"Tangan ke atas," perintah Rhea sambil mengangkat kedua tangannya.
Adi yang berada di depannya tidak mengikuti perintah yang diberikan. Bocah itu hanya membeo sambil menepuk-nepuk ujung jarinya.
"Tidak." Rhea menurunkan tangannya.
"Adi. Tirukan. Tangan ke atas." Rhea kembali mengulang perintah sambil mengangkat tangannya.
Adi tetap tidak merespon. Pandangannya tertuju pada jarinya.
"Tidak." Rhea kembali menurunkan tangannya. Ia memegang pipi Adi dan mengarahkan pandangan bocah itu pada dirinya.
"Tirukan. Tangan ke atas," perintah Rhea sambil mengangkat kedua tangannya.
Rhea menunggu Widuri yang duduk di belakang Adi untuk membantu anak itu mengangkat tangan. Tapi, Widuri malah diam saja. Tubuhnya memang berada di ruang terapi, tetapi pikirannya entah berada di mana. Sebentar memikirkan orang tuanya yang akan berangkat ke Medan, kemudian otaknya merangkai kata untuk disampaikan pada ayahnya, lalu ia juga teringat lagi dengan isi surat kontrak kerjanya. Jumlah pinalti yang harus dibayarnya juga menari-nari di otaknya dan seakan menjulurkan lidahnya meledek Widuri.
Dengan cepat Rhea memegang kedua tangan Adi lalu mengangkatnya ke atas.
"Iya. Ke atas," Kata Widuri riang sambil bertepuk tangan.
Adi tidak merespon kegembiraan Rhea. Mulutnya terus mengucapkan "A... gu... A... gu...". Ujung-ujung jarinya bertemu, seolah sedang bertepuk tangan.
Rhea mengambil tiga buah kartu dari rak plastik. Masing-masing kartu bergambar apel, pisang, dan jeruk. Rhea akan mengajarkan identifikasi buah pada Adi, setelah bulan lalu bocah lelaki itu berhasil menyamakan semua kartu buah.
Minggu lalu Adi juga sudah lulus identifikasi 2 kartu buah. Kali ini ia menambahkan satu kartu lagi untuk menaikkan tingkat kesulitannya. Rhea menyusun kartu berurutan di tangan kirinya. Gambarnya di arahkan pada Adi, supaya Adi dapat melihat dengan jelas gambar yang terdapat di kartu. Dengan cepat Rhea memindahkan kartu yang ada di bagian belakang ke bagian depan sambil menyebutkan nama buahnya. Tulisan yang berada di belakang kartu membantu Rhea untuk mengetahui nama buah yang akan dia sebutkan. Mata Adi ikut turun naik mengikuti irama pergantian kartu.
"Apel. Pisang. Jeruk. Apel. Pisang. Jeruk. Apel. Pisang. Jeruk."
Rhea meletakkan ketiga gambar itu di atas meja dengan posisi sejajar.
"Adi. Pegang apel!" perintah Rhea.
Adi menepuk kartu bergambar apel yang berada di dekat tangan kanannya.
"Ya," kata Rhea lalu mengambil kartu dan menukar posisinya.
"Adi. Pegang apel!"
Adi menepuk kartu bergambar apel yang kini berada di sebelah kirinya.
"Ya." Rhea kembali mengambil kartu dan menukar posisinya.
"Adi. Pegang apel!"
Adi kembali memegang kartu bergambar apel.
"Ya," kata Rhea girang.
"A... gu... A... gu...," kata Adi.
Rhea memberikan sebuah kentang goreng pada Adi sebagai reward. Ia lalu melirik ke arah Widuri. Sahabatnya itu masih duduk di belakang Adi sambil menopang dagu. Rhea berdiri dan menggeser meja setengahlingkaran yang membantu Adi untuk dapat belajar duduk.
Anak-anak berkebutuhankhusus biasanya mengalami kesulitan untuk dapat duduk dalam waktu lama, olehsebab itu mereka membutuhkan meja khusus supaya tidak kabur pada saat terapi.Untuk anak-anak yang baru belajar duduk, biasanya para terapis akan menjepitkaki si anak dengan kaki mereka. Biasanya tidak dalam waktu lama. Sesudahselesai satu materi, para terapis akan membiarkan mereka untuk keluar dari mejasetengah lingkaran untuk beberapa detik, kemudian mereka akan kembali didudukkan di kursi dan mendapatkan materi terapi.
Perlahan-lahan, waktu untuk duduk akan ditambahkan, sampai akhirnya mereka dapat duduk tanpa harus dibantu. Duduk membutuhkan banyakenergi dan konsentrasi tinggi, sehingga banyak anak berkebutuhan khusus sulituntuk bisa duduk tenang. Duduk merupakan aktivitas yang melelahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMPTER: Cinta dalam Ketidaksempurnaan
Romanzi rosa / ChickLit[TAMAT] #1 autis per 22 Sept - 21 Okt 2019 Widuri, seorang lulusan sastra Indonesia mempunyai mimpi menjadi editor, tapi tak ada satu pun panggilan interview yang datang. Sampai akhirnya, Rhea, sahabatnya, menawarkannya untuk bekerja sebagai prompte...