BAB 2 - Tentang Bella

17.4K 645 6
                                    

Pukul Sembilan malam, aku berjalan menuju rumah. Dengan tangan kosong, karena mecari pekerjaan tidak semudah yang aku bayangkan beberapa tahun laglu, belum lagi ini adalah ibu kota, metropolitan, kota yang sangat keras.

Aku membuka pintu yang memang belum dikunci. Aturan di rumah ini, pulang sebelum pukul Sepuluh, karena setelahnya rumah akan dikunci da tidak seorangpun yang boleh masuk kecuali sudah izin lembur.

Dan taraa... apalagi yang aku lihat kini, barang-barangku sudah berada di ruang tamu. "Akhirnya kamu pulang juga," kata pamanku yang sedang bersedekap di ruang tamu. "Duduk, kami ingin mengatakan sesuatu untuk kamu..."

Pikiranku memburuk, seperti saat memilih jurusan kuliah dahulu. Mereka yang sebenarnya tidak setuju dengan aku yang mengambil Guru, mereka lebih suka aku menjadi pembisnis.

"Ada yang melamarmu, Bel, coba kamu terima, karena dia orang berada. Kami tidak bisa menampungmu di sini terus-terusan." Paman menatapku serius. "Ayahmu dulu tidak berkata apapun, dia hanya memohon-mohon untuk melindungimu sampai ada yang melamar. Aku, sebagai adiknya, tentu saja bersedia karena kami belum juga dikaruniai anak."

Aku meremas rok span hitamku, aku benci situasi seperti ini. Sekarang Bibi yang menatapku, oh jangan kalian pikir pamanku sebijak itu, aku tahu isi kepalanya hanya "uang".

Kali ini aku setuju, bahwa jodoh adalah cerminan diri kita sendiri.

"Tapi bi, om, aku nggak bisa sama dia."

"Kenapa?" Tanya paman.

"Aku juga ingin serumah, menikah, dan punya anak dengan orang yang aku mau, yang aku cinta--"

Belum aku melanjutkan kalimatku, paman sudah menyela, "Oh jadi ini hanya karena cinta?" Tanya paman terdengar meledekku.

"Begini, Bella, cinta itu nggak penting. Bisa luntur dalam hitungan tahun. Dan kamu tenang aja, cinta itu datang dengan sendirinya. Seiring dengan liat kamu lagi kamu lagi."

Aku memejamkan mata. Tuhan tolong, beri aku jalan keluar dari sini. Aku tidak mau menikah dengan orang yang bahkan aku tidak kenal asal-usulnya. Datang-datang, ngajak nikah?

Aneh. Aku bahkan nggak tahu namanya siapa.

"Kalau kamu coba dulu mau?" Kata bibiku dengan wajah polos bangsatnya.

HAH? PERNIKAHAN DIJADIKAN BAHAN PERCOBAAN, HELL NO!

"Nggak ah, masa nikah jadiin percobaan!" Kataku emosi.

Sementara sepupuku yang bernama Ara hanya diam memainkan kukunya sambil menonton teve. Tidak peduli. Ya kapan anak itu peduli padaku.

Aku hanya dijadikan pancingan di sini, pancingan mendapatkan anak, pancingan mendapatkan uang.

"Ya maksud bibi itu, kamu kencan dulu sama dia. Bukan langsung nikah. Kalo bahasa anak gaul sekarang. Jalani aja dulu."

Aku mendengus. Dan memilih pergi meninggalkan mereka, menutup pintu kamar dengan kencang. Hingga suara bibi terdengar memarahiku karena takut pintunya rusak.

Dikamar aku langsung menjatuhkan diriku di atas kasur. Kenapa, kenapa nasibku seburuk ini? Aku benci lahir tanpa ikatan pernikahan, aku benci numpang, aku benci hutang budi.

Tapi seakan semuanya harus akulakukan. Seakan semua itu memang sudah takdirku. Memang sudah takdirku sih. Tapi, andaikan aku bisa memilih, tentu aku takan memilih ini.

Kepalaku terasa nyut-nyutan. Aku menarik selimbut tanpa menganti baju terlebih dahulu. Aku lebih memilih bermimpi. Bermimpi aku punya keluarga sempurna. Dimana ayah, ibu, dan aku dalam satu atap yang sama.

Semakin aku memikirkannya, semakin hatiku berdenyut nyeri. Semakin aku memikirkannya, semakin air mata tak tahu diri ini mengalir. Aku hanya manusia biasa, yang pandai mengeluh.

***

Pukul lima pagi, setelah melaksanakan ibadah. Aku langsung membuat sarapan di dapur. Hanya membuat nasi goreng seadanya. Suara ketukan pintu membuatku mematikan kompor dan dengan malas berjalan ke arah pintu utama.

Ketika membuka pintu, aku langsung melihat cowok yang beberapa hari ini selalu menampakan dirinya dengan pria yang melabeli dirinya pelamar seorang Bella.

Cengiran cowok itu menyambut pandanganku. Aku memejamkan mata, dan menutup kembali pintu. Tapi dia menahan dengan ujung kakinya.

"Please Bella," katanya. "Kita ngobrol dulu dan buat kesepakatan. Abis itu--"

Kalau dipikir-pikir akan lebih baik aku membuat kesepakatan dengan cowok ini sebelum bibi dan paman bangun. "Oke." Jawabku. Langsung menutup pintu dan memerintahkan cowok itu mengikutiku.

Aku memilih perempatan jalan, ada tukang bubur langgananku. Kami duduk di tukang bubur. Hanya aku yang memesan bubur, dia hanya pesan teh hangat manis.

"Gini Bel, aku didesak ibuku menikah--"

"Tunggu sebelum itu, biarin aku dulu yang ngomong." Kataku karena semua pertanyaan ada dibenakku.

"Kamu tahu dari mana tentang aku, alamat aku tinggal?"

Pria itu seperti kelabakan. Kena kau. Tampang doang ganteng pikiran cetek. Pasti ada apa-apanya. Nggak mungkin orang normal, tampan dan ngakunya mapan, melamar seorang Bella. Aku kan hanya remahan ranginang.

"Namaku, Pras. Ak--"

"Aku nggak sama sekali nanya nama kamu. Aku nanya kamu tahu aku dari mana. Kamu tahu alamat keluargaku dari mana? Aku nggak pernah berurusan dengan orang kaya. Jadi kemungkinan kamu tahu aku itu hanya satu persen."

Pria di sebelahku hanya terdiam mendengarkan aku berbicara.

"Aku liat kamu not bad, kamu juga bilang kamu kaya, jadi kenapa nggak mencari orang yang setara dengan kamu, atau enggak perempuan yang kamu kenal. Kamu nggak kenal siapa Bella." Bibirku menunggingkan senyum kecut setelah mengatakan kalimat terakhir, karena memang nyatanya dia tidak tahu siapa aku.

"Mang, buburnya dibungkus aja," kataku pada mang bubur. Mataku kemudian beralih kepadanya, "dan kamu, tuan Pras, silakan kunjungi aku lagi, kalau kamu sudah bisa menjelaskan semuanya. Saya undur diri."

Aku mengembuskan napas lega. Kemudian mengambil pesananku, dan membayarnya. Sebelum meninggalkan pria itu.

Aku merasa semua keputusanku benar. Aku merasa semua yang aku lakukan sudah benar. Dan aku yakin, aku tidak akan menyesal, sejauh ini aku merasa lega.

Aku hanya perlu pekerjaan dan segera keluar dari rumah paman. Agar agar aku tidak didesak dengan hal yang tidak aku suka. Aku hanya perlu sedikit usaha, untuk meninggalkan rumah paman. []

17 FEBRUARI 2019
23.32

Kalo kalian punya kuota lebih plis banget, buat nonton videoku di YT jangan lupa subs

YT : sutam read

He Buys Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang