"Hai, aku sudah sampai"
Suara berat dan serak yang sangat familiar di telinga Irida terdengar. Irida yang sedang mencak-mencak memaki Dini dan Chandra pun refleks berlari ke ruang tamu. Irida tau, orang yang sedang di tunggu sudah datang.
Niat hati Irida, ia akan segera berhambur kepelukan pria kesayangannya sambil mengomel ria karena pria menyebalkan itu susah sekali di hubungi belakangan ini. Padahal Irida belum sempat mengucapkan selamat atas kelulusan Ainesh, Irida pun juga belum mendapatkan ucapan selamat dari Ainesh atas kelulusan Irida sendiri. Sungguh, tunangannya itu sangat menjengkelkan.
Namun, niat hanya tinggal niatan. Begitu ia melihat Ainesh, bukannya memasang wajah penuh kerinduan, yang Irida lakukan justru mengerutkan dahinya keheranan. Bagaimana tidak, seseorang yang seharusnya sedang ia peluk saat ini justru tengah menggandeng tangan seorang perempuan yang. . . . . hamil!
" Astaga! Jangan berburuk sangka dulu, Irida!" Ujar Irida pada dirinya sendiri.
Setelah berhasil menguasai dirinya sendiri, Irida memberanikan diri untuk mengeluarkan suara.
"Ainesh, kamu baru sampai?" Tanya Irida berbasa-basi, sebisa mungkin ia bersikap biasa saja. Sementara semua orang di ruangan itu benar-benar bungkam, begitu pula dengan Dini dan Chandra yang baru saja muncul dan saat ini tengah berdiri di sisi kanan dan kiri Irida.
Ainesh menjawab dengan anggukan kaku. "iy-iya" jawab Ainesh dengan gugup.
"Dan dia?" Irida menunjuk perempuan yang berdiri di samping Ainesh, bermaksud menyuruh Ainesh menjelaskan siapa perempuan hamil yang sedang bersama nya.
"Dia. . . Keiko" jawab Ainesh lirih.
"Kenapa kamu bawa dia kemari, nak?" Setelah lama bungkam, akhirnya mama Ainesh turut serta bersuara.
Ainesh tak segera menjawab, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh orang di ruang tamu rumahnya. Wajah pertama yang ia sorot tentu saja Irida yang sedang berdiri dengan memasang ekspresi kebingungan, di sebelahnya berdiri kedua sahabatnya, Dini yang juga tampak kebingungan dan Chandra yang tampak tak terkejut sama sekali, namun jelas dapat Ainesh baca dari mata Chandra bahwa pria itu tengah gelisah, seolah ikut merasakan apa yang dirasakan Ainesh saat ini. Selebihnya, seluruh orang di sana juga sama menampilkan ekspresi menuntut penjelasan. Seluruh orang yang Ainesh maksud adalah Harris Ryanda beserta istrinya selaku orangtua Irida, keluarga Dinata selaku keluarga Chandra, keluarga Wiranagara selaku keluarga Dini, dan jelas keluarga besarnya sendiri yang terdiri dari mama dan papa nya, Felish si adik kecilnya, juga om Harsa Albara beserta istri dan dua anaknya, Azlan dan Azriel selaku kerabat keluarga Ainesh.
Setelah puas mengamati seluruh isi ruangan, Ainesh menarik nafas dalam-dalam sebelum kemudian berkata dengan lantang.
"Semua nya, terima kasih sudah hadir dan menunggu kedatangan saya disini. Sekarang saya ingin menyampaikan sesuatu yang mungkin akan sangat mengecewakan kalian semua, sebenarnya saya sudah menikah, dan sekarang saya akan memperkenalkan seseorang kepada kalian semua, ini Keiko istri saya yang sedang mengand..."
"MAMAAAA. . ."
Belum sempat Ainesh melanjutkan kata-katanya, suara teriakan Felish terdengar bersama dengan kegaduhan seisi ruangan ketika mendapati mama Ainesh pingsan. Dengan sigap, papa Ainesh menggendong istrinya dan membawa sang istri ke kamarnya diikuti dengan hampir seluruh perempuan yang ada di ruangan itu kecuali Irida yang masih mematung di tempat dan Keiko yang menundukkan kepala nya dalam-dalam.
Papa Ainesh kembali beberapa saat kemudian, mungkin karena istrinya sudah banyak yang menjaga sehingga dia lebih memilih mengurus putra sulungnya yang baru saja membuat kegaduhan.
"Nak, apakah kami salah dengar? Beberapa menit yang lalu kamu menyebut perempuan di sampingmu itu istrimu?" Harris Ryanda bersuara dengan tegas dan penuh wibawa.
Ainesh tak segera menjawab, dia melirik ke arah Irida yang menampilkan wajah hampa dan sorot mata yang sulit diartikan. Di belakangnya, berdiri Chandra yang entah sejak kapan sudah memegangi kedua pundak Irida seolah berusaha menahan tubuh si gadis manis itu agar tetap berdiri tegap.
Ainesh menghela nafas dan dengan berani menatap mata papa Irida.
"ya om Harris, Keiko istriku. Kalian tidak salah dengar""Dasar anak kurang ajar" maki papa Ainesh.
"PUAS KAMU MEMBUAT PAPA MALU DI DEPAN SEMUA ORANG? MAU DITARUH DI MANA MUKA PAPA MU INI? AINESH!" papa Ainesh tentu tak mau repot-repot mengecilkan volume suaranya.
"Kenapa kamu berani menikahi dia, nak? Bukankah kamu sudah bertunangan dengan anak saya?" Harris Ryanda masih tetap menjaga wibawanya, seolah tidak terbawa emosi sama sekali padahal kedua matanya jelas menyorotkan kemarahan yang dahsyat.
"Maafkan saya om, tapi Keiko sudah berjanji pada saya, bahwa jika setelah ini Irida masih mau menikah dengan saya, Keiko tidak akan keberatan" sahut Ainesh mantap, meskipun tubuhnya sudah mulai bergetar menahan ketakutan yang mulai menguasainya.
"Dasar bodoh! Kamu pikir aku mau jadi madu dari perempuan jalang itu?"
Sontak semua orang menoleh ke Irida yang baru saja bersuara. Irida tersenyum miring, menampilkan wajar paling bengis dan licik yang tak pernah ia tampilkan sebelumnya.Ainesh menggeleng pelan. Bukan seperti itu sifat Irida, gadis yang saat ini tengah menatapnya dengan penuh kebencian itu jelas bukan Irida yang ia kenal.
"Saya bukan jalang" Keiko mengangkat wajahnya dan menyorot Irida yang pundaknya masih dipegangi oleh dua lengan kekar Chandra.
"Berani kamu bersuara? Dasar jalang perebut tunangan orang!" Maki Irida.
"Irida, bukan seperti itu cara perempuan terhormat bersikap" tegur Harris Ryanda saat melihat putrinya di kuasai kemarahan.
Irida tak menghiraukan teguran ayahnya sama sekali.
"brengsek kamu, Nesh. Bahkan setelah kamu menyakiti dan mengecewakan aku seperti ini, aku masih tetap mencintai kamu!""Aku pandai mengecewakan" ujar Ainesh, lebih kepada dirinya sendiri.
"Jadi, apa mau mu sekarang, Irida?" Tanya papa Ainesh pada Irida.
"Irida mau Ainesh menikah dengan Irida secepatnya dan Ainesh harus meninggalkan perempuan jalang ini!" Tegas Irida.
Keiko nampak tersinggung dengan perkataan Irida. Ia menghempaskan genggaman Ainesh dan berlari sekuat yang ia bisa untuk keluar dari dalam rumah. Ainesh sudah berbalik badan hendak mengejar Keiko namun suara papa nya menghentikan langkah Ainesh.
"Berani kamu kejar dia, jangan pernah kamu kembali lagi kerumah ini dan mengaku sebagai anak papa dan mama"Ainesh menyerah, ia hanya mampu menatap punggung Keiko yang menghilang di pintu utama rumah megahnya.
"Keiko, maafkan aku, keutuhan keluargaku jauh lebih penting untuk saat ini " bisik Ainesh dalam hati sebelum kemudian berjalan mendekati Irida dan merengkuh tubuh Irida dalam pelukannya sambil menggumamkan kata maaf berulang kali.
_______
Saya author yang jarang menuliskan author note, kenapa? Karena itu merepotkan! Haha!
Sejauh ini, semoga masih ada yang tetap enjoy menikmati tulisan saya yang masih banyak kekurangan ini!
With love,
OLinMayawi~
KAMU SEDANG MEMBACA
Menolak Luka (END)
RomanceCerita pertama dari #LukaSeries Hidup itu pilihan, dan aku memilih untuk menolak luka. -Irida Harris Ryanda _____ Maafkan jika niat baikku menolong seseorang berbuah penghianatan untukmu, pelangiku. -Ainesh Albara _____ Aku bukan orang ketiga, aku...