Dua bersaudara. Namun, mereka sangat berbeda. Jauuuh, Restu si sulung yang membuat orang tuanya bangga. Dan, Rafi si bungsu pembangkang.
Ketika kuliah, Rafi memilih untuk menikah. Padahal saat itu dia masih semester tiga. Dia ingin menikahi Dahlia--adik tingkatnya.
Cinta yang menggebu kala itu, membuat Rafi nekat kawin lari. Dan ibu ayahnya tidak memberikan sepeserpun harta warisan.
Karena dia menikahi Dahlia. Gadis miskin. Mahasiswa beasiswa.
Sepanjang pernikahan, Rafi hanya bekerja menjadi barista, karena hanya itu yang Rafi bisa.
Sementara uang beasiswa Dahlia, dibayarkan untuk kontrakan. Mereka bahagia walau sangat-sangat sederhana.
Sampai akhirnya, Rafi tidak bisa membayar uang semester. Dan, Dahlia keguguran. Mereka benar-benar terpuruk.
Sampai akhirnya Restu datang dengan seorang anak digendongannya. Anak perempuan yang menyelinap ke ketiak Restu. Bayi yang masih merah.
Untuk pertama kalinya, Restu datang kepada Rafi, berlutut. Meminta Rafi mengurus anaknya, Restu berjanji akan membiyayai kuliah mereka sampai lulus. Dan menjamin pekerjaan Rafi.
Tapi sayangnya, Restu lari dari tanggung jawab, dan hanya mentrasfer uang sepuluh juta. Tanpa pesan apapun. Bahkan, bahkan Restu tidak memberikannya nama.
Rafi dan Dahlia bukan benci kepada Bella, dia hanya merasa sangat kecewa terhadap Restu. Dia kesal, setiap kali melihat wajah Bella yang memang sebagiannya mewarisi wajah Ayahmya.
Dan baru kali ini, aku melihat paman menangis. Itu karena ayah! astaga, rasanya sakit sekali. Aku sudah menganggap om Rafi sebagai ayah. Dan menganggap ayah hanya sebagai laki-laki sialan yang membantuku ke dunia.
Om Rafi memang sosok ayah untukku, aku merangkul om Rafi. Bibi juga terlihat sangat terluka. Aku tidak menyalahkan om yang mungkin hanya memerlukan uang.
Karena memang itu yang sedang mereka butuhkan.
"Jadi Bella, itu yang sebenarnya terjadi. Om hanya, hanya nggak kuat menceritakan hal sebenarnya, karena itu akan membuat om sangat lemah," katanya.
Aku mengangguk. Paham, paham sekali. "Om tahu siapa nama ibukku?"
"Om nggak tahu, Bella, om nggak pernah tahu dengan siapa ayah kamu punya hubungan, dia terlalu pintar untuk menyembunyikannya," kata Om Rafi.
"Tapi apa mereka benar-benar tidak menikah?" Tanyaku.
Om Rafi mengembuskan napas beratnya. "Begini, Bella, Restu itu anak kesayangan, dia selalu membanggakan orang tua, dan saat dia kecelakaan dengan orang yang mungkin itu ibu kamu, Restu pasti tidak akan bilang ke ibu. Sama halnya dengan ketika aku menemukan botol-botol minuman, dia hanya bilang, "ini koleksi". Atau, rokok pertamanya.
"Ibu selalu menyangka bahwa kau yang minum, merokok, bahkan aku dituduh menghamili Dahlia, dulu. Sumpah, kami benar-benar dari nol, aku melamarnya, seminggu setelah kami berkenalan. Dia menerima."
Om Rafi memgelus lembut tangan bibi. "Kamu tahu Bell, bahwa ketika awal-awal, ibu menyangka kamu ini anak kami. Bahkan ketika om meminjam uang untuk membeli susu kamu, untuk anaknya Restu. Ibu tidak percaya. Dia bertanya langsung ke Restu, dan tahu? Restu hanya mengiyakan, dan ibu tetap nggak minjemin om uang."
Astaga, aku baru tahu seperih apa hidup omku. Selama aku hidup dengannya, baru kali ini aku melihat om sangat-sangat terluka.
Kemana saja aku selama ini. Dan sekarang aku cukup lega, cukup lega untuk memilih Pras. Dia memang orang yang tepat.
"Rasanya sakit Bella, itu juga alasan om sama sekali tidak menginginkan harta mereka, sepeserpun om tidak menginginkannya."
Pras meremas tanganku menenangkan. "Jadi Bella, lupakan ayahmu, bangunlah keluargamu sendiri. Tinggalkan mereka yang juga meninggalkanmu."
Tangisku pecah. Dan Pras merangkulku, dia mengusap kepalaku dengan sayang. Aku tahu, aku berada dengan orang yang tepat.b
Dan, terima kasih om, karena telah memilihkan pria ini untukku.
Moodku masih belum baik. Sepanjang malam ini, Pras mengelus-elus rambutku, mengecupi pipiku. Dia tahu betul aku ini sedang sangat membutuhkan itu.
Walau mukanya udah mupeng. Tapi dia tahan-tahan, dan tetap memelukku. Aku sedang tidak ingin, aku malas melakukan apapun kecuali bersedih, untuk diriku sendiri. Untuk om Rafi dan untuk diriku sendiri.
Kami anak terbuang. Rasanya sakit sekali. Aku bahkan tak pernah membayangkan ini sebelumnya. Membayangkan kekejaman yang dilakukan ayah, nenek, kakek, atau bahkan ibuku.
Dan apa dia sama sekali tidak mengenali putrinya sendiri? HA! Mana mungkin, aku terlalu kecil saat itu untuk dia rekam wajahku.
Aku memang si anak buangan. Anak haram. Anak yang tidak diinginkan. Aku bergelut dengan pikiran kenapa ayah membuangku? Setidaknya, jika dia tidak mau aku ada, kenapa dia harus mengahamili ibuku.
Dadaku sesak! Rasanya sakit sekali. "Pras..." kataku.
"Apa sayang?" Tanya Pras.
"Nanti kamu jangan pilih kasih ke snak kita, ya," kataku.
"Sure!" Lagi-lagi kurasa dia mengelus pipuku. "Jangan dipikirin terus Bell, mending sekarang kamu nangis aja! Aku nggak apa-apa! Nangis sampe air mata kamu kering. Besok pagi, kita jalan-jalan."
Aku mengangguk, dan memeluk Pras. Hanya itu yang bisa kuperbuat. Nyatanya, pikiranku berkelit. Pikiranku mulai kemana-mana.
Dan kurasa celana dalamku basah. Pasti aku pipis. Namun saat kusibak selimbut yang kupakai, terlihat darah sangat kontras dengan warna sprei yang putih. Pras yang tidak menyadari itu karena memejamkan mata, aku langsung membangunkannya.
Aku panik bukan main. "Pras bangun, aku pendarahan..." kataku.
Dia langsung membuka matanya, dan melihat darah. Dia bangkit dari kasur. "Jangan bergerak, aku telefon dokter sekarang."
Dia panik. Dan menangis. Tapi itu semua bukan hal yang ingin aku pikirkan. Hal yang sekarang memenuhi pikiranku, apa bayiku juga tidak mau menerima keadaan ibunya, keadaan ibunya, apa aku seorang ibu haram?
31 MARET 2019
VOTE?
KAMU SEDANG MEMBACA
He Buys Me ✔
Romansa[Telah Selesai] Aku kembali berdeham. "Bell, inget kamu sekarang istri aku, harus nurut. Selagi aku nggak ngerugiin diri kamu, kamu harus ikutin mauku." * * * Kedatangan seorang pria yang tidak pernah diduganya membawan...