Keesokan paginya, ketegangan semalam masih terasa pagi ini ketika Woohyun sampai dimeja makan. Di sana sudah berkumpul Nyonya Nam dan Komisaris. Suara dentingan dari sendok yang bertubrukan dengan piring menjadi satu-satunya melodi yang ada. Woohyun tidak tahu apakah Chaewon memang sudah berangkat atau ada sesuatu dibalik ketidakhadiran adik perempuannya itu. Para pelayan yang bertugas di dapur juga tidak terlihat, hanya ada Nyonya Kang dan 2 orang lainnya yang langsung menghilang begitu selesai menyiapkan sarapan untuk Woohyun.
Woohyun mulai menyuapkan makanannya ke dalam mulut sambil melirik dua orang dewasa yang ada di depannya malalui ekor matanya. Keduanya nampak baik seakan tidak ada orang lain di sekitar mereka. Haruskah Woohyun memulai obrolan? Woohyun sibuk dengan pikirannya sendiri saat Nyonya Nam berpamitan pergi lebih dulu.
"Aku sudah selesai. Aku akan menunggu Abeoji di kantor.", ucapnya ramah sementara Komisaris hanya mengangguk datar.
Nyonya Nam beranjak dari kursinya, meraih tas dan mantelnya lalu berjalan memutari meja dan mengecup puncak kepala Woohyun yang masih berada dalam dunia imajinasinya. "Eomma sudah menyuruh sopir Gu untuk menemanimu seharian ini. Eomma pergi dulu.", pamitnya. Dan Woohyun, namja itu masih mematung di tempatnya tanpa bisa berkata-kata. Kecupan itu terasa nyata di kepalanya dan masih terasa hangat sehangat hati kecilnya. Bukan sekedar imajinasinya beberapa saat lalu.
Woohyun akhirnya mengangguk setelah beberapa detik terlewatkan. Senyumnya kemudian mengembang walau ditahan tapi seri diwajahnya jelas tidak dapat menyembunyikan berapa besar kebahagiaan yang tengah dialami namja 17 tahun itu. Akhirnya, setelah sekian lama hanya ada kekosongan, kini hatinya terasa terisi dengan sesuatu yang hangat. Kalaupun itu tadi hanya mimpi, maka Woohyun rela tidur selamanya agar mimpi indah itu tidak pernah berakhir. Tapi tentu saja, Woohyun bukan lagi bocah berusia 5 tahun yang tidak mengerti apapun. Sekalipun Woohyun berpura-pura semua baik-baik saja, tapi Woohyun jelas tahu lebih dari siapapun bahwa sikap manis Eomma-nya tadi bukan tanpa sebab. Jadi inilah saatnya Woohyun bertransformasi dari Woohyun yang (pura-pura) polos menjadi Woohyun yang terlalu (sok) pintar. Atau memang itulah siapa Woohyun, terlalu pintar dan juga peka. Shit!
"Jadi, kali ini apa yang Harabeoji tawarkan padanya?" Woohyun merasa jantungnya ditusuk begitu menyebut Eomma-nya dengan kata bantu orang ketiga. Tidak peduli sudah ratusan kali Woohyun memanggil sang Eomma seperti itu, tapi rasa sakitnya tetap sama. Tidak pernah berkurang tapi malah bertambah.
"Bukan hal besar. Bagaimana denganmu? Apa yang akan kamu lakukan hari ini?", tanyanya merubah topik.
"Mengganggu Harabeoji!?", jawabnya mengusulkan yang dibalas kekehan dari komisaris.
"Harabeoji akan senang jika kamu menempel padaku.", jawabnya jujur. Karena terakhir kali Woohyun berada di sisinya adalah sebelum Ayah Woohyun meninggal. Jadi tidak masalah jika sekarang Woohyun akan merepotkannya lagi. Akan lebih baik jika Woohyun berada di sisinya dan merepotkannya daripada tidak di sisinya tapi tetap merepotkan. Setidaknya, dengan Woohyun berada di sisinya, maka komisaris bisa langsung menjitak kepala namja itu jika nantinya memang merepotkan.
"Jika kamu mau ikut Harabeoji, aku akan mengenalkanmu pada calon nenek mertuamu."
"Ugh!" Woohyun tersedak. Komisaris tersenyum tipis sambil melanjutkan sarapannya.
"Kenalanku langsung meminta berbesanan begitu dia melihat fotomu. Jika kamu mau, "
"Aku sudah selesai!", potong Woohyun cepat sambil menatap kesal komisaris. Sepertinya, hidup satu atap bersama komisaris tidak baik bagi kesehatan jantung Woohyun. Pria tua itu selalu membuat Woohyun terkejut baik ucapan ataupun tingkah lakunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
THAT TIME
FanfictionWaktu adalah segalanya. Ibarat 2 sisi koin, waktu bisa menjadi obat mujarab untuk menyembuhkan hati seseorang. Tapi Waktu juga bisa menjadi penyakit yang paling mematikan. Tergantung kepada siapa pemilik waktu tersebut. Bagaikan 2 sisi bilah pedang...