Sebelum aku berangkat ke rumah bi Inah aku membawa ponsel dan tasku yang tertinggal di rumah paman. Kunci rumah ada di bawah keset. Untungnya kebiasaan mereka masih belum berubah.
Aku membawa tas dan ponsel. Di rumah tidak ada siapapun bahkan rumah sama percis sebelum aku pingsan.
Aku sebetulnya sangat sedih. Namun hatiku juga sakit begitu banyak kebohongan yang mereka semua sembunyikan, dariku.
Ketika aku kembali mengunci pintu Ara disana. Memandangiku. "Bell..."
"Gue cuma mau ambil tas dan hape gue.." kataku.
"Bell lo mau kemana sekarang?" Tanyanya.
"Gue rasa itu bukan urusan lo," aku segera berjalan ke depan.
Ara menghalangi jalanku. "Lo lagi hamil Bella," dia mengingatkan.
"Apa peduli lo? Hah? Toh keluarga lo juga ngejual gue? Harga diri gue udah kayak perek tahu nggak?!" Emosiku kembali datang, aku melihatnya, melihat mata Ara yang terluka karena perkataanku. "Dan sekarang pelacur ini mau pergi, jangan lo halangi." Dan sekarang matanya berair. Tidak, aku tidak boleh kasihan padanya.
"Lo bilang dulu lo mau kemana?!" Ara mendesakku.
"Gue bilang bukan urusan lo!"
Aku langsung berjalan menuju mobil dan menutup pintu mobil secepatnya. "Jalan Mas," kataku. Keponakan Bi Inah melajukan mobilnya.
Sesaat kudengar jeritan Ara yang memanggil namaku. Dan ponselku berdering. Kulihat Whatsapp dari Pras.
Pras : Bel, masih ada peluangkan untuk kita bersama-sama kembali?
Tentu aku tidak membalas pesannya. Yang aku lakukan menyentuh tombol blokir. Aku tahu aku pengecut yang lari dari masalah. Aku tahu bayi dalam perutku kecewa atas keputusanku. Tapi hanya ini jalan yang bisa aku lakukan sekarang. Yang terpikir olehku saat ini hanyalah menghilang.
Sampai di depan Tol. Aku melihat jam. Selamat tinggal Jakarta. Selamat tinggal Pras. Setelah ini aku tidak akan pernah kembali lagi.
Sepanjang jalan tol aku menangis. Menangis kenapa aku begini, kenapa Pras jahat, kenapa saudaraku juga jahat.
Kenapa aku bodoh sekali Tuhan?
Selama ini aku kemana saja?
Ternyata aku tidak sekuat yang aku katakan dulu.
***
Pras.
Jujur aja, sebenarnya ini sangat sangat sederhana. Masalah ini sangat sederhana. Tapi aku lupa masalah kecil jika ditumpuk akan menjadi sangat besar. Boom waktu seolah meledak saat yang tidak tepat.
Mama juga jatuh sakit. Bella yang pergi, om Rafi yang baru saja dioprasi. Semua menjadi kacau balau hanya karena aku yang kurang jujur.
Aku tidak tahu Bella di mana. Kepalaku penuh dengan nama Bella. Aku sangat khawatir, dan takut dia kenapa-kenapa.
Puluhan kali ponselnya kutelpon tak kunjung diangkat. Kesal tentu saja. Sekarang didepanku ada mama yang terbaring lemah.
Dia yang sedari tadi memanggil anaknya, Bella. Aku tahu mama salah. Tapi tindakan Bella tidak bisa aku benarkan. Untuk apa dia mencari tahu sementara ketika tahu dia lari?
Belum lagi om Rafi yang berpura-pura sakit waktu itu. Sudah kubilang itu ide yang buruk. Tapi mereka tetap melaksanakannya. Sekarang yang terkena imbasnya Bella, aku dan anakku.
Suara pintu diketuk. Aku menoleh. "Masuk..." dan aku melihat bi Inah masuk.
"Tuan," kata bi Inah, membawa nampan berisi air hangat yang kupesan untuk menenangkan pikiranku.
"Iya bi taruh disana," aku menunjuk meja rias milik mama.
Setelah itu bi Inah melihatku lekat-lekat. "Tuan," katanya. Aku mendengarkan. "Perihal non Bella, tuan tidak perlu khawatir. Bibi tahu non ada di mana," kata Bi Inah.
Aku mengkerutkan dahi. "Betul bi? Dimana?" Hatiku sedikit tenang mendengarnya.
"Di rumah bibi, di Lembang. Tapi tuan alangkah baiknya membiarkan non Bella menenangkan pikirannya." Usul bi Inah.
Aku mengangguk setuju. "Tunggu non Bella sedikit reda amarahnya. Baru setelah itu tuan temui."
Aku mengangguk lagi. "Makasih ya bi," kataku.
Bi inah mengangguk. Aku langsung melihat ke arah mama. Mengusap puncak kepalanya. Menengkannya, karena sedari tadi mulutnya hanya mengeluarkan kata Bella.
Semoga masih ada peluang memperbaiki semuanya.
18 Juni 2019
Pendek ya?
Kasih aku semangat dong guysssss!
Aku lagi overthinking bgt. Kalo mood nanti sore/malem aku updateee
KAMU SEDANG MEMBACA
He Buys Me ✔
Romance[Telah Selesai] Aku kembali berdeham. "Bell, inget kamu sekarang istri aku, harus nurut. Selagi aku nggak ngerugiin diri kamu, kamu harus ikutin mauku." * * * Kedatangan seorang pria yang tidak pernah diduganya membawan...