Lelaki yang baik

1.6K 185 7
                                    

Arloji di tangannya menunjukkan pukul lima sore, Ainesh mempercepat langkahnya agar cepat sampai di rumah. Ia sedikit menyesal karena tidak membawa mobil, kaki nya pegal dan otaknya sangat lelah hari ini. Ditambah dengan nomor Irida yang sulit sekali dihubungi sejak kemarin membuat ia merasa cemas dan berantakan.

Sedang apa kah gadis polos itu? Sudah makan kah dia di sana?
Sehat kah dia? Semakin bar-bar kah tingkahnya?
Pikirannya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang membuat ia ingin segera pulang ke negara asalnya dan muncul di hadapan sang gadis menyebalkan itu, ia akan menjitak kepala gadis manja itu kuat-kuat! Berani-berani nya dia menghilang dua hari dan membuat Ainesh cemas bukan kepalang.

Karena terlalu asik dengan lamunannya, Ainesh tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang berjalan berlawanan arah dengannya, alhasil bahu Ainesh menabrak bahu seseorang tersebut yang ternyata adalah wanita.

Tabrakan bahu tersebut membuat sang gadis kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk kemudian menundukkan kepala nya dalam-dalam. Rambut panjangnya yang terurai menjuntai menutupi seluruh wajahnya.

Segera Ainesh mendekat dan mengulurkan tangannya.

"I'm sorry, miss" ujar Ainesh merasa bersalah.

Beberapa detik tangan Ainesh terulur, tak kunjung disambut oleh sang gadis yang masih terus menunduk. Ainesh mengerutkan dahinya karena merasa heran, mungkinkah gadis itu tidak mendengar permohonan maafnya?
Ainesh pun memutuskan untuk mendekat, dia berjongkok di hadapan sang gadis. Menatap lekat gadis di hadapannya yang tak bergerak barang sedikitpun.

"Miss?" Panggil Ainesh. Masih tak ada respon.
"Excuse me, miss?" Panggil Ainesh lagi sambil menyentuh bahu kiri sang gadis. Berhasil, gadis tersebut merespon dan mengangkat wajahnya. Dia menatap Ainesh dengan mata sayu. betapa terkejutnya Ainesh melihat kondisi wajah sang gadis di hadapannya, kelopak mata kirinya lebam menghitam seperti bekas tonjokan, sudut dahi dan sudut bibirnya robek serta mengeluarkan darah, begitu juga dengan kedua lubang hidungnya.

"What's happen?" Tanya Ainesh pelan.

Sang gadis hanya menggeleng perlahan. Ainesh berpikir mungkin gadis itu sedang mengalami trauma berat sehingga tak mampu menjawab. Karena merasa iba, Ainesh memutuskan untuk tidak bertanya-tanya lagi, ia mengambil tindakan dengan menggendong gadis itu dan membawanya pulang.

Sesampainya di rumah, Ainesh membawa sang gadis ke kamar tamu. Ia juga menyuruh salah satu pelayan di rumahnya untuk membersihkan tubuh gadis tersebut dan mengobati luka-luka nya sementara Ainesh memutuskan untuk pergi kekamarnya sendiri.

Pukul delapan malam, Ainesh kembali menemui sang gadis. Ainesh mengetuk pintu kamar tamu beberapa kali sebelum kemudian masuk kedalam kamar tamu nya.

Ainesh mengedarkan pandangan keseluruh ruangan dan mendapati seorang gadis dengan balutan T-shirt bergambar kartun doraemon dengan rok pendek sebatas lutut tengah duduk di sisi ranjang, kedua tangannya saling bertautan di atas paha dan kepalanya menunduk dalam. Rambutnya di ikat kuda, sehingga plester luka di sudut dahi sang gadis dapat Ainesh lihat dengan jelas meski dalam jarak yang cukup jauh.

Ainesh tertawa dalam hati ketika mengamati kembali pakaian yang dikenakan gadis tersebut, itu pakaian milik tunangannya yang beberapa bulan lalu sempat menginap saat berkunjung. Ainesh yakin, jika tunangannya tau bahwa pakaian miliknya di kenakan gadis lain, ia akan cemberut sepanjang hari. Irida paling tidak suka jika pakaiannya dikenakan orang lain. Tak apa, Ainesh akan membelikan pakaian baru untuk Irida lagi, besok.

Ainesh melangkah dan duduk di sisi sang gadis yang tidak ia kenal tersebut. Sang gadis yang menyadari keberadaan Ainesh pun segera menoleh.

"Thanks for everythink, sir" ujar sang gadis.

Ainesh tersenyum. "Don't mention it"

Sang gadis tersenyum, Ainesh membalas senyumannya.

"what's your name?" Tanya Ainesh.

"I'm Keiko Yumika, just call me Iko" jawab Iko.

"Iko? It's cute name" komentar Ainesh.

"Thanks. where do you come from, sir? Sorry, but You're face looks..umm.. pribumi?" Tanya Iko dengan nada jenaka bercampur perasaan tidak enak pada ujung kalimatnya.

Ainesh terkekeh mendengar pertanyaan Iko.
"emang keliatan pribumi banget, ya?"

Iko tersenyum kecil dan mengangguk, merasa lega karena orang yang sudah menolongnya ini tidak tersinggung.

"saya juga asli Indonesia" ujar Iko.

"Wow, darimana nya?" Tanya Ainesh.

"Ibu saya asli Jogja, bapak saya orang Riau" jawab Iko.

"Berarti blasteran melayu sama jawa, dong" canda Ainesh.

Iko tertawa kecil.
"anda bisa saja, pak"

Ainesh mengerut kan dahinya.
"pak? Saya setua itu kah? Panggil saya Ainesh aja!"

Iko mengangguk kecil.
"Ainesh, matahari terbit yang hangat"

Ainesh tersenyum.

"Ini pakaian siapa? Pas sekali di tubuh saya?" Tanya Iko sambil memengang ujung kaos yang ia kenakan.

Ainesh tertawa kecil.
"milik tunangan saya, dia pasti marah besar kalau tau pakaiannya dikenakan orang lain"

"Maafkan saya, Ainesh. Saya akan melepaskan pakaian ini" ujar Iko dengan nada tidak enak.

"Lalu kamu tidak akan memakai pakaian?" Canda Ainesh.

Iko hanya tersenyum canggung.
"saya pasti sangat merepotkan kamu"

"nggak masalah, saya akan belikan satu lusin kaos seperti itu untuknya besok kalau dia marah" ujar Ainesh.

"Eh, ini sudah malam, perlu saya antar pulang?" Tanya Ainesh.

Seketika wajah Iko yang semula santai kembali murung.
"saya tidak punya rumah"

Hening beberapa saat sebelum Ainesh kembali berujar.
"Iko, saya tau, kamu pasti sudah mengalami hal buruk sebelum kamu bertemu dengan saya. saya tidak akan memaksa kamu untuk cerita sekarang, saya juga tidak akan memaksa kamu untuk pergi dari sini. Tinggalah di sini sampai kamu siap untuk bercerita pada saya. Saya ada di lantai atas jika kamu mencari saya. Jika butuh apapun, jangan sungkan untuk meminta pada pelayan saya. Saya tinggal dulu, ya?"

Iko mengangguk lemah.
"terimakasih banyak, Ainesh memang lelaki yang baik"

Ainesh tersenyum kecil sebelum kemudian keluar dari kamar, menyisakan pintu kamar yang tertutup rapat.

"Dia lelaki yang baik, ternyata masih ada lelaki yang baik selain ayah" gumam Iko sambil menatap hampa pintu kamar yang kembali tertutup.

***

Menolak Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang