4.

843 161 2
                                    




IV.
The Barista

Sudah satu minggu Seulgi berada dalam suasana hati yang tidak begitu baik. Tiada hari tanpa memikirkan bagaimana cara agar dia bisa mendapatkan pacar. Semenjak Daniel berterus terang kepadanya dia lebih banyak mengkhayal. Ia lebih sering terlihat seperti mayat hidup daripada gadis enerjik dan ceria.

"Seulgi? Kang Seulgi!!!" Panggil seorang barista yang melihatnya berdiri sambil mengkhayal. Barista memanggilnya dengan cukup keras sehingga beberapa pelanggan cafe menatap sang barista dan dirinya secara bergantian. Seulgi pun merasa malu diperhatikan oleh banyak orang. "Ada apa Oppa? Tidak perlu berteriak seperti tadi juga." Katanya pelan ketika sudah berhadapan dengan barista itu.

"Aku memanggilmu sebelumnya tapi kau tidak mendengarnya makanya aku berteriak." Jelas sang barista lalu memberikan nampan berisi segelas matcha latte dan ice americano. "Berikan pesanan ini di meja nomor tujuh." Perintah barista itu kepada Seulgi. Dia pun membawa nampan itu ke meja yang dimaksud.

Ternyata disana ada dua pria dengan setelan jas formal. "Permisi tuan, ini pesanan anda." Katanya sambil tersenyum lalu mengeluarkan minuman dari nampan. Ketika ia baru saja memegang gelas yang berisi ice americano, seseorang terlihat sengaja menyenggolnya dan membuat minuman itu tumpah dan mengenai salah satu pelanggan di meja itu.

"Astaga!" Pekiknya panik lalu mengeluarkan kain lap bersih dari apron kanvas miliknya dan mulai membersihkan setelan jas yang bisa diperkirakannya memiliki harga lebih dari satu juta won. "Biar aku saja." Setelah si pelanggan mengambil kain itu dari tangannya ia mengambil kain lainnya untuk membersihkan meja yang basah. "Aku sungguh minta maaf tuan. Saya sama sekali tidak bermaksud-"

"Makanya jadi pelayan itu yang benar, jangan tebar pesona!" Seulgi otomatis mencari dimana asal suara itu.

Deg.

Ternyata dia adalah Joohyun, si gadis kaya yang hampir memiliki segalanya dan membenci Seulgi tanpa alasan. Dia membenci Seulgi semenjak mereka di bangku SMA. "Kau pelayan yang tidak becus! Kau pantas untuk dikeluarkan!" Tambahnya lagi dengan suara melengking dan membuat seluruh perhatian cafe tertuju kepada mereka.

"Cukup! Jangan menuduh orang sembarangan. Kau yang pantas keluar dari sini karena kau adalah dalang dari kekacauan ini." Kata pelanggan yang menjadi korban. Ternyata dia menjadi saksi bagaimana kronologis Joohyun menyenggol Seulgi dengan sengaja. Suara bassnya terdengar begitu tajam.

"Biarkan aku yang membayar semuanya, tuan." Kata Seulgi dengan kepala menunduk. Kedua pelanggan itu bergegas pergi tetapi salah satu dari mereka sempat singgah ke meja kasir. Tak lama kemudian Joohyun ikut melangkahkan kakinya keluar dari situ karena mendapatkan tatapan tak suka dari sebagian besar yang ada dalam cafe itu.

"Pulanglah dan tenangkan dirimu, Seulgi. Pelanggan tadi tetap membayar, jadi kau tidak perlu khawatir." Kata barista yang entah kapan sudah berada disampingnya lalu menepuk punggungnya pelan.

***

Daniel begitu penasaran dengan kakaknya kali ini. Sudah seharian penuh Seulgi mengurung diri dalam kamar. Hanya keluar sesekali untuk membersihkan badan ataupun buang air kecil. Ini adalah akhir pekan dan biasanya gadis itu akan beraktivitas membersihkan rumah, berbelanja ke pasar dan memasak masakan enak untuknya dan Ayah mereka.

"Noona?" Daniel akhirnya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Seulgi. "Noona?" Panggilnya lagi. Ia diam beberapa saat dan mulai membuka pintu yang ternyata tidak dikunci. "Noona aku lapar." Katanya ketika sudah berada disamping kasur. Seulgi masih tidak bergeming. Diam menutupkan kepalanya dengan bantal.

Pria itu pun akhirnya memberanikan diri untuk mengambil bantal yang menutup wajah kakaknya. "Noona, aku minta maaf soal waktu -"

"Noona! Matamu sembab! Ada apa?" Dia cukup kaget melihat mata Seulgi yang kemerahan dan bengkak. Seperti sehabis menangis hebat. "A-aku... Memimpikan Ibu,"

"Mau Ziarah?"

***

Penonton bersorak ria begitu Seulgi mengakhiri lagu yang dinyanyikannya. Kebanyakan dari para penonton memuji ekspresi dan lagu yang Seulgi bawakan sangat sinkron sehingga mereka larut dalam nyanyian gadis itu. Ia menyanyikan lagu sedih untuk mengeksperikan perasaannya kali ini. "Wah, uri Seulgi menyanyikan lagu sedih untuk pertama kalinya disini dan sukses membuat penonton tersentuh. Salut untukmu, Seulgi!"

"Aish! Kau membuatku malu, Oppa." Balas Seulgi kepada Seokjin, yang ternyata adalah barista dimana tempat Seulgi bekerja paruh waktu. Seulgi bekerja sebagai freelance singer di cafe lain, bukan cafe dimana dirinya dan Seokjin bekerja. Alasannya simple, yaitu dia tidak ingin rasa bosan menghampirinya. Seokjin datang hanya untuk mendengar dirinya bernyanyi. Pria itu mengakui keahlian Seulgi dalam mengolah vokal.

"Kau tidak melihat wajah takjub mereka? Aigoo, sepertinya bocah kecil ini membutuhkan kacamata sekarang." Ledek Seokjin yang langsung dibalas pukulan ringan dari tangan Seulgi. "Ya! Umurku sudah tidak bisa lagi digolongkan dalam kategori bocah!" Seulgi lalu mendengus setelah mengatakannya. "Aha~ berarti umurmu sudah mapan untuk kawin hmm?"

"Cih! Otak Oppa itu hanya ada kawin, kawin dan kawin." Seulgi menggelengkan kepalanya lalu menyilangkan tangan didepan dada. "Kalo memang sudah ingin kawin cari gadis yang mapan dan langsung dilamar."

"Tapi kau adalah gadis yang sudah mapan bukan?" Seokjin mengangkat keduanya alisnya.

"Iya. Tapi aku ingin pacaran dulu bukannya langsung nikah." Jawaban Seulgi terdengar begitu polos.

"Jadi bagaimana jika kita pacaran dulu baru menikah?"

Deg. Jantung Seulgi tiba-tiba berdetak cepat tidak seperti biasanya.

"Kau tidak tahu jika selama ini Ayah selalu menantikanmu membawa pria untuk diperkenalkan kepadanya?"

Gadis itu hanya diam termenung sementara Seokjin dalam diam menunggunya bersuara dengan senyum tersungging diwajahnya.

______________________________

Twitterpated be continue

Selamat bulai mei yeayyy 💛

TwitterpatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang