Part 8: BERSIROBOK

2.8K 248 4
                                    

Tidak banyak murid Rumah Ananda yang ikut kegiatan jalan pagi keliling kompleks sebab kegiatan itu hanya diperuntukkan bagi anak-anak spesial yang sekolah di Rumah Ananda. Jam sekolah di Rumah Ananda dimulai pukul 7 pagi dan berakhir pukul 12 siang. Setelah anak-anak pulang, para terapis bisa beristirahat sampe jam 1 siang. Setelah itu jam terapi dimulai.

Setiap jam, para terapis menangani anak yang berbeda. Bila ada murid yang tidak datang, para terapis bisa beristirahat lebih lama, tapi itu kejadian langka. Atau bisa juga mereka menyiapkan materi untuk anak selanjutnya. Biasanya orang tua murid tidak mau rugi karena telah membayar mahal untuk biaya terapi. Kalau pun anak mereka tidak datang terapi, para orang tua biasanya meminta jam peganti.

Bila di sekolah umum satu guru dipercaya untuk memegang hingga dua puluh murid lebih, maka seorang terapis atau guru anak berkebutuhan khusus hanya menangani satu anak pada jam sekolah dan satu anak setiap jamnya pada saat terapi. Sekolah untuk anak berkebutuhan khusus berbeda dengan sekolah anak normal. Materi yang diberikan pun jauh berbeda.

Salah satu kegiatan sekolah yang disukai para terapis adalah jalan keliling kompleks yang sering dianggap sebagai refreshing. Namun, itu tidak berlaku bagi Widuri. Ia stres. Jalan santai yang mereka lakukan bersama ternyata di luar perkiraannya. Tadinya dia berpikir bisa jalan bebas tanpa harus mengurus anak orang karena setiap murid yang ikut memiliki guru masing-masing, sedangkan dirinya hanya bertugas membantu guru atau terapis.

Tapi nyatanya, Arsenio memintanya untuk memegang Tyra, sedangkan lelaki bertubuh agak gemuk itu menangani Kevin yang sudah beranjak remaja dan sudah memiliki rasa suka terhadap lawan jenis. Bu Puji, terapis Tyra, tidak masuk karena sakit.

Di jalan menuju taman bermain, tiba-tiba Tyra mengamuk. Ia berguling-guling di jalan. Bajunya kotor akibat terkena debu jalanan. Widuri mencoba mengangkatnya, tapi Tyra lepas dari tangannya dan jatuh menghantam aspal. Lutut gadis kecil itu terluka hingga mengeluarkan darah. Siku dan ruas jarinya lecet.

Rasanya Widuri sudah ingin lari. Tatapan orang-orang yang lewat pun seolah berkata, "Cantik-cantik tapi anaknya nggak normal." Kalau bukan karena sedang menangani Tyra, sepatunya pasti sudah melayang ke arah mereka. Tanpa sadar, Widuri berteriak pada Tyra.

"Bisa diem nggak sih lo? Gue capek. Hidup gue udah susah, jangan lu bikin tambah susah lagi! AAaaaa...."

Sontak rekan-rekan terapis menoleh ke arah Widuri. Ada yang mengerti kondisi Widuri, seperti Rhea, tapi ada juga yang geleng-geleng kepala. Bu Sri, salah satu terapis senior buru-buru menitipkan Sachi pada Rhea lalu menghampiri Tyra dan mencoba menenangkannya.

Widuri membalikkan badan, bermaksud untuk tidak melihat Tyra barang sejenak. Siapa tahu kewarasannya yang telah hilang mendadak muncul kembali. Namun, tatapannya bersirobok dengan Arsenio. Lelaki itu seolah ingin menelannya.

"Apa lo deket-deketin gue? Mau bikin gue tambah pusing lagi? Mau buat masalah lagi sama gue?" bentak Widuri.

"Kau itu, ya. Jangan main kasar sama anak-anak!" tegas Arsenio.

"Lo yang pancing gue main kasar! Minggir Lo! Jangan ngalang-ngalangin jalan gue!" bentaknya lagi.

"Kau bebas pergi tanpa aku harus bergeser seinci pun. Kanan kiriku kosong. Silakan kalau mau pergi," kata Arsenio sambil menggerakkan tangannya bak pelayan yang mempersilakan tamunya masuk ke dalam restoran. Ia tersenyum sinis pada Widuri. Gadis itu pergi meninggalkan mereka dengan emosi.

Orang lagi kesusahan bukannya ditolongin. Dia yang lebih dulu kerja jadi terapis, harusnya dia yang pegang Tyra, bukan gue. Enak banget dia main perintah-perintah gue. Siapa dia seenaknya nyuruh-nyuruh gue? Jangan mentang-mentang dia cowok terus gue nggak berani sama dia.

PROMPTER: Cinta dalam KetidaksempurnaanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang