BAB 14 - ngopi yuk!

9.7K 402 4
                                    

QUOTE : aku bukan orang orang romantis. Jadi jangan memintaku melakukan hal yang orang lain lakukan dengan pasangan mereka.

"Iya ih, masa ya dia jawabannya, 'lks halaman 49 udak aku buletin.' Kan nyebelin." Aku sedang bercerita pertama kalinya aku mengadakan ulangan. Ya, sebagai Guru honorer, memang adanya seperti itu, suka diolok-olok oleh siswa. Padahal aku mengajar benar-benar dari hati.

"Terus-terus?" Kata Pras.

"Ya aku sebellah aku sobek kertas ulangan dia."

"Kasihan tahu, kamu kan bisa tegur," dia membelai kepalaku. "Kan--"

"Kamu kok bela dia sih? Mana bisa yang begitu ditoleransi!" Kataku kesal bukan main. "Atau kamu pas SMA gitu ya sama orang?"

"Bukan gitu Bell, tapi kamu bakalan dianggep Guru killer nantinya. Dan anak-anak nggak akan suka kamu. Mereka bakalan doain kamu nggak masuk, entah sakit atau--"

"Hih kok kamu gitu sih!! Udah ah aku mau tidur nggak!" Kataku langsung menarik selimut. Dia mengelus tanganku, langsung kutepi, "nggak usah pegang-pegang."

Setiap kali aku dan dia bercerita entah kenapa, ujung-ujungnya pasti bertengkar. Tapi dua nggak kapok untuk ajak aku pillow talk. Walau ujung-ujungnya aku bakalan marah-marah.

Atau dia sengaja bikin aku marah?

"Kamu udah makan belum?" Dia bertanya dengan nada lembut. "Makan dulu yu," ajaknya. Hih dia nggak nyadar apa, barusan bikin aku marah.

Tapi aku laper sih. Tapi gengsi.

"Aku nggak laper," jawabku singkat.

"Ayo makan dulu, nanti lagi ngambeknya!" Katanya.

Yaudahlah aku ngalah sama perutku. "Yaudah!" Aku mendahuluinya. Turun dari kasur dan turun dari tangga. Dia mengikuti dari belakang.

Omong-omong ibu mertuaku, dia itu ibu-ibu gaul. Sosialita kelas atas. Yang dipamerin tas yang nggak masuk akal harganya. Yang nggak mungkin aku beli beberapa tahun lalu. Tapi tahun-tahun ini sih, kayaknya kebeli. Ntar aku porotin dulu uangnya Pras.

Aku makan dengan menu yang cukup baik setiap harinya. Ganti-ganti menu juga tentunya. Tapi aku belum pernah menyentuh dapur di rumah ini.

Nanti kupikir-pikir masakin Pras. Kalo dia baik.

"Omong-omong, yang kamu udah minta maaf belum sama Bi Inah?"

Aku yang sedang menyuapkan nasi langsung berhenti. Kutaruh lagi di mangkuk. "Kamu bisa enggak sih nggak bikin aku kesel? Sehari aja."

"Ih kok kamu disuruh minta maaf malah begitu. Nih, Bi Inah itu kerja di--"

Aku langsung memotong, "Kamu Belain aja terus. Ini kan cuma perkara manggil kamu doang! Apa jangan-jangan--"

Gilirian dia yang memotong. "Kamu nih, bukan perkara itu, tapi perkara kamu ngelawab orang tua! Ngerasa nggak kamu?!" Katanya.

"Lho kamu kok nyolot sih! Udahlah aku nggak laper. Kamu itu bikin aku naik darah terus!"

Kesel aku, kalau dia sudah mulai ngatur-ngatur. Memerintahkan aku ini dan itu. Aku memilih masuk kamar tamu daripada kamar kami. Aku menguncinya. Bodo amat dah. Paling pagi-pagi dia marah-marah karena aku tidur di sini.

Salah sendiri juga dia ngajak ribut terus. Kan aku juga sudah dewasa. Apa jangan-jangan dia menganggapku anak kecil karena umur kita terlampau jauh.

Aku melemparkan tubuhku ke kasur. Dan mulai mengistirahatkan tubuhku yang lelah.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang