Teman lama Ainesh

1.3K 134 11
                                    

"Aku kira jalan yang kamu maksud kemarin itu jalan-jalan, kencan gitu. Bukannya beneran jalan kaki kayak gini" gerutu Irida sepanjang perjalanan.

Saat dalam perjalanan menjemput Irida ke kampusnya, Ainesh melihat pedagang mie ayam pangsit kesukaan Irida yang sedang mangkal di trotoar jalanan dan membuat Ainesh berniat membelikan untuk Irida. Ainesh pun menghentikan dan memarkirkan mobilnya sembarangan di tepi jalan tanpa memperhatikan bahwa ada rambu dilarang parkir yang terpasang di dekat tempat ia
parkir. Alhasil, mobilnya diderek petugas. Mencari taksi di jam sibuk pulang kantor bukan lah perkara mudah, setelah satu jam menunggu tetap tak ada taksi yang melintas. Ainesh memutuskan untuk memesan ojek online namun setelah dua puluh menit menunggu, tak ada satupun driver yang menerima orderannya. Dan begitulah mengapa akhirnya Ainesh terpaksa menjemput Irida dengan berjalan kaki sambil menenteng satu kantong plastik berisi beberapa bungkus mie ayam pangsit.

"Maaf sayang. Ini di luar rencana kok" ujar Ainesh masih sambil meneruskan langkahnya.

"Aku capek nih" keluh Irida.

"Aku gendong, mau?" Tawar Ainesh.

Seketika Irida mengangguk lucu. Terkekeh pelan, Ainesh menyerahkan kantong berisi mie ayam pangsit kepada Irida.
"pegang!" suruhnya.

Setelah Irida menerimanya, Ainesh berjongkok di depan tubuh Irida yang langsung menubruk punggung Ainesh dan melingkarkan lengannya di leher Ainesh. Ainesh segera menegakkan tubuhnya lagi dan mulai kembali berjalan dengan Irida dalam gendongannya.

"Jangan ditempelin aku mie ayamnya! Panas tau" tegur Ainesh.

Segera Irida menjauhkan kantong mie ayam ditangannya dari tubuh Ainesh.

"Kita mau jalan sampe mana nih, Nesh?" tanya Irida.

"FYI, Aku yang jalan. Kamu cuma nemplok" goda Ainesh.

"Ish" Irida mencebik. Ainesh tertawa kecil.

"Ada rumah kenalan aku kok di dekat sini. Kita bisa singgah dulu sambil makan mie ayam. Nanti tinggal minta antar dia deh" jelas Ainesh.

"Dih, ngerepotin orang" komentar Irida.

"Kamu juga ngerepotin aku nih. Minta gendong sepanjang jalan" sahut Ainesh.

"Ya beda. Kamu kan tunangan aku. Kita udah akrab, jadi nggak masalah kalo aku ngerepotin kamu" sangkal Irida.

"Ngeles aja. Aku sama dia akrab juga kok. Udah kenal sejak aku masih SMA. Cuma udah lama nggak ketemu aja" ujar Ainesh.

"Dia udah seumuran kamu dong?" Tanya Irida.

"Enggak. Lebih muda jauh dari aku" jawab Ainesh.

"Loh kok bisa kenal? Akrab lagi" tanya Irida lagi.

"Temen satu klub motor dulu waktu aku masih jadi anggota" sahut Ainesh.

"Ooh" Irida merespon pendek.

"Nah, tinggal belok kiri. Sampe deh" ujar Ainesh.

"Mana rumahnya, Nesh?" Irida memperhatikan sekitarnya dan hanya menemui bangunan pagar-pagar rumah yang sangat tinggi.

"Ini dia" Ainesh menghentikan langkahnya di depan sebuah gerbang hitam tinggi yang rapat. Segera setelah Ainesh berjongkok, Irida turun dari gendongannya.

"Gimana cara masuknya, Nesh? Gerbangnya tinggi rapet gini. Emang kedengeran kalo kita teriak?" Tanya Irida polos.

Ainesh segera menjitak kepala Irida.
"aduh, sakit tau" gerutu Iruda sambil mengusap bekas jitakan Ainesh.

"Lagian bego banget. Nggak harus teriak juga kali. Sekarang ada teknologi namanya bel, tinggal pencet aja tuh ntar kedengeran sampai pos satpamnya" Ainesh menunjuk bel yang menempel pada dinding bagian tepi gerbang. Irida tersenyum malu menyadari kebodohannya.

"Yaudah buruan pencet sana" Irida mendorong pelan bahu Ainesh. Segera Ainesh menekan bel nya beberapa kali hingga gerbang besar di hadapan Irida terbuka sedikit dan seorang satpam muncul dengan tampang garang yang seketika lenyap setelah melihat wajah Ainesh.

"Mas Ainesh, toh. Saya pikir bocah iseng mas. Biasanya banyak bocah lewat mencetin bel sembarangan"

Ainesh terkekeh mendengar ucapan sang satpam yang dia kenal sebagai pak Rahman.

"Apa kabar, pak?" Tanya Ainesh sambil menyalami pak Rahman.

"Baik to. Mas Ainesh gimana kabarnya? Kok ndak pernah kelihatan lagi?"

"Saya kuliah di New York, pak. Kebetulan lagi cuti"

"Oalah kalo kuliah gitu bisa cuti juga to, mas?" Tanya pak Rahman sambil melepaskan jabatan tangannya dengan Ainesh yang segera membuat Ainesh kembali terkekeh.

"Bisa pak. Kalo nggak pulang nanti nyai ratu yang ini ngamuk" Ainesh menunjuk Irida yang segera disambut dengan pelototan dari Irida sebelum ia melangkah mendekat dan berdiri di sisi Ainesh.

"Kenalkan pak ini Irida, tunangan saya" Ainesh merangkul pinggul Irida.

"Walah, ayu ne. Mas Ainesh pinter milih lah" puji pak Rahman.

"Jangan dipuji pak. Nanti dia sombong" canda Ainesh yang segera mendapat cubitan dari Irida di pinggangnya.

"Ehh, sudah jangan berantem mbak, mas. Mau cari tuan muda to? Silahkan masuk saja. Tuan muda di dalam" lerai pak Rahman.

"Oke, makasih pak" jawab Ainesh kemudian menggenggam tangan Irida melangkah melewati gerbang.

Irida dan Ainesh berdiri di depan pintu ganda besar berwarna putih yang merupakan pintu utama rumah megah ini.
Setelah beberapa kali menekan bel, seorang wanita muda dengan seragam pelayan membuka kan pintu.

"Maaf, mau cari siapa ya?" Tanya wanita muda tersebut.

"Tuan muda, ada kan? Tolong bilangin ada yang nyari. Namanya Ainesh yang ganteng dari lahir" sahut Ainesh.

"Baik, tunggu sebentar" usai mengatakan itu sang wanita muda tersebut segera masuk kembali ke rumah dan menutup pintu besar tersebut.

"Narsis amat, Nesh" cibir Irida.

Ainesh terkekeh.
"aku kan emang ganteng dari lahir"

"Terserah deh" Irida mengusap-usap wajah Ainesh dengan telapak tangannya membuat Ainesh tertawa.

Saat Ainesh dan Irida tengah asik bercanda, pintu besar tersebut kembali terbuka, kali ini terbuka dengan lebar menampilkan sosok si tuan muda yang merupakan teman lama Ainesh, dan betapa terkejutnya Irida saat mendapati siapa kah teman lama Ainesh tersebut.

"Hei, bro" sapa Ainesh pada si tuan muda.

"Yo. Bang , tumben mampir, ada angin apaan?" tanya sang tuan muda.

Ainesh tertawa.
"keliatan amat ya, kalo ada butuhnya doang gue nyamperin lo"

"Eh, nggak kok bang. Gue juga tau kali, lo pasti sibuk banget. Masih kuliah, kan?" ujar teman Ainesh.

"Ya gitu deh" sahut Ainesh.

Teman Ainesh menoleh kearah Irida.
"hai, kak Irida" sapa nya.

"Hai, Chan" sapa Irida canggung.

"Loh, lo kenal sama tunangan gue?" Tanya Ainesh pada Chandra, teman lama nya.

"Chandra itu pacarnya Dini" sahut Irida yang membuat Ainesh ber oh ria.

"Gosh, kenapa gue selalu berurusan sama Chandra belakangan ini?" Batin Irida.

______

Menolak Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang