak pemakaman Kakek mereka tapi namja bernama Woohyun itu masih belum mau keluar dari kamarnya. Namja itu juga tidak menerima makanan ataupun minuman yang diletakkan di depan kamarnya. Yang terdengar hanyalah isakan tangis yang terkadang berubah menjadi raungan yang sayat akan rasa sakit dan perasaan bersalah. Chaewon sampai tidak bisa menahan air mata ketika lagi-lagi mendengar raungan itu dari dalam kamar kakaknya.
"Opp-pa.", panggilnya sekali lagi dengan lirih. Air matanya tanpa aba-aba meluncur ketika mendengar suara barang-barang yang dihancurkan. "Hiks... Opp-pa... " yeoja itu sesenggukan sembari mengais pintu kamar kakaknya.
Woohyun membuang dan menendang semua barang yang ada di sekitarnya. padahal tanpa melakukan itu kamarnya sudah hampir seperti bangunan yang dilanda angin topan. Tidak ada benda yang masih utuh dalam ruangan tersebut, kecuali tempat tidur. Semuanya telah hancur.
Betapa terlalu naifnya Woohyun bila berpikir demikian, bahwa dirinya adalah satu-satunya bagi sang Kakek. Karena jika memang iya, maka seharusnya pria tua itu akan menunggunya sampai ia datang dan bukan malah menyerah pada takdir sialan. Setelah sebelumnya mereka melewati hari tanpa setetes kebencian, hari berikutnya pria tua itu sendiri yang menorehkan rasa sakit sedalam lautan. Seandainya, seandainya Woohyun tahu ini akan terjadi, Woohyun pasti akan langsung datang ketika namanya disebut. Dasar tolol!!
"AAAAAARGH.......!!", teriak Woohyun kesakitan. Tapi bukan tubuhnya, melainkan hatinya. Rasanya seperti ada sesuatu yang menancap pada dadanya. Sesuatu yang tak kasat mata.
Bukan hanya Woohyun yang merasa sedih. Setelah kepergian komisaris Nam, semua orang menjadi sangat sedih. Selain kehilangan, mereka juga khawatir terhadap keadaan cucu lelaki dari almarhum komisaris yang sampai hari ini belum terlihat sejak hari pemakaman. Contohnya, Nyonya Kang beserta putra dan putrinya yang selama dua hari ini menginap di rumah utama karena Woohyun. Baik Nyonya Nam atau Chaewon tidak berhasil membujuk namja itu untuk membuka pintu. Begitupun dengan Soo Hyun dan sang Ibu. Haneul berniat mendobrak pintu kamar Woohyun tapi dicegah oleh sang Ibu dengan alasan akan memperparah keadaan. "Kita tunggu saja sebentar lagi.", itu yang diucapkan Nyonya Kang tiap kali seseorang akan menghancurkan kamar Woohyun.
Namun, tidak untuk saat ini. Apapun yang terjadi hari ini Haneul akan mematahkan pintu kayu itu jika empu kamar tidak juga keluar. 2 hari bukanlah waktu yang singkat untuk membiarkan seseorang menyendiri. Meskipun Haneul sendiri tahu bahwa dibutuhkan waktu yang jauh lebih lama untuk menerima kepergian seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
THAT TIME
FanfictionWaktu adalah segalanya. Ibarat 2 sisi koin, waktu bisa menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan hati seseorang. Tapi Waktu juga bisa menjadi penyakit yang paling mematikan. Tergantung kepada siapa pemilik waktu tersebut. Bagaikan 2 sisi bilah pedang...