Sepulang dari sekolah. Aku melihat bibi sudah membereskan pakaianku. Omong-omong tanggal pernikahan, aku belum tahu, ya aku tahu mereka sudah merencanakannya. Tapi mereka belum membicarakan tanggal fix-nya. Jadi sebelum itu mari bersantai dulu sebelum menyandang istri orang.
"Ya ampun Bi, biar aku aja yang beresin nggak enak ah." Aku tahu barangkali bibi merasa hutang budi padaku. Tapi masih banyakan hutang budiku pada bibi padahal. "Sini biar aku aja."
"Eeeh, kamu kan baru pulang, Bell. Biar Bibi aja, ini nyicilkan mau dikerumah Pras-in satu koper - satu koper." Ya ampun ini sih namanya ngusir. "Nanti malem kata Pras ke sini, ambilin baju kamu sedikit-sedikit. Udah biar bibi aja. Kamu diem aja."
Aku memilih menurut dan membawa handuk, bergegas ke kamar mandi.
Kalau dipikir-pikir, setelah tadi ngomong dengan Pras, dia kelihatannya sih serius pas bilang nikah sekali seumur hidup. Tapikan, dia pasti punya tujuan dong buat nikahin aku, atau emang dia ngajak random aja gitu? Tapi masa iya, ah! Aku rada-rada gimana gitu.
Pras, dari luarnya aja dia udah keliatan semua cewek ngejar-ngejar dia. Tajir, mobilnya bagus, lagi disiapin jadi pemimpin perusahaan, ganteng sih lumayan. Aku masih setia mengira semua ini ada yang janggal. Atau hanya aku yang berpikir ini hal janggal? Padahal ini hal yang lumrah?
Tapi ah masa sih, ini hal biasa? Kepalaku terus bertanya-tanya. Aku nggak bisa jawab. Aku nggak menemukan jawaban apapun.
Coba kalau dia deketin aku dengan cara bener, pasti aku juga mau. Sebagai cewek normal aku juga mau sama Pras. Cuma, cara deketin bikin aku takut dan ketar-ketir sendiri. Nggak salahkan kalau misalnya aku jadi merasa harus menjauhi dia.
Barangkali dia aneh-aneh?
"Bell, kamu tuh, ya kalo di kamar mandi jangan kelamaan, kalo anak perawan mah pamali, katanya," kata bibi dengan suara agak lantang.
Aku mendengus. Perasaan baru aja masuk, "Iya Bi," jawabku. "Om gimana, sehat?" Ketika aku memakai handuk dan keluar dari kamar mandi, dengan langkah perlahan menuju ruang makan. Belum bibi menjawab aku melihat Pras melambaikan tangan padaku. "Aaaaaa!!!!" Aku langsung lari ke arah kamar.
Benar-benar, si Pras itu. Bibi juga hanya diam tidak memberi tahu. Ada laki-laki yang sedang duduk dimeja makan.
Dengan kesal dan asal aku menarik celana pendek longgar, dan baju pendek longgar. Langsung kupakai, tanpa memedulikan rambut singa basah yang belum kusisir.
"Nggak sopan banget sih!" Ketusku.
Pras hanya menyengir. "Wajarkan kamu calon istriku!"
"Wajar-wajar! Nggak boleh tahu aurat!"
"Itu rambut juga aurat!" Kata Pras menunjuk rambut basahku. Aku mendengus, karena yang dia katakan ada benarnya, dan aku kesal kalau dia benar. "Kalau sudah jadi istriku, kamu harus pakai kerudung."
"Aturrr aja terus!" Kesalku. "Bi gimana om?" Tanyaku mengalihkan perhatian.
"Mendingan. Bibi mau nginep lagi, Ara nanti pulang kok! Tenang aja. Dia besok kuliahkan, kamu juga harus ngajar."
Aku mengangguk, "Iya maaf ya bi, bilang ke om, besok pulang ngajar aku ke rumah sakit."
"Emm, Bi, aku izin ya bawa Bella ke rumah, biar dia nginep aja dirumahku kata--"
"Enak aja! Nginep-nginep! Nih ya, sah aja belum udah maen nginep-nginep nggak ya!" Mataku melototi dia yang menahan tawa. Apa yang lucu?
"Kalo ngomong jangan dipotong!" Katanya. "Kata mama, dia mau lihat Bella. Rumahku rame kok, banyak pembantu--"
KAMU SEDANG MEMBACA
He Buys Me ✔
Romance[Telah Selesai] Aku kembali berdeham. "Bell, inget kamu sekarang istri aku, harus nurut. Selagi aku nggak ngerugiin diri kamu, kamu harus ikutin mauku." * * * Kedatangan seorang pria yang tidak pernah diduganya membawan...