"Irida, please! Jangan kekanakan"Ainesh terus berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Irida yang berjalan dengan cepat menyusuri trotoar jalan. Ainesh heran, bagaimana bisa perempuan mungil ini tetap lincah berjalan setengah berlari dengan high hells 11 cm yang membalut kakinya.
"Irida, ayolah. Setidaknya biarkan aku mengantar kamu pulang" mohon Ainesh. Irida tak menggubrisnya sama sekali.
Ainesh menyerah, dia menghentikan langkahnya dan membiarkan Irida meninggalkannya.
Ainesh menatap hampa punggung Irida yang semakin menjauh.
"Aku harus gimana, Da?"
Irida menghentikan langkahnya saat suara sarat akan rasa putus asa Ainesh tertangkap pendengarannya. Irida berdiri di tempatnya tanpa berniat berbalik menatap Ainesh.
"Ayo kasih tau aku, Da. Aku harus gimana?"
Irida masih bungkam, ia hanya menajamkan pendengarannya supaya suara Ainesh di antara bisingnya kendaraan yang lalu lalang bisa ia dengar dengan jelas.
"Demi langit dan bumi, hanya kamu satu-satunya perempuan yang ingin aku miliki seutuhnya! Bertahun-tahun bersama kamu, aku merasa menjadi lelaki paling beruntung di dunia ini"
Irida masih tetap setia mendengarkan tanpa berniat menimpali.
"Seperti manusia yang lain, aku pernah melakukan kesalahan. Dan aku tau, kesalahanku sudah sangat fatal. Aku menikah di belakangmu, itu bukan keinginanku! Aku bingung Irida, aku harus bagaimana? Jika aku mau egois sedikit saja, aku ingin melanjutkan semuanya sesuai rencana yang kamu buat. Aku ingin melupakan Keiko dan menikah dengan kamu, lalu kita bahagia selamanya, itu kan mau mu, Irida?"
Irida masih tak menjawab.
"Tapi aku bukan lagi Ainesh yang kamu kenal sepuluh tahun lalu, Irida. Ainesh yang saat ini berstatus sebagai tunanganmu nyatanya adalah suami orang!"
Hati Irida mencelos mendengar kalimat terakhir yang Ainesh ucapkan. Benar, saat ini Ainesh memang suami orang. Irida baru menyadarinya, bagaimana mungkin dengan mudahnya Irida menyebut Keiko sebagai perebut tunangan orang sementara dirinya tak lebih dari perebut suami orang.
"Ainesh yang sekarang adalah Ainesh yang punya tanggung jawab besar, Da. Seandainya kamu tau betapa besar keinginan ku untuk hidup bahagia bersama denganmu, tapi aku tak bisa egois, Irida. sebesar apapun cintaku padamu, jelas lebih besar tanggung jawabku sebagai suami dan calon ayah dari anak yang sedang dikandung Keiko"
Deg!
Irida seolah bisa mendengarkan debaran jantungnya sendiri, dengan sebelah tangannya yang tak memegang handbag, Irida menyentuh dadanya yang mendadak terasa sesak.
"Bagaimana bisa aku menikah dengan kamu sementara saat ini mungkin istri sah ku yang sedang mengandung entah di mana keberadaannya? Irida, meskipun aku tidak mencintai Keiko, tapi aku jelas bukan lelaki yang bisa dengan mudah mengabaikan tanggung jawab"
Hening beberapa saat sebelum kemudian Ainesh meneruskan ucapannya.
"Aku harap kamu mengerti, Irida. Saat ini ego ku sedang berperang dengan hati nurani ku. Aku sedang dalam fase kritis akal sehat, semakin aku berusaha melupakan tanggung jawabku, rasa bersalah itu semakin menghantui aku. Irida, sepuluh tahun aku mengenal kamu, dan aku yakin sifat egois yang saat ini kamu tunjukkan pada semua orang jelas bukan sifat aslimu. Aku tau, kamu hanya sedang diliputi rasa marah dan kecewa karena perbuatanku. Irida, aku tau Irida yang ku kenal adalah perempuan yang sebenarnya berhati malaikat"
Ainesh berbalik arah, dengan mantap ia berjalan meninggalkan Irida. Disaat yang bersamaan, Irida juga membalikkan tubuhnya, matanya yang mulai berkabut menatap punggung tegap Ainesh yang perlahan menjauh"
Apa aku sudah melakukan kesalahan besar?
__________
Irida menerobos masuk kedalam kamar orang tuanya, segera ia berhambur ke pelukan sang mama yang sedang berdiri di depan lemari pakaiannya. Dengan bingung, mama Irida membalas pelukan putri semata wayangnya.
Papa Irida yang tengah memangku laptop nya di atas ranjang pun dengan segera meletakkan laptop dan kacamata nya ke atas nakas dan menghampiri istri serta anaknya.
"Kenapa, nak?" Tanya papa Irida sambil menyentuh pundak anaknya yang bergetar, menandakan bahwa sang anak kesayangannya sedang menangis.
Irida melepaskan pelukan mama nya. masih sambil menangis, Irida menatap papa nya. Dengan kedua tangannya, papa Irida menghapus airmata yang membanjiri pipi putrinya.
"Irida jahat, pa. Irida orang jahat" ujar Irida di sela isak tangisnya.
"Hei, siapa yang bilang? Anak mama baik kok, Irida bukan anak yang jahat" mama Irida berusaha menenangkan Irida.
Irida menggeleng.
"Irida jahat, ma. Irida udah berusaha merebut suami orang"Alih-alih terkejut, papa dan mama nya justru memberi kan senyuman hangat pada Irida.
"Jadi kamu sudah menyadarinya, nak?" Tanya papa Irida sambil membelai surai putrinya.
Irida mengangguk kecil sambil terisak.
"Mama dan papa yakin, kamu hanya terbawa amarah sayang. Sisi angelmu tertutup oleh amarah" ujar mama Irida.
"Jadi apa yang akan kamu lakukan sekarang, sayang?" Tanya papa Irida.
"Tolong cari tau di mana keberadaan istri Ainesh, pa!" Suara parau Irida disambut dengan senyuman dan pelukan hangat dari kedua orangtuanya.
______
Irida mengaku salah!
Sekali lagi, update kali ini saya persembahkan untuk sobat terkamvret saya Jasmine yang setiap saat menagih update cerita ini.
Puas lu, min! Sekali lagi gua update spesial buat lu -_-
Full Of Love,
OLinMayawi~
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
Storie d'amoreCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...