8 bulan kemudian..
"Sudah berapa hari kamu tidak menghubungi Irida?" Tanya Iko sebelum menyuapkan sepotong cake ke dalam mulutnya.
Ainesh menyeruput kopi nya terlebih dahulu sebelum menjawab.
"lebih dari dua minggu, tepatnya setelah hari kelulusanku""Lalu, sudah berapa lama kalian tak bertemu?" Tanya Iko lagi.
"Delapan bulan. Aku selalu melarangnya datang kemari" sahut Ainesh ringan.
"Kamu tidak merindukannya?" Tanya Keiko lagi.
"Setiap saat aku merindukannya" jawab Ainesh.
"Mengapa tak menemuinya?" Tanya Keiko.
"Dan membiarkan istriku yang sedang mengandung tinggal sendirian di rumah ini?"
Pertanyaan Ainesh sukses membuat Keiko tersipu malu. Ainesh lebih memilih menemani dirinya daripada bertemu dengan tunangannya. Meski sampai saat ini tak pernah ada kata cinta yang terucap, Keiko tau bahwa Ainesh menyayanginya. Bahkan mungkin tanpa Ainesh sadari, nama Keiko perlahan menggeser nama Irida di hati nya. Sayangnya itu hanya prasangka Keiko saja, faktanya di dalam hati Ainesh tak pernah ada nama lain selain nama sang tunangan.
"Mengapa pipimu memerah?" Tanya Ainesh.
Refleks Iko menyentuh pipinya sendiri.
"Tersipu, huh?" Ainesh tersenyum meledek.
"Shut up!" Respon Iko sambil cemberut yang membuat Ainesh terbahak-bahak.
"Berhenti mengejekku, Nesh" gerutu Keiko.
Beberapa saat setelahnya, Ainesh baru menghentikan tawanya. Seketika Ainesh memasang wajah serius yang membuat Keiko bergidik diam-diam.
"Iko" panggil Ainesh.
"Iya?" Sahut Iko.
"Sudah waktunya" ujar Ainesh berteka-teki.
"Waktu untuk apa?" Keiko bertanya bingung.
"Untuk mengenalkan kamu pada keluargaku"
Deg!
Mendadak Keiko berharap lantai di bawah kaki nya terbelah dan menelan tubuhnya.
______
Irida tersenyum sambil terus menimang sebuah box kecil di tangannya. Box berukuran 5cm x 3cm tersebut berwarna biru muda dengan pita merah di atasnya. Box tersebut baru ia dapatkan semalam saat acara makan malam bersama di rumah Ainesh. Yang lebih mengejutkan dan membuat Irida bahagia setengah mati, Felish lah yang menyerah kan box itu padanya, tak lupa disertai senyuman manis dari Felish yang tak pernah sekali pun Irida dapatkan sebelumnya.
"Kak, ini hadiah dari papaku sama om Harris. Buat kak Irida sama bang Ainesh karena udah berhasil lulus kuliah tepat waktu"
Begitulah ucapan Felish saat menyerahkan hadiah yang saat ini ia timang. Irida tahu, seharusnya ia membuka box tersebut bersama Ainesh, namun ia teramat penasaran akan hadiah dari orang tua nya dan orangtua Ainesh tersebut, terlebih Ainesh sudah lebih dari dua minggu sulit sekali dihubungi. Jadi, Irida membuka hadiahnya seorang diri pagi ini. Alangkah terkejutnya ia saat mendapati sebuah kunci rumah berpita merah di dalam box tersebut.
Ternyata kedua keluarga mereka sudah mempersiapkan hadiah ini jauh-jauh hari, sungguh Irida tak menyangka sama sekali.
"DUAR!"
Pekikan Dini membuat Irida terkejut sampai menjatuhkan box di tangannya.
"Goblok, kaget gue!" gerutu Irida. Dini tertawa puas melihat reaksi Irida, namun ia tetap membantu Irida memungut box yang terjatuh dan menyerahkannya pada Irida.
"Wih, kunci rumah tuh?" Goda Dini.
"Hu'um" sahut Irida.
"Rumah baru. Rumah baru" goda Dini lagi.
"Ye ni anak norak banget sih, lo" Irida memukul ringan lengan Dini.
"Rumah siapa, Da?" Tanya Dini.
"Aku sama Ainesh" jawab Irida.
"Eh buset. Belum nikah udah mau serumah aja" kata Dini sembarangan.
"Sembarangan kalau ngomong. Maksud gue, ini rumah gue sama Ainesh nanti kalau udah nikah. Sekarang dikasih kuncinya dulu. Ntar Ainesh balik baru cek rumahnya" jelas Irida.
"Bah, bahagia amat hidup lo berdua, gue aja baru lulus langsung diusir sama bokap" Dini cemberut. Irida terkekeh pelan.
"Bukan di usir kali, Din. lo cuma disuruh lanjut S2 di Singapore. Drama amat"
"Ya tetep aja, tuh bokap kagak bisa ya liat gue tenang bentar aja di rumah. Kayaknya sumpek amat kalau gue di rumah" gerutu Dini.
"Udah sih, Din. Ngomel mulu lo. Sini gue peluk" Irida merentangkan kedua tangannya namun Dini menepisnya.
"Ogah gue, mending dipeluk Chandra si berondong gantengku"
"Jijik gue dengernya Din" Irida membuat ekspresi akan muntah sementara Dini tertawa terpingkal-pingkal.
"Eh, btw lo udah kasih tau Ainesh soal rumah ini?" Tanya Dini setelah tawanya reda.
Irida menggeleng.
"sengaja nggak gue kabarin, udah sekitar dua minggu ini nomor dia juga susah dihubungi, jadi biar aja deh""Si goblok ini. Lo sadar nggak pacar lo tuh jauh? Kalo nggak lo kabarin terus tau-tau dia diambil orang gimana? Somplak lo dasar" omel Dini.
"Ainesh bukan pacar gue, dia tunangan gue dan dia nggak bakal diambil orang" tegas Irida.
"Kalo sampai dia diambil orang gimana?" Tantang Dini.
Irida tersenyum miring.
"tinggal rebut balik. Ainesh itu punya gue. Kalau ada yang berani ganggu dia, bakal gue bikin hidup itu orang menderita""Dih, serem amat nih orang" Dini bergidik. Irida tertawa, Dini ikut tertawa karena mengira Irida hanya bergurau.
Tiba-tiba Irida menghentikan tawanya.
"Gue serius, Din"Dini seketika berhenti tertawa mendengar ucapan Irida.
_______
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
RomanceCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...