Karya: Ana
Katamu kemarin malam, aku sudah berubah. Batinku menyeru dalam diam, sebetulnya di sini siapa yang berubah? Aku atau kamu? Justru aku merasa kamu yang berubah. Kenapa kamu justru mengatakan bahwa aku yang berubah?
Karena malam kemarin juga, pertengkaran pertama di antara kita terjadi. Paling hebat kalau menurutku. Bisa saja kemarin aku menonjokmu kuat saking tak bisanya menahan emosi. Tapi sayangnya emosiku masih bisa dikontrol, padahal aku masih belum puas melawanmu hanya dengan kata-kata.
Katakanlah aku cewek tak tahu diri. Tapi biarlah, toh dia juga cowok yang tak tahu diri. Kita sama-sama, lah. Jadi seharusnya tidak ada pertengkaran di antaranya. Yah ... pengennya sih begitu, tapi mana ada hubungan tanpa rintangan? Tak akan pernah seru jika konflik tak ada, terasa datar dan hambar. Tak menantang kalau menurutku. Karena dalam novel pun konflik harus ada, supaya pembaca tidak bosan. Ya begitu juga hidup, tanpa konflik hidup terasa datar.
Ah, iya ... kemarin malam kamu juga mengatakan sesuatu, yang membuatku sukses merasa tak nyaman. Apa, ya. Aku lupa.
Oh iya, kamu mengatakan bahwa sebentar lagi kamu akan pergi. Meninggalkanku sendirian. Ya sebetulnya tak begitu masalah bagiku, hanya saja sepertinya aku berat melepasnya. Haa ... itu, kan masalah juga, hehe.
Nah di sini, semakin kusimpulkan bahwa kamu yang berubah, bukan aku. Kamu yang dulunya humoris dan friendly banget, sekarang justru menjadi kaku. Apa ini awal kamu mulai menjauh dariku? Kenapa juga tak bilang sejak awal jika akhirnya akan menjauh seperti ini?
Semarang, 13 Maret 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
30 DWC Jilid 17
Poesie[ANTI PLAGIAT-PLAGIAT KLEB] Mungkin emang gak menarik di awal, tapi coba baca aja. Bab empat seterusnya kutujukan untuk seseorang yang sudah begitu memberiku inspirasi. B ... A ... semua. Tapi, kalian berdua lah yang paling berpengaruh. Tulisan ini...