"Bella!" teriak seseorang di balik pintu kamarku. Ya, dia bibiku, yang mengurusku hingga detik ini, istri dari adiknya papa.
Jangan berpikir dia baik, jauhkan segala pemikiran itu. Kuberi tahu, bahwa hidupku tidak jauh dari drama Cinderella. Bedanya aku bukan si pengalah seperti Cinderella itu, aku benci mengalah.
Menangis? Tidak ada dalam kamusku. Mungkin dulunya aku keturunan Cinderella yang menikah dengan Batman. Tapi, tunggu! Apa orang tuaku pernah menikah? Bahkan aku sangat tidak yakin. Jika mereka pernah menikah, kenapa aku di sini? Di neraka dunia ini?
Dengar-dengar dari cerita sih, papa aku menitipkanku pada Paman Rafi dan Bibi Dahlia, lalu dia pergi menghilang tanpa jejak. Aku bahkan tidak tahu rupanya seperti apa, dan Mama, ah, sosok yang tidak pernah bisa kubayangkan, yang jelas, dia sosok yang jahat, menurutku.
Dan di manapun mereka berada, aku sangat membenci mereka. Tidak ada yang pernah mencariku, sekaligus menyakinkanku bahwa aku ini adalah anak hubungan gelap. Tapi yang perlu kalian tahu, aku bukan anak haram, guru agamaku bilang semua bayi terlahir suci. Dan aku punya cita-cita; aku tidak mau anakku terlahir sepertiku.
Cukup hanya aku.
"Bella, kamu nih kalau dipanggil nyaut kek! Tuh ada tamu!" kata bibiku.
Aku mendengus. "Memangnya siapa yang dateng? Seumur-umur baru deh ada yang nyariin," kataku dengan kesal.
"Lihat aja, nggak usah banyak tanya, berisik!" kata Bibi.
Aku bangkit dari ranjang dan dan berjalan menuju ruang tamu. Bukan, bukan baru bangun pagi, melainkan bangun dari tidur sore, dan sekarang sudah lewat magrib.
Aku menyipitkan mataku menatap pria itu, aku tidak mengenalinya sama sekali, "Kenapa cari saya yah? saya rasa nggak punya hutang." Aku duduk di sofa sedangkan si tamu memerhatikanku begitu intens. "Kalau cuma mau ngibul jangan ke sini mendingan, kami tuh keluarga miskin," kataku dengan nada yang tidak ada sedih-sedihnya.
"Saya ke sini memang cari kamu, tapi bukan mau nagih hutang tapi mau melamar kamu!" katanya dengan nada sungguhan.
Mataku yang masih ngantuk langsung terbuka, dan aku nyaris jatuh dari sofa. Tapi, tidak lama, aku tertawa. "Hahaha, ada orang gila ke sini, Bi," kataku pada bibiku.
Bibi yang memberikan air putih untuk si tamu. Ara—anak tunggal di keluarga ini masih sibuk dengan tugas kuliahnya, dan juga paman yang baru akan pulang jika sudah jam 9. Dan hanya aku juga Bibi yang tinggal di rumah, karena kuliahku yang sudah selesai beberapa bulan yang lalu.
"Kok orang gila sih? Saya serius nih..." katanya.
"Duh Mas, saya lagi bingung nih cari kerja di mana. Jangan bikin saya tambah pusing deh," kataku sambil mengaruk rambut. "Kalau ini acara TV, sebaiknya jangan ke rumah ini, Mas, saya lagi nggak mood becanda nih..." kataku.
Bibi yang tengah sibuk memerhatikan kami tiba-tiba bersuara. "Kamu kerja apa?"
Pria itu tersenyum. "Saya penganguran, tapi saya sedang mempersiapkan diri untuk menjadi pewaris tunggal Hilma Company," katanya dengan wajah sombong.
Cih, orang kaya. "Denger Ya Mas—"
"Mending sama Ara aja, anak tante, cantik lho," kata Bibi menyela. "Nikahnya besok juga boleh!"
Pria itu tersenyum. "Saya hanya ingin menikahi orang yang saya ingin nikahi, tante." Senyumnya lembut banget tapi sayang sombong nih orang.
"Mau sama Bella juga boleh kok!" Kata bibinya dengan semangat.
Aku tersentak dengan apa yang Bibi katakan. What the fuck aku dan... pria aneh di depanku? Big No, come on guys, gimana kalo dia itu orang gila dan lagi nyari orang buat jadi tukang ngurus hidupnya sampai dia mati? Atau dia menjualku ke kehidupan malam? Atau malah membawa organ dalamku seperti, jantung, ginjal dan hati? Oh, itu tidak boleh sampai terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
He Buys Me ✔
Romance[Telah Selesai] Aku kembali berdeham. "Bell, inget kamu sekarang istri aku, harus nurut. Selagi aku nggak ngerugiin diri kamu, kamu harus ikutin mauku." * * * Kedatangan seorang pria yang tidak pernah diduganya membawan...