Karya: Ana
Dekapan hangat itu masih terasa, erat memeluk tubuhku. Mata hitammu seakan tak pernah lepas mengamati gerak-gerikku. Bibirmu seolah tak pernah menurunkan sudut-sudutnya, demi diriku. Yang jadi pertanyaanku, apakah wajahmu tak pernah pegal melakukan itu semua?
Jika saja kita bertukar tubuh, bisa dipastikan lebih baik aku memunggimu dan berjalan menjauh.
Tapi kau berbeda, aku begitu kagum padamu. Jika saja kamu benar-benar akan melakukan apa yang akan aku lakukan di atas, pasti sapaan pagi darimu tak akan lagi pernah memasuki gendang telingaku. Senyum cerahmu tak akan pernah lagi tersimpan di dalam memori. Dan setiap dekapan hangatmu, tak akan pernah kurasakan lagi.
Untung saja kau tak seperti itu. Jika ditanya apakah aku bersyukur memilikimu, tentu aku akan menjawabnya bersemangat, "IYA!". Tapi apalah daya, tak akan pernah satu katapun terlontar dari bibirku. Karena aku hanya bisa bahagia dalam keterbisuan. Tak akan pernah bisa kuungkapkan.
Tapi aku yakin kamu tahu, bahwa aku juga mencintaimu lebih dari apapun. Bahkan ucapan terimakasih yang terpancar dari mataku tak akan pernah bisa membalas segala kebaikanmu. Terlalu banyak sampai mungkin aku akan lelah sendiri menghitung.
Ah lelah juga mencurahkan isi hati lewat tulisan. Kapan-kapan akan kutuliskan sesuatu yang lebih "Wow" lagi tentangmu. Lebih menyenangkan dari pada ini, karena aku ingin orang mengenalmu sebagai sosok yang baik hati.
Semarang, 6 Maret 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
30 DWC Jilid 17
Poetry[ANTI PLAGIAT-PLAGIAT KLEB] Mungkin emang gak menarik di awal, tapi coba baca aja. Bab empat seterusnya kutujukan untuk seseorang yang sudah begitu memberiku inspirasi. B ... A ... semua. Tapi, kalian berdua lah yang paling berpengaruh. Tulisan ini...