BAB 7 - Hari Pernikahan

12.9K 509 5
                                    

Huft, sampai juga pada hari ini. Dimana aku akan resmi menjadi istri orang. Aku masih nggak nyangka. Secepat ini aku melangkah ke pelaminan, dengan orang yang bahkan aku kenal sekilas.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Bella Rahma Chandra binti Restu Chandra dengan mas kawin seperankat alat salat dan uang sepuluh juta, dibayar tunai."

"Sah?"

"Sah!"

"Sah!"

"Alhamdulilah, selamat sekarang Nak Bella sah menjadi istri Pras," kata wali hakim yang menikahkanku.

Demi Tuhan hatiku berdenyut sakit ketika yang menjabat tangan suamiku bukan ayahku. Entah dimana sekarang dia, entah dengan siapa, bahkan Om Rafi, adikya sendiri tak tahu dimana keberadaan Tuan Restu itu.

Nenek dan kakek? Mereka bahkan tidak mau datang ke acara ini. Aku bukan cucu mereka. Dan mereka bersemangat menyembunyikan ayahku, yang katanya sudah bahagia dengan istrinya.

Mereka bahkan tidak mengizinkanku tahu bagaimana rupa langsung ayahku. Dan itu semua disalahkan padaku, Si Anak yang lahir tanpa tahu diri. Yang lahir, tanpa restu.

Betapa malangnya Bella ini.

Aku tidak menangis sama sekali ketika sungkem. Sementara kulihat air mata haru dari Prad mengalir di pipinya. Aku hanya melirik kemudian memilih diam. Bibiku tersenyum ketika melihatku mencuri pandang, aku segera merubah raut wajahku menjadi kesal.

Sebagai ganti karena tidak ada resepsi, Pras tetap mengadakan makan-makan, dan aku sangat menyesali untuk kali ini.

"Kenapa sih nikahnya musti sembunyi-sembunyi? Apa jangan-jangan udah isi?" Salah satu celetukan dari tante Pras yang berambut pirang palsu.

Pras dan aku hanya diam. "Ya namanya juga perempuan miskin, sengaja pasti tuh, biar dinikahi Pras!" Itu kata tante Pras yang berambut ungu.

"Kebetulan saya memang sudah isi," kataku dengan lantang semua menatapku tak percaya. "Iya isi nasi tadi subuh, makanya saya kenyang dan memilih undur diri!" Kataku langsung keluar dari meja makan.

Semua orang bungkam. Termasuk tante Petiya, termasuk Pras yang mengejarku tanpa membelaku. Bahkan bibi dan paman hanya bisa diam.

"Hei, hei,"  kata Pras menarik tanganku.

"Lepas!" Kataku. Aku langsung memasuki kamar dan bersiap menutup pintu, namun kaki Pras menjepit pitu sehingga kepalaku masih bisa terlihat. "Apa?!"

"Kan kamu yang mau acara seperti ini, Bella." Kata Pras.

"Oh jadi salah aku?! Trus ngapain kamu undang keluarga besar kamu yang katanya berpendidikan tinggi tapi sayang nggak punya etika!"

"Bella," suara Pras melemah.

"Aku mau istirahat! Nanti malem kamu tidur di kamar lain! Aku mau tidur sama Ara!" Kataku menutup pintu sebagai final dari pertengkaran pertama setelah akad.

Aku mengunci kamar kemudian membantingkan diriku sendiri ke atas kasur yang sudah dihias sedemikian rupa.

Aku memejamkan mata, ini baru permulaan. Kenapa aku nggak menyadari ini sejak awal? Bahwasaanya, dia orang berada, dan aku hanya orang biasa.

Aku mulai terisak. Ternyata, ini cukup menyebalkan, dan aku terlelap setelah isakan yang cukup dramatis.

Aku memang berlebihan.

***

Aku sudah mengganti pakaianku, hanya menggunakan kolor dan baju longgar. Aku keluar dari kamar, dan mencari keberadaan Ara. "Raaa?" Teriakku.

He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang