"Iya, Pa. Widuri nggak bisa resign. Uang pinaltinya bisa buat buka toko baru."
Widuri menghela napas. Masih tidak rela kalau uang orang tuanya harus melayang begitu saja. Tapi dia juga masih belum ikhlas untuk menjalani masa kontraknya selama sebelas bulan ke depan.
Rencana kepulangan Pak Linggom ke kampung akhirnya diperpendek menjadi satu minggu. Pak Linggom meminta Theo untuk mengambil jatah cutinya dan menjaga toko mereka di Mangga Dua. Untung saja Theo bersedia. Pak Linggom dan istrinya langsung berangkat ke Medan siang itu juga tanpa menunggu kedatangan Widuri lagi.
***
Widuri menuruni tangga dengan lantai motif kayu berwarna cokelat muda. Bajunya sudah mulai kering. Matanya menyapu sekeliling ruangan. Kosong. Semua orang sedang melaksanakan tugasnya masing-masing. Suara para terapis yang memberikan materi kepada anak-anak sayup-sayup terdengar. Berarti Arsenio pun sedang berada di dalam ruangan, pikir Widuri. Buru-buru ia menuruni tangga lalu masuk ke ruangan Rhea. Dia mendapati sahabatnya sedang menggunting poster bergambar hewan. Kartu hewan yang biasa Rhea pakai sudah banyak yang rusak sehingga harus diganti dengan yang baru.
"Onta, kok gue dari tadi nggak liat si Airseni, ya?"
"Kenapa memangnya? Lo kangen sama dia?" Rhea balik bertanya dengan nada datar. Matanya tetap fokus pada poster dan gunting di tangannya.
"Amit-amit gue kangen sama dia. Tampang udah kayak badut gitu. Gue cuma aneh aja, biasanya kan dia udah berkoar-koar. Tapi, hari ini nggak kedengaran sama sekali suara ketawanya."
"Lo kangen sama ketawanya Arsenio?" tanya Rhea lagi tetap dengan nada datar dan tidak menoleh ke arah suara Widuri.
"Astaga, Onta! Lo kesambet apaan, sih? Dari tadi omongan lo ngaco." Widuri menowel lengan Widuri.
"Kalau lo kangen juga nggak papa kali. Dia masih available, kok. Masih jomblo, sama kayak lo," ledek Rhea. Kali ini Rhea menunjukkan barisan giginya yang putih bersih.
"Lo denger baik-baik, ya. Gue, Widuri Maharani, nggak bakalan sudi kangen sama dia. Sampai kapan pun. Selama-lamanya. NO WAY!!" balas Widuri sambil berkacak pinggang. Jari telunjuknya digerak-gerakan bak wiper mobil.
"Kalau misalnya kalian jodoh gimana?" ledek Rhea lagi. Sebelah alisnya terangkat.
"Gue bakalan muntah tujuh turunan. Udah, ah. Rese banget sih lo. Kayaknya gara-gara habis mandiin Adi ni, otak lo jadi korslet."
"Enak aja, lo. Lo kira di tubuh gue ada aliran listriknya apa?"
"Gue yakin ada. Soalnya kalau Mas Seno ngeliat lo, pasti dia langsung hidup. Eh, semangat maksudnya."
"Kurang asem. Lo malah ngeledekin gue balik," sembur Rhea sambil melempar mobil-mobilan ke arah Widuri.
Aksi saling ledek terus berlanjut. Kedua gadis tersebut tertawa sampai mengeluarkan air mata. Widuri dan Rhea memegangi perut mereka yang kram. Rasanya sudah lama sekali mereka tidak tertawa lepas begini. Sejak seminggu lalu tepatnya, ketika Widuri menginjakkan kaki di Rumah Ananda.
Gelak tawa terhenti ketika terdengar suara ketukan di kaca bulat yang terdapat di pintu. Sontak Widuri dan Rhea melihat ke arah kaca. Wajah Bu Rina terbingkai dengan baik di kaca tersebut. Wanita paruh baya yang terkenal galak dan sering memotong perkataan orang lain itu menempelkan jari telunjuknya di bibir sebagai isyarat bagi mereka untuk tidak ribut. Jam terapi masih berlangsung.
Begitu Bu Rina berlalu, mereka kembali tertawa. Tapi sial, Bu Rina belum pergi terlalu jauh dari ruangan Rhea. Bu Rina membalikkan badan lalu membuka pintu ruang terapi.
=============================================================
Hai readers,
Maaf banget baru bisa update lagi. Seminggu ini lagi sibuk ngurusin buku yang mau open PO dan promo-promo tentunya.
Nah, itu dia bukunya. Kalau ada yang berminat tinggal kirim pesan aja. Pasti aku balas.
Selamat membaca.
Kisah Widuri akan tetap aku update.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMPTER: Cinta dalam Ketidaksempurnaan
Literatura Kobieca[TAMAT] #1 autis per 22 Sept - 21 Okt 2019 Widuri, seorang lulusan sastra Indonesia mempunyai mimpi menjadi editor, tapi tak ada satu pun panggilan interview yang datang. Sampai akhirnya, Rhea, sahabatnya, menawarkannya untuk bekerja sebagai prompte...