[tigabelas]

260 25 0
                                    

Jika hari sabtu biasanya hanya akan diisi oleh kegiatan bermesraan bersama kasur seperti orang gabut, maka berbeda halnya dengan sabtu ini.

Ciara sudah rapi, berkali-kali mengecek penampilannya memastikan bahwa semuanya pas dan tak berlebihan.

Iya, hari ini Ciara akan keluar. Bukan kabur dari rumah ya, tapi pergi bersama keluarganya. Dalam artian, mau jalan-jalan.

Papinya hari ini libur, tidak sibuk seperti biasanya. Begitupun sang Mami yang kebetulan sedang tak pergi ke toko bakery nya. Jadi, mereka semua free hari ini.

Dibanding pergi ke mall, mereka malah memutuskan untuk pergi piknik. Ciara tersenyum, membayangkan akan semenyenangkan apa hari ini.

Kedua orang tuanya yang biasanya sibuk bekerja kini memiliki waktu luang untuk pergi bersama, dan itu sangat.... menyenangkan.

***

Ciara menoleh saat menyadari ada seseorang yang duduk di sampingnya, ia tersenyum kala tahu Papinya lah yang menghampiri. Ciara memang lebih dekat dengan Papinya, tapi karena Papinya sibuk jadilah mereka jarang mengobrol.

"Kok disini? Bukannya bantuin Mami sama Cani kamu nih," Ciara menyengir saja mendengar omelan itu.

Gadis itu mendekat, kini jadi menempelkan kepala di dada Papinya.

"Kenapa, hm?" Papi Ciara bertanya, sembari mengusap rambut anak bungsunya itu penuh kasih sayang.

Ciara menggeleng pelan, "Nggak papa. Cuma capek aja,"

"Ara marahan sama Cani, ya?" pertanyaan itu membuat Ciara menegak, tersentak begitu saja.

Ciara tak menjawab. Ia memilih diam, membuat suasananya hening penuh kecanggungan.

"Kok diem? Bener, ya?" Papi Ciara kembali bertanya, membuat gadis itu jadi mendesah pelan.

"Nggak Pi, perasaan Papi aja kali." balasnya acuh tak mau mengungkit.

"Oh ya? Tapi kok kayaknya dari tadi di mobil diem-dieman? Biasanya kan kalian debat, rebutan sesuatu gitu. Nah tadi sama sekali nggak ada, tiba-tiba kalem gitu." Papi Ciara melontarkan dugaannya membuat anak gadisnya itu terdiam, tertegun begitu saja.

Lah emang musuhannya ketara banget, ya?

Ciara jadi meneguk ludah, tiba-tiba hilang kata untuk membela dirinya sendiri.

Papi Ciara menghela nafas berat, memutar bahu anaknya lembut membuat Ciara terlonjak kecil hampir menjerit.

Papi Ciara memandang anaknya dalam, membuat Ciara meneguk ludah merasa dihakimi.

"Lain kali kalo ada masalah sama Cani dibicarain baik-baik ya. Papi lebih suka kamu debat sama dia daripada diem-dieman gini. Mobil kita tadi berasa rumah hantu, tegang bener." Ciara meringis kecil mendengar penuturan Papinya.

Melihat anaknya tak menjawab, Chandra jadi mengulum bibir.

"Udah yuk ke tenda, nyusul Mami sama Cani. Mungkin makanannya udah siap," Ciara yang tadinya sedang melamun jadi tersadar, sedikit linglung namun bisa menguasai diri.

Gadis itu bangkit, menyusul Papinya yang sudah berdiri lebih dulu. Chandra mengacak rambut anaknya pelan, kemudian merangkul Ciara dan melangkah pergi kembali ke tenda piknik mereka.

Ciara memang tadi langsung menjauh setelah turun dari mobil, sedikit menyegarkan pikiran dan menenangkan diri. Tapi yang tak terduga, Papinya malah menyusul membuat mereka jadi membahas hal yang sebenarnya Ciara hindari.

Apa iya, dirinya...........keterlaluan?

***

"Gimana ih, Dit?" Ciara merengek, masih meminta pendapat sahabatnya itu.

"Gimana apanya?" Dita tak mengalihkan pandangan, masih menatap ponsel dengan tangan yang terus mencomot keripik kentang di dalam toples.

Ciara berdecak, mengacak rambutnya makin frustasi. Emang ya seorang Ardita Besari tuh nggak berguna. Ngakunya aja cucu dari Fiersa Besari, tapi ngasih solusi aja gak bisa. Cih!

"Ck apasih? Stress bener kayaknya," Dita jadi menoleh, mendelik kecil merasa terganggu.

"Ck elo tuh ya, gue ngundang lo kesini buat curhat. Buat dengerin semua keluh kesah gue, ngasih solusi setelahnya. Lah ini? Elo malah makan mulu sambil main hp dan nggak dengerin gue sama sekali," Ciara bersungut jengkel, tanpa sadar sudah mengomel panjang lebar.

Dita mengangkat sebelah alisnya tinggi, "Lah siapa yang nggak dengerin? Gue denger kok," ujarnya membela diri.

Ciara mendengus, memalingkan wajah tiba-tiba dongkol begini.

"Kalo menurut gue ya, bener kata bokap lo. Baikan ajalah sama Cania, gila lo jadi musuhan gini cuma karena cowok." ujar Dita sudah geleng-geleng kepala.

Ciara mendesah pelan, kini beralih memijit kepalanya yang tiba-tiba pening.

"Terus cara baikannya, gimana?" Ciara mencuatkan bibir, kini kembali merengek merasa bingung.

"Yaelah gampang, tinggal minta maaf doang abis itu kelar. Yakin deh, sebenernya dia tuh mau jelasin semuanya ke elo cuma masih bingung. Takutnya elo malah masih marah dan nggak mau dengerin, makanya dia masih diem dan belum minta maaf sampe sekarang." Dita berujar serius membuat Ciara tertegun begitu saja.

Apa iya........begitu?

***

A/n:

Gitu doang harus diajarin, dasar Ciara....

Gimana? Sampe sini mau ngehujat siapa?

Salam,
Park safia korapat mendes.

Kurir My Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang