Ainesh memarkirkan mobil sewaannya di halaman sebuah rumah kecil di pinggiran kota Pekanbaru.
Ainesh menoleh kearah Irida yang duduk di kursi penumpang di sebelahnya."Aku pikir jobdesk yang kamu maksud itu berkunjung ke salah satu kantor anak perusahaan papa kamu"
Irida menggeleng.
"ini jauh lebih penting""Maksud kamu? Ini rumah siapa?" Tanya Ainesh.
"Nanti aja nanya-nanya nya. Ayo turun!" ujar Irida sambil membuka sealbet nya kemudian mendahului Ainesh turun dari mobil.
Sampai di depan pintu rumah mungil tersebut, Irida menoleh kearah Ainesh yang berjalan mendekatinya. Seperti biasa, Ainesh selalu tampak menawan sekalipun hanya tampil kasual seperti sekarang. Dengan T-shirt warna hitam lengkap dan celana chino panjang warna senada dipadukan dengan sneakers Nike model terbaru, jangan lupakan rambut lurusnya yang dimodel spike. Ainesh jelas tampak jauh lebih muda dari usianya.
Irida menatap lekat-lekat wajah kekasihnya, seolah tengah merekam baik-baik tiap lekuk wajah pria yang sepuluh tahun terakhir menghiasi hari-harinya. Mata coklat terangnya, alis tebalnya, bulu mata panjangnya, hidung mancungnya, bibir merah muda nya dan juga dahinya yang selalu berkerut lucu setiap kali merasa heran. Irida tersenyum hampa, sebentar lagi pria ini tak akan bisa lagi ia miliki.
"Ngapain sih liatin aku kayak gitu?" Tanya Ainesh saat tiba di hadapan Irida.
Alih-alih menjawab, Irida justru berhambur ke pelukan pria di hadapannya. Irida memeluk erat tubuh Ainesh sambil menghirup aroma tubuh Ainesh yang sangat ia suka, aroma yang tak akan bisa lagi ia nikmati setelah hari ini.
________
Ainesh mengangkat sebelah alisnya saat menyadari Irida memperhatikannya yang tengah berjalan menghampiri gadis itu.
"Ngapain sih liatin aku kayak gitu?" Ainesh tak tahan lagi untuk bertanya saat ia tiba di hadapan Irida.
Bukannya menjawab, Irida justru melompat kepelukannya. Ainesh yang merasa bingung pun tak punya pilihan lain selain membalas pelukan gadisnya itu.
Setelah beberapa saat, Irida melepaskan pelukan mereka. Saat Ainesh menatap wajah Irida, dia menyadari bahwa mata Irida berkaca-kaca.
"Kamu kenapa sih, sayang?" Tanya Ainesh sambil memegang pundak Irida.
Irida tersenyum sambil menyentuh tangan Ainesh di pundaknya.
"udah lama kamu nggak manggil aku 'sayang' "Ainesh tersentak. benar saja, Ainesh sendiri bahkan lupa kapan terakhir kali dia menyebut Irida dengan kata sayang. Rasanya, segala masalah yang mereka lalui belakangan ini membuat hubungan mereka merenggang.
"Ainesh"
Panggilan Irida membuat Ainesh tersadar dari lamunannya. Ia menatap Irida dengan tatapan penuh permohonan maaf yang dibalas Irida dengan senyuman.
"Apapun yang akan terjadi setelah ini, kamu harus ingat satu hal, Nesh. aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintai kamu"
Setelah menyelesaikan ucapannya, setetes Air mata lolos dari mata Irida. Dengan segera Ainesh mengusap air mata kekasihnya.
"Kamu ngomong apa?" Tanya Ainesh bingung.
Alih-alih menjawab, Irida melepaskan tangan Ainesh dari pipi dan pundaknya. Setelahnya, Irida mengetuk pintu rumah tersebut.
Tak lama kemudian, pintu rumah terbuka, menampilkan seorang wanita berdaster. Wanita tersebut tampak sangat terkejut saat mendapati siapa tamu yang berkunjung kerumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
RomanceCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...