Part 6: EMOSI

3.3K 312 2
                                    

Alarm di ponsel Widuri berbunyi sejak setengah jam lalu, tapi gadis dengan tinggi 172 cm itu belum juga bangun. Jam kerja dimulai pukul 7 pagi, sedangkan sekarang sudah pukul 6. Pada jam itu biasanya Widuri sudah berada di perjalanan. Tersisa satu jam untuk sampai di Rumah Ananda.

Alarm kembali berbunyi, dengan malas dan mata masih terpejam, Widuri mengambil ponselnya di atas nakas. Beberapa novel yang ditumpuknya di dekat ponsel jatuh akibat tersenggol.

Widuri memaksakan matanya agar terbuka dan seketika ia membelalak menatap jarum jam di ponselnya.

Mampus gue.

Secepat kilat ia turun dari kasur. Menggosok gigi lalu mencuci wajahnya dengan sabun beras yang dipercaya bisa membuat wajah kinclong. Widuri berniat mandi, tapi dibatalkannya. Semalam habis mandi gue langsung tidur, nggak keringetan, kamar gue juga pake AC, nggak usah mandilah, pikirnya.

Ia membasahi ketiak dan daun telinganya dengan air, juga setiap lipatan tubuhnya. Kini ia merasa sedikit lebih segar.  Setelah selesai berganti pakaian, Widuri mengambil ranselnya lalu berangkat kerja. Tempat tidurnya dibiarkannya berantakan. Semoga Bandung pagi ini tidak macet.

***

Widuri melangkah cepat, tersisa lima belas menit lagi. Napasnya keluar masuk dari mulut dan dahinya mulai berkeringat. Sesungguhnya jarak dari tempat Widuri turun dari bus ke Rumah Ananda tidak terlalu jauh, hanya  membutuhkan waktu lima menit dengan berjalan santai. Tapi, Rhea memintanya datang lebih awal kemarin.

Setiap hari jum'at mereka membawa anak-anak keliling kompleks perumahan. Selain untuk berolah raga, kegiatan itu bertujuan agar anak-anak belajar bahwa hidup tidak berjalan begitu-begitu saja. Adakalanya kita harus berada di tempat dan suasana yang berbeda. Bisa jadi, apa yang kita  alami tidak sesuai dengan keinginan kita.

Pagar Rumah Ananda yang beberapa hari lalu baru selesai di cat sudah terlihat. Widuri semakin mempercepat langkah, dia tidak mau ketinggalan. Apalagi ini hari pertamanya ikut keliling kompleks.  

Widuri membuka pintu pagar sekuat tenaga dan ternyata mengenai tubuh Arsenio, salah satu terapis ABA (terapi perilaku). Pria berperut buncit tersebut terkejut lalu meringis kesakitan.

Widuri pun tak kalah terkejut. Arsenio menarik pintu pagar dengan kasar hingga terbuka lebar dan membentur dinding. Widuri spontan melepas tangannya  dari pagar. Mereka berhadapan.

"Eh, sorry sorry... gue nggak sengaja," katanya menyesal lalu menggigit bibir bawahnya.

"Kau itu, ya. Dari pertama kau datang di tempat ini, udah nggak suka aku samamu. Kerjamu cuma bikin kacau! Nggak ada satu pun pekerjaanmu yang benar!" bentak lelaki berdarah Batak  tersebut. Widuri yang masih ngos-ngosan langsung tersulut emosi.

"Woi, nyolot banget sih lo! Gue kan udah minta maaf sama lo! Kalau lo nggak suka sama gue, gih jauh-jauh dari gue. Nggak ada yang nyuruh lo suka sama gue. Minggir lo!" kata Widuri ketus.

Arsenio menyingkir, kalau tidak gadis yang jauh lebih tinggi darinya itu pasti sudah menabraknya.

"Nggak sudi aku suka sama cewek kayak kau, ya!" teriak Arsenio pada Widuri yang berjalan masuk ke Rumah Ananda.

Widuri tidak menghiraukan teriakan Arsenio. Dia menemui Rhea yang ternyata ada di ruangannya bersama beberapa orang anak. Wajahnya masih tampak kesal. Siapa yang tahu kalau Arsenio  ada di belakang pagar? Siapa juga yang nyuruh dia suka sama gue? Dasar cowok aneh! Orang gila!

PROMPTER: Cinta dalam KetidaksempurnaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang