Widuri berdiri di depan Rumah Ananda yang tampak masih sepi. Seperti biasa, hanya ada Mas Seno yang sedang asyik mengumpulkan daun-daun kering ke dalam keranjang. Lelaki itu tidak menyadari kedatangan Widuri.
Gadis bertubuh tinggi bak model itu memegangi tali ranselnya, menarik napas panjang lalu mengembuskannya.
Gue ada di sini lagi. Huft.... Kekacauan apa lagi yang bakal terjadi dalam hidup gue?
"Woy, Neng! Kenapa bengong di sini? Udah sehat lo?" Rhea menepuk pundak Widuri.
"Onta! Ngagetin aja lo," tukas Widuri. Rhea tertawa melihat ekspresi teman kecilnya itu.
"Lo beneran udah sehat, Neng? Kalau belum fit banget mending nggak usah kerja, daripada nanti lo pingsan lagi di depan rumah Arsenio," kata Rhea cekikikan.
"Kok lo tahu? Kayaknya gue nggak pernah cerita itu deh," kata Widuri bingung. Dia memang sengaja tidak menceritakan seluru kejadian yang terjadi selama dua minggu belakangan ini. Widuri hapal betul sifat sahabatnya yang sering menggodanya.
"Hebat kan gue," balas Rhea sedikit sombong. "Tapi lo yakin udah sehat banget nie?" lanjutnya.
"Kalau belum sehat gue nggak akan ada di sini, Onta. Perasaan belakangan ini lo jadi rese banget deh," seloroh Widuri.
"Gue biasa aja kok," balas Rhea. Deretan gigi putihnya membuat Rhea terlihat semakin manis.
"Tapi gue perhatiin, belakangan ini Arsenio perhatian banget sama lo. Sampe tiap hari jenguk lo ke rumah sakit." Rhea melirik nakal ke arah Widuri.
"Menurut gue dia cuma ngejalanin tugasnya sebagai atasan," kilah Widuri.
"Kalau menurut gue sih nggak. Arsenio nggak pernah begitu ke karyawan lainnya."
Pembicaraan dua sahabat itu terpotong oleh suara pintu pagar terbuka dari rumah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Rumah Ananda. Mereka berdua spontan menengok ke sumber suara. Setelah menutup pagar, Arsenio berjalan menuju tempat kerjanya.
"Masuk, yuk!" kata Widuri cepat sambil menarik tangan Rhea.
"Sepertinya gue mencium aroma cinta di sini."
"Cinta pala lo peang!"
"Kayaknya dia naksir lo, Neng."
"Gue kagak! Sampe kapan pun gue nggak bakalan mau sama tuh orang."
"Hati-hati kemakan omongan lo sendiri nanti. Semoga mereka jadian ya, Tuhan." Rhea tertawa lepas.
"NO WAY! Dia bukan tipe gue. Mending lo urusin si Seno noh yang dari tadi ngeliatin lo tanpa ngedip."
Rhea menoleh ke arah Mas Seno. Lelaki berkebutuhan khusus itu melambaikan tangan dan melemparkan senyum semringah ke arah Rhea. Rhea buru-buru memalingkan wajah dan bergegas masuk ke ruang terapi. Widuri tersenyum puas penuh kemenangan.
***
"Selamat siang, Pak. Saya Arsenio. Bapak masih ingat saya?"
"Arsenio?" Pak Linggom mencoba mengingat-ingat nama itu. Sepertinya tidak asing.
"Ini Nak Arsenio yang pernah ketemu saya di pesawat kan?" tanya Pak Linggom meyakinkan.
"Iya, Pak. Betul sekali."
"Ada apa, Arsenio? Apa ada yang bisa saya bantu?"
"Arsenio duduk di kursi kerjanya dan memberitahukan acara pentas seni yang akan dilakukan pada hari Jumat sore untuk penggalangan dana bagi keberlangsungan Rumah Ananda dan membantu anak-anak berkebutuhan khusus yang kurang mampu.
Arsenio sangat berharap Pak Lingggom dapat hadir di acara itu. Setelah mendengar penjelasan dari Arsenio, Pak Linggom berjanji akan datang bersama keluarganya. Dan tentu saja dia akan mengajak Widuri. Arsenio menutup telepon dan kembali ke ruang terapi. Semoga Pak Linggom tertarik menjadi donatur di Rumah Ananda.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMPTER: Cinta dalam Ketidaksempurnaan
Chick-Lit[TAMAT] #1 autis per 22 Sept - 21 Okt 2019 Widuri, seorang lulusan sastra Indonesia mempunyai mimpi menjadi editor, tapi tak ada satu pun panggilan interview yang datang. Sampai akhirnya, Rhea, sahabatnya, menawarkannya untuk bekerja sebagai prompte...