Irida meremas-remas jemari nya sendiri di atas pangkuannya. Ia merasa gugup luar biasa, di sebelahnya Dini duduk sambil terus mengunyah kudapan yang diletakkan di atas meja oval dihadapan mereka, sesekali menyuapi Chandra yang duduk di sisi Dini yang lain. Mereka sedang duduk di sofa ruang keluarga Ainesh sambil menonton tv. Sementara para orang tua sedang berkumpul di ruang tamu sembari menunggu kedatangan Ainesh.
"Gue beneran gugup" ujar Irida lirih.
"Ya elah, biasa aja kali. Cuma ketemu Ainesh ini" sahut Dini sambil terus mengunyah.
"Somplak" Irida menjitak dahi Dini.
"Kan bener, lo kayak baru pertama kali mau ketemu Ainesh aja" jawab Dini sambil mengusap dahinya yang terasa sakit.
"Gue udah 8 bulan nggak ketemu Ainesh! Dan hari ini kita semua disini mau menentukan hari lamaran sekaligus pernikahan gue sama Ainesh! Ya jelas gue gugup!" Seru Irida kesal.
"Biasa aja, kali" respon Dini.
"Susah ngomong sama anak kecil yang nggak ngerti pentingnya pernikahan" gerutu Irida. Dini tertawa kecil melihat wajah cemberut Irida. Setelah puas tertawa, Dini menyandarkan kepalanya pada bahu Chandra yang sejak tadi hanya diam dan fokus menatap layar tv.
Dini yang segera menyadari keterdiaman Chandra pun segera menegur.
"kamu kenapa, sih?"Chandra menoleh pada Dini.
"aku kenapa?" Tanya Chandra kembali."Dasar upil kering, ditanya malah nanya balik" maki Irida.
Dini melempar Irida dengan kacang ditangannya.
"sewot aja, dasar kudanil PMS""Sialan" maki Irida sambil memukul gemas paha Dini.
Chandra menyaksikan interaksi mereka dengan senyuman tipis. Sebentar lagi Ainesh pasti muncul, bersama istrinya. Mungkinkah setelah ini mereka akan bisa menyaksikan wajah ceria Irida yang suka memaki ini? Mendadak Chandra merasa iba saat membayangkan wajah terluka Irida. Segera Chandra memeluk dan menciumi puncak kepala Dini sambil berjanji dalam hati bahwa ia tak akan melakukan kesalahan seperti Ainesh, ia tak akan membuat Dini, gadis yang sangat ia cintai merasakan apa yang Irida rasakan nantinya.
Sementara Dini yang merasa terkejut hanya bisa pasrah saat Chandra memeluknya dan menciumi kepalanya berulang kali.
"Jijik gue liatnya" omel Irida sambil bergidik.
Dini tak menjawab, hanya menoleh pada Irida dan menjulurkan lidahnya. Chandra tersenyum hampa.
Semoga lo tetep bisa senyum setelah ini, kak Irida!
______
Sekali lagi, Keiko menghentikan langkahnya yang tinggal beberapa meter mencapai teras rumah megah keluarga Ainesh, membuat Ainesh yang berjalan di sisi kanannya ikut berhenti. Menoleh sesaat, Ainesh menangkap momen ketika Keiko menelan ludahnya susah payah. Ainesh tau, saat ini Keiko benar-benar ketakutan. Jika boleh jujur, Ainesh pun sama tak siap nya dengan Keiko, namun tak ada gunanya menunda semua ini. Cepat atau lambat semua orang akan tau segalanya.
Dengan lembut, Ainesh meraih jemari Keiko dan menggenggamnya erat.
Keiko menoleh, Ainesh tersenyum meyakinkan sebelum kemudiam menarik Keiko untuk kembali berjalan.Dengan langkah pelan, Ainesh melewati teras rumahnya besama Keiko, tepat di pintu utama rumah yang terbuka karena memang sepertinya semua orang sudah menunggu kedatangannya, Ainesh menarik nafas sejenak sebelum kembali melangkah masuk dengan menggenggam tangan Keiko.
Tiba di ruang tamu rumahnya, Ainesh bisa melihat banyak orang tengah bercengkrama dengan hangat, semua orang itu menunggunya.
"Hai, aku sudah sampai" interupsi Ainesh dengan suara serak, sarat akan kegelisahan.
Sontak semua orang menoleh ke arahnya dan segera memberi tatapan bertanya saat mendapati Keiko berdiri disampingnya. Ainesh membalasnya dengan senyuman canggung. Suasana hening sampai suara langkah seperti lari kecil mendekat, tepat saat Keiko merapatkan tubuhnya kepada Ainesh, Irida muncul dari bagian dalam rumahnya, sepertinya gadis itu baru berlari dari ruang keluarga. Irida menatap Ainesh dan wajahnya tampak sama terkejutnya dengan semua orang yang ada disana. Saat mata Ainesh tertangkap mata Irida, mendadak tubuh Ainesh terasa kehilangan tenaganya.
Irida...
_____
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
RomanceCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...