Pantas saja Rumah Ananda tidak mengeluarkan Widuri dari tempat terapi itu, ternyata isi kontrak kerja yang dia tanda tangani saling mengikat satu sama lain. Sayangnya waktu itu Widuri tidak membaca dengan teliti. Dia keburu nafsu menanggalkan gelar pengangguran yang disandangnya sejak wisuda. Lamaran sebagai editor yang dia kirimkan ke penerbit tak satu pun mendatangkan pekerjaan baginya. Lagi pula, waktu itu orang tuanya juga memintanya untuk meneruskan toko ATK milik keluarganya di Mangga Dua. Daripada harus menghabiskan hidup dengan nota dan kalkulator, akhirnya dengan terpaksa Widuri menerima tawaran Rhea untuk menjadi Prompter, meskipun dia tidak tahu pekerjaan apa yang akan dilakoninya nanti. Mendapatkan pekerjaan menjadi senjata terkuat untuk menolak permintaan orang tuanya.
Dan untuk besok, Widuri masih belum tahu harus bersikap bagaimana bila bertemu Arsenio. Harus minta maaf, pura-pura baik, atau biasa saja? Entahlah. Widuri masih belum memutuskan harus bersikap bagaimana.
"Kok lo tahu banget sih tentang si Airseni?" tanya Widuri. Dia mencoba mengalihkan kegalauannya.
"Gue udah lama kenal dia. Dari sejak kuliah. Pas gue semester satu, dia semester akhir. Gue juga pernah praktek di Rumah Ananda waktu kuliah."
"Oo...," balas Widuri singkat sambil melanjutkan makannya.
"Eh, kok gue ngerasa ada yang aneh ya. Malam ini kayaknya lo lebih aktif nanyain Arsenio deh. Lo naksir dia ya? Hayo ngaku!" ledek Rhea.
"Naksir dari Hongkong. Dia bukan tipe gue. Kan lo tahu gue pinginnya dapet bule, badannya juga harus lebih tinggi dari gue. Masak gue dapet yang lebih pendek. Nggak banget deh," balas Widuri.
Dia mencoba menutupi perasaannya. Sejujurnya, Widuri merasakan sesuatu yang aneh sejak dirinya di rawat di rumah sakit tempo hari. Hampir setiap malam Arsenio menemani Widuri dan memenuhi kebutuhannya selama di rumah sakit. Baru keesokan paginya Arsenio pulang dan kembali bekerja.
Sebenarnya Widuri bertanya-tanya, kenapa Arsenio berbuat begitu. Apakah semua karyawan Rumah Ananda yang sakit diperlakukan begitu oleh Arsenio atau hanya dirinya seorang? Kalau hanya untuk dirinya, buat apa dia melakukan semua itu?
"Kalau lo naksir juga gapapa keles. Gue setuju kok. Lagian Arsenio kan orangnya baik," goda Rhea lagi.
"Ogah. Buat lo aja!" Widuri melempar batang kemangi ke wajah Rhea. Untung saja Rhea gesit sehingga bisa menghindar.
"Nggak bisa, Neng. Gue udah jadian sama Bang Theo." Rhea tersenyum malu.
Widuri kembali terbatuk. Untuk kedua kalinya daging ayam nyangkut di kerongkongannya. Widuri buru-buru minum dan mengatur napas.
"Gila lo! Lo jadian sama Abang gue?"
Rhea mengangguk.
"Kok lo nggak cerita sih? "
"Gimana gue mau cerita? hidup lo penuh drama, Neng."
"Buset dah. Dunia sempit amat ya. Kenapa mesti lo yang jadian sama Abang gue? Nggak berkembang dah keluarga gue." Widuri menepuk jidat dengan punggung tangannya. "Terus si Mas Seno gimana nasibnya? Patah hati dong dia?" lanjutnya lagi.
"Udah, lo nggak usah mikirin gue. Mending lo pikirin Arsenio yang lagi kesengsem berat sama lo tuh."
"Sembarangan lo kalau ngomong."
Rhea tertawa terpingkal-pingkal sampai mengeluarkan air mata.
Tapi, kalau dipikir-pikir omongan Rhea ada benarnya juga. Belakangan Arsenio sering muncul di sekitarnya. Dan entah kenapa, ada getaran halus yang muncul di dada Widuri setiap kali Arsenio berada di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PROMPTER: Cinta dalam Ketidaksempurnaan
ChickLit[TAMAT] #1 autis per 22 Sept - 21 Okt 2019 Widuri, seorang lulusan sastra Indonesia mempunyai mimpi menjadi editor, tapi tak ada satu pun panggilan interview yang datang. Sampai akhirnya, Rhea, sahabatnya, menawarkannya untuk bekerja sebagai prompte...