BAB 28 - FAR FROM HOME

13.2K 362 4
                                    

Yang aku sesali saat ini adalah... kenapa aku pergi dari rumah. Iya, rumah yang aku maksud adalah Pras, suamiku. Sekarang aku menyesalinya. Saat api besar yang kulihat di depanku.

Sepulang mencari udara segar aku terkejut, ketika melihat rumah bi Inah yang dilahap si jago merah. Rasa bersalah, barangkali aku lupa mematikan sesuatu.

Dan di sini aku sekarang, di perkebunan jagung yang entah milik siapa. Orang-orang ramai melihat ke rumah itu, ya Tuhan, kenapa aku menjadi seperti sekarang. Bayiku, aku memegang perutku dan mengusap pelan, terlalu banyak guncangan yang ia rasakan, padahal, dia belum lahir ke dunia. Dan itu karena ibunya, iya karena diriku sendiri.

"Maafin ibu nak, ibu adalah ibu yang buruk..." seketika aku teringat Pras. Mungkin, dia memang salah karena menarikku dalam hidupnya dengan cara yang sedikit licik, namun tetap saja, di antara semuanya, semua orang yang berada dalam hidupku, mungkin dia adalah kategori orang yang paling tulus.

Aku menyeret langkahku kea rah keramaian, mencoba meminta tolong warga, karena asapnya sudah tercium olehku. Aku takut pingsan karena tidak kuat asap hitam itu. Karena saat ini, pandanganku pun sudah terbatas.

Namun sebelum sampai aku menuju keramaian, aku merasa tubuhku kehilangan keseimbangan, dan mulai kabur. Aku tahu, aku akan pingsan, namun aku mencoba untuk mempercepat langkahku. Sesak dada sudah sangat terasa. Dan kakiku menginjak, benda keras yang mungkin ku yakini adalah batu.

Aku tersandung, entah, aku tidak ingat apapun lagi selain kepalaku terasa menyentuh rumput.

***

Kamu tahu, apa yang paling indah di dunia ini? Adalah melihat orang yang kita sayangi tersenyum karena kita. Dan yang paling menyakitkan adalah, ketika mereka menangis karena kita. Aku tidak tahu apa semua orang setuju dengan apa yang aku katakan. Saat aku membuka mata, seorang yang tidak aku kenali menangis, seorang anak laki-laki, bukan hanya itu, dia juga menatapku dengan penuh kebencian. Dia berdiri saat dia sadar bahwa aku sedang melihatnya. Dia mendatangiku.

Dengan arogannya, lengan kecilnya ditaruh tepat di keningku. "Kamu ibu yang jahat." Gunamnya, "Kamu hanya peduli dirimu sendiri," dia menambahkan. "Apa maumu?"

Aku tidak bisa menjawab. Aku hanya diam. Melihatnya memaki diriku, aku tak suka makian, namun kenapa saat ini aku diam saja saat dia mengatakan hal-hal mengerikan. Yang kurasa saat ini, mungkin saja dia benar, aku seburuk itu.

Namun wajahnya mengingatkanku, kepada laki-laki yang mungkin sering aku jumpai. Namun aku lupa siapa dia. "Aku ingin hilang darimu!" katanya.

Sesaat kemudian aku menangis sejadi-jadinya. Dengan alasan yang aku pun tidak bisa jabarkan. Atau memang aku menangis tanpa alasan? Namun sebelum itu, aku melihat sorot lampu putih yang menyorotku, saking berkilaunya, sampai aku merasa terhipnotis.

***

"Ah, akhirnya sadar juga ibu Bella," gunam seorang Dokter yang menyorotku dengan senter. Aku hanya diam dan menatap sekitarku, aku melihat... astaga! Itu Bram. Akhirnya, ternyata semuanya mimpi. Aku bersyukur.

"Ibu, bisa mendengarkan saya ibu?" tanya Dokter itu menepuk pelan bahuku. Aku mengangguk. Kemudian Dokter itu tersenyum dan menyuntikan sesuatu ke dalam infusku. Astaga! Lagi-lagi aku diinfus.

Dokter itu mengambil air dalam botol. Aku menyedotnya pelan, rasa dahaga hilang seketika. "Baik. Bu Bella, pak Bram, saya permisi dulu."

Aku melihat Bram yang sedang memandangiku serius. "Bell, kamu seriuskan, kamu baik-baik aja? kamu udah sadar?" tanyanya. "Pras lagi cari makan, dia kayaknya kayak orang kelaperan, udah sejam lebih dia pergi."

Aku mengangguk. Lidahku masih kelu untuk dipakai berbicara. Atau memang aku masih belum bisa bicara, pasca melihat api nan besar di depan mataku. "Bram?" ah, akhirnya aku bisa bersuara.

Bram menoleh, "Iya, kamu butuh sesuatu Bell?"

"Aku udah berapa lama di sini?" tanyaku, karena hanya itu yang ada dibenakku.

"Dua hari," jawabnya. Aku mengangguk setuju karena akupun merasa sudah lama di sini.

Aku melihat Bram mengotak-atik ponselnya. Sebelum dia bilang, "Pras bentar lagi ke sini," katanya. Aku mengangguk lagi.

Jujur saja, mimpi yang aku alami barusan sangat menyeramkan. Aku sangat takut, apalagi saat anak itu memaki aku adalah ibu yang buruk, dan dia ingin menghilang dari hidupku. Aku ingat semua yang ia ucapkan kepadaku. Apakah, ini sebuah tanda bahwa...?

Astaga! "Bram!" kataku. Entah, tiba-tiba saja aku memiliki kekuatan untuk bangkit dari tidurku. Aku mengusap perutku. "Anakku baik-baik sajakan?" tanyaku.

Dia kaget ketika aku bertanya, ataukah dia kaget karena aku memiliki kekuatan untuk bernada cukup lantang. "Ummm... Bella, kamu harus tunggu Pras, dan... astaga! Syukurlah, suamimu datang." seolah dia kedatangan seorang malaikat.

Tunggu! Mereka bisa akrab? Itu tidak penting sekarang.

Pras tersenyum kepadaku, iya, aku merindukannya. Dia berjalan kemudian memelukku erat. Sangat erat. "Bella..." katanya. Aku masih belum membalas pelukannya. Bram sepertinya cukup tahu diri dan memilih meninggalkan kami.

"Anak aku, nggak apa-apakan?" tanyaku.

Dia melepaskan pelukannya, "Ikhlas ya sayang, nanti akan ada lagi, kalau kita sudah betul-betul siap lahir batin." Maksudnya apa? "Biarkan dia pergi, ikhlas, semoga menjadi penyelamat kita di akhirat." Astaga! Dia beneran pergi.

Jadi benar mimpiku itu. bahwa aku adalah ibu yang sangat buruk. Bahwa dia ingin hilang dari hidupku. Bahwa aku hanya memikirkan diriku sendiri. Kurasa Pras mengusap pipiku dengan lembut. Kemudian menciumi semua bagian yang terkena air mata. "Maaf aku belum bisa melindungi kalian." Ketika aku membuka mata, kulihat mata Pras memerah. Dia juga menangis! "Maaf sayang maaf," katanya.

Aku tidak mampu berkata. Yang jahat sebetulnya di sini adalah aku. Aku memang egois, aku benci diriku sendiri. "Pras, aku jahat... aku ibu yang bodoh, aku egois..." kataku.

Pras menggeleng, "Mungkin dia belum saatnya untuk mengisi hari-hari kita. Belum saatya, saat kita masih dalam tahap saling mengenal," katanya. "Nanti ya sayang, nanti pasti Allah menggantinya dengan sesuatu yang lain."

Aku menggeleng. "Aku mau dia Pras, aku nggak mau apa-apalagi, aku mau dia!" kataku. "Kamu kok jahat mengiyakan aja mereka ngangkat anak aku! Harusnya kamu bilang kasih aku penguat janin. Yang kayak dok—" aku nggak bisa melanjutkan kalimatku.

"Nanti sayang, nanti, kita lagi di uji. Kamu harus kuat ya, kita harus kuat."

"Pras?" tanyaku. "Ceraikan aku ya?" 

19 AGUSTUS 2019

10.59







MAAPIN YA, KEMAREN AKU BENERIN DULU LAPTOP GARA2 GABISA UBAH TANGGAL. HUFT. UNTUNG ADA SESEORANG YANG AKU KENAL BISA MENYELAMATKAN LAPTOPKU.

TERIMA KASIH KEPADA BELIAU🤗

He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang