"Dia nggak ngapa-ngapain gue, kok. Dia cuma ngomong gitu sama minjemin gue buku buat dibaca. Noh, bukunya masih ada di atas nakas, belum gue sentuh. Tapi, gue bener-bener kaget pas ngeliat papan namanya dia, ternyata si Airseni atasan gue. Dan gue udah bentak-bentak dia dari pertama kali gue ketemu dia. Kalau gue tahu dari awal, kan sebenarnya gue bisa lebih jaga sikap di depan dia," kata Widuri.
Rhea melirik ke arah sahabatnya itu sejenak, kemudian kembali bermain game.
"Bagus dong kalau dia mau minjemin lo buku, itu artinya dia mau supaya lo belajar. Arsenio itu sebenarnya orangnya baik. Dia memang nggak suka kalau lihat ada yang kasar sama anak-anak, apalagi kalau itu anak berkebutuhan khusus," terang Rhea.
Widuri masih memandang langit.
"Apanya yang baik? Dia mungkin baik sama lo karena lo itu orangnya kalem, keibuan, nurut sama omongannya dia. Nah, kalau sama gue? Dia baik dari segi mananya? Nyebut gue aja dia pake kau kau. Dia kira gue sapi apa?" jawab Widuri sambil memonyongkan bibirnya. Rhea sontak tertawa mendengar ucapan sahabatnya itu.
"Kalau itu mah memang udah dari sononya begitu. Nggak cuma lo aja yang di kau kau-in, hampir semua orang digituin kok sama dia," balas Rhea.
"Hmmm...," balas Widuri singkat, "Terus gue mesti ngapain nie?" lanjutnya.
Rhea baru mau membuka mulut untuk menjawab pertanyaan itu, namun ponsel Widuri berbunyi. Gadis dengan tubuh ramping bak model tersebut meraih ponselnya, ternyata panggilan dari Papa.
"Bokap gue, bentar, ya. Nanti kita lanjut lagi," kata Widuri yang dibalas dengan anggukan oleh Rhea.
Widuri masuk ke kamar dan menjawab telepon dari Papanya sambil berbaring di Kasur.
"Iya, Pa. Ada apa? Oh, aku sehat kok, Pa."
"Gimana pekerjaanmu di sana, Nak?" tanya Pak Linggom.
"Baik-baik aja, Pa," balas Widuri.
"Langsung ajalah, ya. Begini Widuri, Papa dapat kabar dari kampung kalau Opung Borumu (Nenekmu) barusan meninggal. Jadi, Papa dan Mama akan pulang ke Medan."
Pak Linggom mulai bercerita mengenai rencana kepulangannya ke kampung halaman. Widuri sedih mendengar berita itu. Memang dia tidak terlalu sering bertemu Opungnya, tapi ia punya kenangan manis bersamanya saat masih kecil. Widuri selalu mendapatkan apa yang ia mau ketika Opung datang berkunjung ke Jakarta. Opung juga pernah memberikannya cincin emas bermata merah yang sekarang di simpannya di kotak perhiasan karena sudah tidak muat.
"Papa dan Mama kemungkinan akan menghabiskan waktu cukup lama di kampung. Pesta adat opungmu saja bisa sampai tujuh hari. Nah, sekalian Papa dan Mama mau berkunjung ke rumah saudara-saudara kita. Lagipula, Papa sudah lama sekali tidak pulang kampung."
Widuri masih terus mendengarkan perkataan Papanya.
"Jadi, Papa dan Mama kira-kira berapa lama di sana?" tanya Widuri.
"Kira-kira sebulanlah," jawab Pak Linggom.
"Apa? Sebulan? Lama banget, Pa. Terus toko gimana?" Widuri bangun dan duduk di pinggir kasur.
"Nah, ini dia. Berhubung kamu belum lama masuk kerja, Papa rasa kamu bisa mengajukan pengunduran diri. Tanggung jawabmu pasti belum banyak di sana," pinta Pak Linggom.
Widuri terkejut mendengar permintaan Papanya. Memang dia baru bekerja seminggu di Rumah Ananda dan masih dalam tahap pengenalan, belum banyak tanggung jawab yang dipercayakan padanya. Namun, hatinya masih belum rela jika ia harus mengundurkan diri dan menjaga toko ATK milik keluarganya. Sejenak Widuri lupa akan permasalahannya dengan Arsenio.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMPTER: Cinta dalam Ketidaksempurnaan
ChickLit[TAMAT] #1 autis per 22 Sept - 21 Okt 2019 Widuri, seorang lulusan sastra Indonesia mempunyai mimpi menjadi editor, tapi tak ada satu pun panggilan interview yang datang. Sampai akhirnya, Rhea, sahabatnya, menawarkannya untuk bekerja sebagai prompte...