Setelah puas menghabiskan tiga hari di Bogor bersama pak Galih dan istrinya, Irida memutuskan untuk pulang. Irida memang sudah mengabari mama dan papa nya bahwa dia menginap di Bogor, namun itu tak menjamin ia selamat dari omelan sang mama mengingat ia pergi ke Bogor seorang diri tanpa bodyguard ataupun supir.
"Ma, I'm home" pekik Irida saat ia memasuki rumahnya. Seperti biasanya, mama nya selalu menyongsong kepulangannya, namun agaknya hari ini sedikit berbeda mengingat sang mama sudah memasang tampang garang sejak awal. Irida yang merasa dipelototi mamanya hanya mampu tersenyum lebar menampakkan deretan giginya, berharap mamanya akan luluh meskipun harapan Irida sia-sia.
"Aduh..maa.. sakit maa.. ampun ammppuun" rintih Irida saat telinganya dijewer oleh sang mama.
"Bandel, pergi nggak pamitan. Bikin orang panik aja" omel mama Irida sebelum melepaskan tangannya dari telinga kanan Irida.
Irida segera mengusap-usap telinganya yang memerah.
"Sakit tau, ma" gerutu Irida."Salah sendiri, main kabur aja" omel sang mama sambil berkecak pinggang.
"Ampun kali, ma. Abis Irida kesel sama Ainesh. Jahat banget dia bohongin Irida" rajuk Irida.
"Dih, Malah curhat. Jahatan mana sama kamu yang bikin orangtua kebingungan?"
Irida lagi-lagi tersenyum lebar, berharap sang mama akan luluh. Kali ini sepertinya berhasil, dilihat dari bagaimana mama Irida akhirnya menurunkan tangannya dari pinggang sambil menghembuskan nafas panjang.
Tak ingin membuang kesempatan, segera Irida memeluk erat sang mama.
"Kangen, mama"
"Iya, mama juga kangen" ujar sang mama sambil membalas pelukan Irida.
"Papa mana, ma?" Tanya Irida di sela pelukannya.
"Masih kerja" sahutnya
"Weekend tetep kerja? Nggak asik banget si papa" gerutu Irida.
Sang mama segera melepaskan pelukannya.
"udah jangan bawel. Papa kan kerja buat kamu juga, buat kita. Mendingan sekarang kamu mandi terus istirahat, nanti pas makan malam mama kasih kejutan""Kejutan apa, ma?" Tanya Irida.
"Kalau dikasih tau bukan kejutan lagi dong" mamanya menjitak pelan dahi Irida yang membuat Irida mengerucutkan bibirnya.
"Udah nggak usah ngambek gitu, jelek. Sana mandi" ujar sang mama sambil mendorong tubuh Irida menuju kamarnya.
"Daah, ma. Irida sayang mama"
"Mama nggak" jawab sang mama sambil menjulurkan lidahnya, membuat Irida semakin mengerucutkan bibir lalu segera pergi menuju kamarnya.
Setelah tubuh Irida hilang di belokan tangga, mama Irida segera merogoh saku dressnya untuk mengambil handphone. Mengetikkan pesan pada seseorang sebelum kemudian tersenyum sambil berlalu ke ruang keluarga, melanjutkan aktivitasnya menonton sinetron yang sempat tertunda karena kepulangan Irida.
Irida sudah pulang dari Bogor, nak. Nanti malam jangan terlambat, ya. Tante yakin Irida pasti gembira melihat kamu muncul di hadapannya.
Send to: Ainesh Albara.
_____
"Ma. Laper" pekik Irida sambil berjalan menuru meja makan.
"Laper..laper..laper..perutku laper..aku butuh nasi..aku butuh makan"
"Berisik sih, Da. Ngapain teriak-teriak nyanyi gak jelas gitu?" Omel mama Irida yang sedang menyendokkan nasi ke piring papa Irida.
Irida hanya tertawa mendengar omelan mamanya.
"Anak gadis papa udah pulang, sini peluk dulu" ujar papa Irida sambil berdiri dari kursinya dan Irida segera berlari kepelukan papanya.
"Kangen, papa" rengek Irida.
"Papa juga kangen" sahut sang papa.
"Udah nanti lagi kangen-kangenan nya. Makan dulu, yuk" ajak mama Irida.
"Ayok ah" segera Irida melepaskan pelukannya dan duduk di kursi terdekat.
"Oh iya ma, tadi mama bilang mama mau kasih Irida kejutan pas makan malem. Mana kejutannya? Kunci mobil baru ya?" Tanya Irida sambil menyendok nasi.
"Enak aja mobil baru, emangnya beli mobil pakai daun" omel mamanya.
"Ya kan kali aja gitu" sahut Irida.
"Udah jangan berisik. Makan aja dulu. Ntar juga kejutannya nongol sendiri" omel sang mama.
"Ye disangka tuyul apa nongol-nongol seenaknya"
"Diem!" suruh sang mama.
"Jangan-jangan mama emang mau ngasih Irida tuyul ya, ma?" Irida memicingkan matanya, menatap sang mama curiga.
"Makin ngawur aja bocah edan ini, pa" keluh mama Irida pada suaminya yang hanya dijawab dengan kekehan kecil dari sang suami.
"Ya kan kali aja gitu. Mama udah bosen dan nggak sanggup ngasih uang saku aku terus mama ngasih aku tuyul aja deh, jadi kan aku bisa nyuruh tuyul itu buat nyuri uang terus dikasih ke aku. Jadi mama nggak perlu lagi repot mikirin uang saku aku. Ya kan ma?"
"Pa, omelin coba. Kalo mama yang ngomong nggak akan paham itu anak" rengek mama Irida pada papa Irida.
"Anak kita itu kreatif ma, biarin aja lah dia berimajinasi sesukanya" sahut papa Irida.
"Nah kan bener kan, aku mau dikasih tuyul kan sama mama?"
"Mana ada tuyul yang ganteng kayak aku"
Deg...
Jantung Irida berpacu seketika, tangannya bahkan tak mampu menahan beban sendok di dalam genggaman tangannya yang akhirnya jatuh kepiring.
Suara itu... suara itu membuat tubuh Irida membeku seketika, bahkan berkedip pun ia tak sanggup. Hingga ketika sepasang lengan kekar memeluk lehernya dari belakang, menyusupkan wajahnya ke antara rambut panjang Irida dan mendaratkan sebuah kecupan ringan di pipi Irida, tubuh Irida seketika kehilangan kekuatan.
"Ainesh" lirih Irida sambil mengangkat tangannya dan menyentuh lengan yang memeluknya dari belakang.
"Ini aku, sayang" bisik sebuah suara di telinganya.
"Ye, tadi berisik bukan main. Sekarang bengong kayak patung. Tuh, kejutan yang kamu sebut tuyul udah nongol" celetuk mama Irida.
Mendengar suara sang mama, segera Irida tersadar dari keterkejutannya. Ia mengerjabkan matanya beberapa kali kemudian segera bangkit berdiri, memutar tubuhnya dan segera menubruk tubuh Ainesh. Sementara Ainesh dengan sigap menangkap tubuh mungil sang tunangan sambil tertawa. Mama dan papa Irida pun tak kuasa menahan senyuman menyaksikan bagaimana gembiranya anak semata wayang mereka bertemu dengan sang tunangan.
"Ainesh! Aku kangen" pekik Irida di pelukan Ainesh.
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
RomanceCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...