BAB 12 - Bersyukur.

10.8K 420 7
                                    

Aktifitas kita mulai berjalan. Aku mengajar, Pras ke kantor. Dia memang sedang lelah-lelahnya karena masih belajar. Ibu mertuaku ternyata memberikan kepercayaan kantor ketika Pras berumur 28 tahun. Setelah lulus, dari sokolah Masternya di Inggris.

Aku juga baru mendengar logat britishnya, ketika dia menelpon seseorang beberapa hari lalu. Sama dengan Pria inggris lainnya, logatnya seksi.

Karirnya baru dimulai ternyata. Dia juga akan mengambil S3 katanya tahun depan. Juga memintaku, untuk mengambil S2 bersamanya. Aku iyakan sajalah. Lumayan.

Hari ini dia mengantarku ke sekolah, katanya aku nggak boleh dekat-dekat dengan Bram, yaelah, kan satu ruangan juga. Aku iyaka. Sajalah, biar cepat.

"Assalamualaikum,"kataku.

"Waalaikumsalam. Nanti jangan lupa pulangnya beli kerudung."

"Iyaa," dia sudah bawel sekali tentang ini. Aku juga sudah janji pulang nanti akan dijemput oleh Ara. Tapi kata Pras jangan naik motor mending naik taksi online saja.

Ya aku mengangguk sajalah. Sekali-kali jadi istri soleh.

"Aku berangkat, ya!" Katanya.

Aku mengangguk dan berjalan ke arah gerbang. Disambut oleh suitan muridku yang tahu bahwa aku baru menikah. Aku hanya menimpali cuitannya sesekali.

Ketika masuk ke ruang guru. Beberapa guru menegurku ramah, mereka juga memberiku selamat atas pernikahanku. Aku mengangguk ramah.

"Bu Bella," kata Bu Anin.

"Eh, iya, Bu Anin," aku menegurnya balik.

"Kok nikah nggak undang-undang satu sekolah sih." Haduh aku malas sekali dengan pertanyaan ini.

Bu Bella ini belum terlalu tua, pertengahan tigapuluh. Ya, wajar saja kalo ketika bicara selantang ibu-ibu lainnya. Aku menghela napas, "Begini Bu..."

Atau lebih baik aku mengadakan resepsi? Apa resepsi sepenting itu? Sepertinya iya.

"... kami belum diskusi soal resepsi. Kami dijodohkan, jadi belum sempat membahas resepsi. Dan karena akad cukup sakral, jadi kami memilih hanya mengundang kerabat."

Bu Anin ber-"oh". Dan Bu Endang menimpali, "loh, saya kira ibu Bella lagi pedekate sama pak Bram," katanya. "Enggak ya Bu? Padahal ganteng loh Bu Pak Bram, banyak yang mau."

Bu Endang menarik kursinya ke dekat kursiku dengan kursi Bu Anin. "Malah nih ya, Bu, katanya, pernah ada murid yang ngasih surat cinta ke pak Bram."

"Oh ya?" Kataku.

"Iya, ah sayang banget ibu udah nikah."

Aku memilih untuk diam saja. Mereka terus bergosip. Sampai Bu Endang memasuki kelasnya di pukul 9 lebih. Semetara jam Bu Anin pukul 10 lebih.

Sementara jamku hari ini hanya satu kali setelah dzuhur. Biasanya aku memilih untuk membuat soal-soal. Namun karena bu Endang dan Bu Anin terus mengukungku dari tadi. Aku tidak bisa ke mana-mana.

"Bu Bella?" Kata seseorang ketika aku bersiap untuk salat.

"Eh Pak Bram, gimana kabarnya baik?" Tanyaku basa-basi.

"Wah beda ya, yang udah bulan madu."

Aku hanya menyengir. "Auranya cantik gitu." Dia menambahkan.

"Haha bisa aja, pak."

"Salat Bu?"

"Iya."

"Bareng-bareng aja bu."

Akhirnya kami salat bersama. Tidak hanya berdua ada beberapa murid perempuan dan murid laki-laki. Tentu Pras menjadi imam salat. Suaranya bagus.

He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang