BAB 21 - Emergency call

8.2K 363 11
                                    

Let me ngebacot dulu, maap banget sudah sebulan aku ngilang. Karena pada awalnya aku terlalu sibuk baksos. Yang berlanjut terlalu sibuk main dan ngabisin duit thr.

Oke skip. Ini dia ceritanya...

 Ini dia ceritanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Satu harapanku saat ini, semoga tante Raina adalah orang baik. Dia melajukan mobil entah kemana. Sepertinya memang kami hanya akan mengobrol di mobil.

"Bella, wajah kamu sangat mirip Restu," katanya. Wajahnya tetap fokus pada jalanan, dan mobilnya masih melaju. "Saya benci dia." Katanya.

Astaga berapa orang lagi yang membencinya. Apa semua orang dimuka bumi membencinya? Sebegitu bejatnya kah Seorang Restu?

"Tante tahu banyak?" Aku memberanikan diri bertanya.

Dia mengangguk. "Aku tahu semuanya," katanya. "Bahkan hari dimana dia membuatmu ada di dunia ini."

Aku berkerut. Aku memilih mendengarkannya. Dan sesekali mencuri pandang. Hatiku siap sangat siap.

Mengalirlah cerita dari tante Raina. Belum-belum air mataku sudah turun.

"Restu berpacaran dengan seseorang yang sangat berprestasi. Saat itu, restu sedang mabuk bersama dengan 3 temannya, salah satunya suami saya, dan Firman menelpon pacarnya saat itu. Mereka melakukannya di Base Camp.

Kemudian datanglah gembar gembor, Restu menghamili seseorang. Saya sempat putus dengan suami saya karena dia. Saya tidak pernah suka dengan dia.

Sampai saya tahu bahwa yang Restu hamili adalah pacarnya sendiri. Anak organisasi yang berprestasi di kampus kala itu. Saya sangat sedih dan takut. Pada geng mereka, yang notabene-nya pacar saya di situ."

Ini terlalu bertele-tele. "Jadi apa tante tahu mama saya?"

Dia menunggingkan senyum. "Tentu." Namun sebelum aku menjawab, dia kembali bersuara. "Apa sih Bell yang ingin kamu cari tahu? Padahal hidupmu mungkin saja lebih baik tak tahu apa-apa."

"Saya ingin tahu orang tua saya. Saya ingin tahu... kenapa mereka meninggalkan saya."

"Karena kamu tidak diinginkan Bella..." kata Tante Raina. "Kamu datang disaat mereka belum siap."

Jadi apakah ini salahku?

"Bukan salahmu, ini adalah takdir yang kamu harus terima dengan lapang dada!"

Aku menangis sejadinya. "Jadi siapa mama saya?"

"Perempuan yang paling dekat denganmu saat ini..." aku mengerutkan dahiku. "Perempuan yang menyebut dirinya mertuamu."

Tante Petiya?! Aku terdiam sejenak. Apakah ini adalah sebuah mimpi. Lalu-lalu Pras.

"Pras hanya anak yang dia temukan, di pinggir dekat restoran, itu juga alasan kenapa Pras sudah 28 tahun tapi baru bergelar master."

Aku memejamkan mataku. Tolong, bangunkan aku, aku tahu ini pasti mimpi.

"Dan mungkin menikahimu adalah salah satu cara membalas budi Petiya."

Aku terdiam. Aku sudah tidak kuat lagi. Ini benar-benar menyiksaku. "Tante aku turun di halte depan."

Ini di Bekasi. Pembicaraan ternyata membuatku tak sadar, aku berada di mana. Kalimat terakhir dari tante Raina sangat menyakitiku.

"Petiya dipindahkan ayahnya ke Australia. Dan Restu dijodohkan," katanya. "Saya tidak ingin membuat kamu membencinya. Namun saya sudah melihat amarah yang siap meluap dimatamu."

Persetan! Aku sudah tidak peduli. Saat aku berada di terminal. Yang aku pikirkan hanyalah rumah om. Telefonku berdering. Itu Pras! Dan aku tidak sudi lagi mengangkatnya.

Aku memesan taksi online. Dan segera pergi. Yang aku hanya pikirkan saat ini adalah kenapa Pras bisa menipuku. Dia terus menelpon. Dan aku memilih mematikan ponsel.

Sesampainya di rumah om. Aku langsung memeluk Ara. Ara tidak bertanya, seolah dia sudah tahu semuanya. Seolah memang ini satu-satunya masalah dalam hidupku dan memang iya.

Aku menangis sejadinya. Ara juga mengunamkan kata maaf seolah-olah dia juga tahu semuanya. Lantas, hanya aku yang dibohongi di sini?

Aku memejamkan mataku. Aku kesal dengan dunia yang saat ini aku jalani. Kekayaan tak mampu membuat hidupku setenang dulu. Bergelimang harta justru membuat aku terseret dalam masalah yang tidak pernah aku bayangkan.

Aku tahu setelah ini, aku tidak akan pernah kembali ke rumah itu. Dan setelah ini, aku akan mengajukan perceraian. Pergi dari Jakarta. Mengurus anakku satu-satunya sendirian. Dan Pras?

Jahatnya dia mengunakanku agar mendapatkan warisan. Pantas saja dia begitu memaksa menikahiku.

Jadi apa yang kamu tunggu Bella? Semuanya sudah terbongkar. Kamu hanya perlu undur diri.

Mama Petiya? Kenapa dia selalu menghidariku? Aku tahu alasannya, karena dia merasa bersalah, karena awalnya aku begitu hina tidak mereka inginkan.

Ponsel berdering. Pras. Masih saja dia menelpon. Kuputuskan untuk mengangkatnya, mendengarkan segala kebohongannya lagi...

"BELLA! KENAPA BARU KAMU ANGKAT?" dia membentakku. "Kamu, ketemu Bram tanpa izin dariku?"

"Aku tahu semuanya Pras!"

Dan sekarang aku mengerti mengapa Pras selalu melarangku terlalu dekat dengan Bram. Karena dia tahu, bahwa Bram adalah salah satu sumber informasinya.

"Semuanya apa?" Katanya, kini nadanya sedikit melemah.

Jujur saja, mata ini sudah tidak kuasa menahannya. Dan bibirku beku, tak bisa berkata apa-apa selain, "Ceraikan aku..."

Ara yang melihatku memasang ekspresi kaget. Akupun kaget. Aku memang pemberani, tapi tak aku sangka aku seberani ini.

"Maksud kamu apa Bell? Aku pulang ya sekarang... kamu..."

Aku memutuskan sambungannya. Kini tangisku benar-benar pecah. Lebih dari sebelumnya, rasa sakit karena dibohongi, dibohongi semua orang.

Sampai satu tangan lembut menepuk pundakku, "Bibi..." aku melihatnya. Ia juga menangis. Seolah tahu rasa sakit yang kupelihara.

"Bibi minta maaf, Bella, awalnya bibi kira ini untuk kebahagiaanmu..."

"Pras..."

Bibirku sudah tak mampu berkata. Lidahku terlalu kelu, dan hati ini merasa terkoyak-koyak. Sakitnya terasa sampai ke perutku...tapi tunggu, itu darah apa?

Sesaat aku teringat. Aku sedang hamil. Astaga. "Bi..."

Bibi menatapku terheran, Ara yang lebih dulu mengerti langsung berteriak panik. Bibi ikut panik. Aku merasa lemas. Sangat lemas. Perutku terasa mulas.

Kulihat Ara menelpon ambulance. Dan bibi yang menelpon Pras. Samar-samar kulihat om Rafi yang berlari ke arahku dan menggendongku.

Tepat sebelum kesadaranku hilang.

30 JUNI

WAAA AKU UDAH SEBULAN NGILANG MAAP. MAAP. MAAP HUHUHU.

Maap kalo kaku. Btw, bentar lagi tamat nih.

Sebenernya aku udah punya cerita baru. Tapi aku bakalan tamatin ini dulu.

He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang