Sembunyi

1.4K 153 19
                                    

Flashback

"Nesh, kamu yakin akan menunda kepulanganmu?" tanya Keiko ragu.

"Ya. Aku tak mungkin meninggalkanmu yang sedang hamil muda begini"

"Tunanganmu pasti kecewa, aku yakin dia sedang menunggumu" ujar Keiko.

"Dia selalu menungguku. Dia gadis yang kuat. Aku yakin, menunggu sebentar lagi tentu bukan masalah baginya" Ainesh tersenyum, tatapan kosongnya terarah pada figura foto Irida di dinding kamarnya.

"Kamu juga pasti merindukannya. Sejak tadi kamu tak pernah melepaskan tatapanmu dari foto itu" komentar Keiko.

Mendengar ucapan Keiko, Ainesh tersadar bahwa tindakannya benar-benar salah. Segera Ainesh menyadarkan dirinya dan beralih menatap istrinya yang sejak tadi duduk di ranjang yang sama dengan dia.

"Maafkan aku. Aku tidak bermaksud melukaimu. Aku hanya... ah, aku akan segera melepaskan foto itu dari dinding"

Sebelum Ainesh benar-benar beranjak dari ranjang, Keiko menarik lengannya.

"Don't move!" larang Keiko.

Ainesh menatap Keiko dengan tatapan tak mengerti.

"Jangan lepaskan. Biarkan saja di situ. Aku suka menatap senyuman manis gadis itu" Keiko tersenyum.

"Tapi ini kamar kita sekarang. Tidak pantas rasanya jika aku meletakkan foto wanita lain di dinding kamar kita" protes Ainesh.

"Wanita lain? Gadis itu bukan wanita lain, dia tunanganmu yang sudah lebih dari 8 tahun bersamamu. Justru aku lah yang lebih pantas disebut wanita lain" Keiko masih tetap tersenyum meskipun jelas mata nya menyorotkan kesakitan yang mendalam.

"Jangan begitu" Ainesh mengusap lembut rambut Keiko.

"Aku tak apa. Memang begitu kenyataannya"

"Iko" lirih Ainesh.

"Sudah lah, Nesh. Jangan menatapku seperti itu. Aku jadi merasa diriku terlalu menyedihkan" Iko memasang wajah pura-pura merajuk.

Ainesh terkekeh pelan dan mencubit sebelah pipi Keiko yang sengaja dibuat menggembung.

"Jangan merajuk. Katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu tidak marah lagi" kata Ainesh.

"Kamu yakin akan melakukan apapun untukku?" Keiko memasang wajah tak yakin.

"Tentu saja. Aku kan suami siaga" ujar Ainesh.

"Pulanglah!" suruh Keiko.

"Hah?" Ainesh tak bisa menyembunyikan raut terkejutnya.

"Pulanglah! Irida merindukanmu"

"Tapi.."

"Jangan risaukan aku. Aku baik-baik saja"

"Benarkah?"

"Sungguh"

Ainesh menghela nafas.
"baiklah. Aku akan pulang ke Indonesia"

"Itu bagus. Pulanglah dan bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Jangan risaukan aku dan jangan buat semua orang curiga bahwa kamu sudah beristri"

Ainesh menahan nafas. Ucapan Iko benar-benar membuatnya merasa tertohok. Bagaimana mungkin dia bisa bersikap biasa saja saat harus berhadapan dengan Irida nanti? Bahkan Ainesh ragu Irida akan biasa saja saat nanti ia tau kebenarannya, bahwa Ainesh sudah menghianatinya.

"Irida" gumam Ainesh.

"Irida akan baik-baik saja selama kamu tidak memberi tahu kebenarannya. Percayalah!"

Ainesh mengangguk meskipun ragu.

"Ayo. Aku akan membantumu berkemas dan kamu bisa berangkat besok"

"Jadi kita akan melewatkan malam pengantin kita ini dengan berkemas?" Goda Ainesh.

"Diamlah dan mulai mengemas" gerutu Iko sambil beranjak dari ranjang. Ainesh tertawa sambil meraih koper di atas lemarinya.

_____

"Tidur sayang. Udah malem"

"nggak mau, nanti kamu pergi kalau aku tidur"

"Aku nggak bakal pergi, aku nginep kok"

"Di kamarku?"

Ainesh tertawa melihat ekspresi terkejut Irida.

"Ya kali di kamar kamu. Bisa di tonjok om Harris aku. Ya di kamar tamu lah sayang"

"Aku kira di kamarku" Irida tersenyum canggung.

"Dasar mesum" Ainesh menjitak dahi Irida.

"Ish. Kok dijitak sih" Irida menggembungkan pipinya sambil mengusap-usap bekas jitakan Ainesh di dahinya.

"Ya abis kamu aneh-aneh pikirannya. Udah buruan tidur sana. Besok ngampus kan?"

"Besok bolos ah. Aku pengen jalan sama kamu"

"Enak aja bolos terus. Nggak ada bolos-bolosan ya! Besok kamu ngampus! Aku anterin"

"Dih. Ngomelin muluk ah. Nggak asik kamu"

"Udah sana buruan tidur!"

"Tapi janji ya kamu nggak bakal pergi" Irida menyodorkan kelingkingnya yang segera dibalas dengan tautan kelingking oleh Ainesh.

"Iya janji. Udah sana tidur. Besok pulang ngampus aku ajak jalan"

"Yippie. Dah sayang"

Setelah mengecup singkat pipi Ainesh, Irida berjalan masuk ke dalam rumah sambil sesekali melompat-lompat kecil meninggalkan Ainesh yang masih setia duduk di teras rumah Irida.

Sepeninggalan Irida, Ainesh menyadari ada yang salah dengan hatinya. Entah mengapa ia merasa seperti ada yang kosong, dan sepenuhnya ia menyadari bahwa ia merindukan istrinya. Bagaimana bisa ia merindukan gadis lain selain Irida, ini benar-benar tidak beres!

*****

Menolak Luka (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang