Ciara membuka pagar rumahnya, melangkahkan kaki keluar lalu menutupnya kembali. Ia memang tak jadi pergi ke indomaret depan setelah perlakuan Gavin kemarin malam.
Setelah kejadian itu Ciara memang menegang, siapa coba yang tak menegang bila dicium tiba-tiba begitu?
Dan kejadian itu berakhir dengan Ciara yang menampar Gavin dan kembali membuka pagar dan memasuki rumah.
Ciara menghela napas berat, mengingat kembali seharian ini yang terasa berat dan sukses membuat moodnya hancur.
Pertama, Gavin terlihat menghindarinya. Dan itu tidak jadi masalah, justru Ciara malah senang. Tapi, Ciara sedikit marah karena pemuda itu tak meminta maaf padanya atas kelancangan yang telah diperbuatnya.
Dan yang kedua, Dita seperti mencuekinya. Gadis itu lebih memilih menemani Dito dibandingkan menemani Ciara yang sedang badmood.
Dan yang terakhir, Bisma terlihat sibuk dan menjauhinya. Bahkan, Bisma sampai meminta Dita untuk bertukar duduk dengannya. Dan saat Ciara tak sengaja berpapasan dengan cowok itu di depan kelas, Bisma terlihat melengos dan memalingkan wajah.
Ciara tak tau mengapa itu bisa terjadi, tapi yang jelas Ciara benci hari ini.
Ditambah lagi Cania masih ngotot menyuruhnya untuk membeli pembalut di indomaret depan.
Ciara mendesah pelan, melangkah gontai menyusuri jalanan komplek. Udara malam ini sangat dingin, seperti biasanya.
Ciara yang hanya memakai cardigan tipis hanya bisa tahan dengan sesekali menggosokan kedua telapak tangannya.
***
Ciara mendorong pintu dengan tulisan 'dorong' itu, kemudian masuk dan mulai menyusuri rak. Setelah mengambil semua yang diperlukan, Ciara berjalan menuju kasir.
Gadis itu keluar dari indomaret, langkahnya terayun pelan. Seakan menikmati semilir angin malam hari ini.
"Loh? Anak Ahs, ya?" Ciara menoleh saat mendengar teguran itu karena merasa jiwanya terpanggil.
Dirinya berbalik saat menyadari ada seorang laki-laki paruh baya datang menghampiri. Lelaki paruh baya itu tersenyum.
"Sekolah di ahs, ya?" tanyanya coba memastikan. Ciara mengerutkan kening, diam sebentar kemudian mengangguk mengiyakan.
Laki-laki itu semakin tersenyum lebar, "Kenal Bisma nggak?
Ciara tersentak, mendengar nama itu dadanya menjadi sesak. Entah mengapa.
"Tinggal di serambi residence juga, kan? Kenal Bisma nggak? Itu anak om loh," lanjutnya kemudian.
Ciara melebarkan mata, bingung harus merespon apa. Entahlah Bisma yang dimaksud disini Bisma yang seharian tadi mencuekinya atau Bisma lain. Karena jujur saja, Ciara tidak tau ada berapa Bisma di serambi residence ini.
"Eh bentar deh, kamu Ciara kan?" Ciara kembali membulatkan mata, ternganga begitu saja.
Wajar kalau lelaki paruh baya di depannya ini tau bahwa dia bersekolah di ahs karena Ciara kebetulan sedang memakai rok sekolah karena malas berganti tadi. Dan di rok itu ada lambang sekolah, membuat yang melihatnya langsung bisa mengenali. Mengingat ahs adalah sekolah elite yang terkenal.
"Om siapa, ya?" tanya Ciara hati-hati, agak takut sebenarnya.
Lelaki paruh baya itu mengulurkan tangan sambil tersenyum, "Saya Davi, ayahnya Bisma. Kamu kenal?"
Ciara menggeleng. Siapa tau bukan Bisma si kurir itu kan?
"Tapi istri saya sering nyeritain kamu," Ciara kembali mengerutkan kening mendengar penuturan itu.
"Istri om?" beo Ciara coba memastikan.
Lelaki paruh baya bernama Davi itu mengangguk, "Namanya Alda, kenal nggak? Lagi hamil sekarang."
Eh?
Ciara mengerjap pelan. Ternyata pria di depannya ini memang benar Ayahnya Bisma, ya?
"Eh malem Om, maaf saya baru tau." ujar Ciara tersenyum kemudian menyalimi tangan pria itu.
Davi tersenyum kemudian menggeleng pelan, "Nggak papa, santai aja sama Om."
"Kamu pacarnya Bisma, kan?" pertanyaan itu membuat Ciara melotot kecil.
Ciara menggeleng cepat, "Bukan Om, cuma temen." balasnya sembari meringis kecil.
Davi hanya manggut-manggut, merasa paham.
"Tapi istri saya sering banget loh ceritain kamu Ra. Katanya kamu sering banget bareng Bisma, lagi pdkt, ya?" Davi menyeringai jahil membuat pipi Ciara tanpa sadar sudah merona dibuatnya.
"Ah......enggak Om. Temen sekelas doang," ujarnya kembali mengelak.
Davi tersenyum, merasa paham bahwa gadis di depannya ini sedang malu-malu.
"Kamu lagi berantem sama dia ya, Ra?" pertanyaan itu membuat Ciara menoleh, setelah tadi sibuk memperhatikan jalanan coba tak terlihat salah tingkah.
Ciara diam, tak menjawab. Gadis itu menghela napas berat.
"Saya nggak tau Om. Dia tiba-tiba jauhin saya, padahal saya nggak ngerasa ngelakuin kesalahan apapun." Ciara berujar sendu membuat Davi melirik kecil.
Davi menghela napas berat, "Dia emang kayak gitu Ra. Suka tiba-tiba ngambek dan ngejauh gitu aja. Dia nggak bakal ngasih tau kita apa yang buat dia ngambek sampe kita minta maaf duluan. Jadi kamu harus banyak-banyak sabar kalo sama dia, dia anaknya gengsian jadi kamu ngertiin ya."
Ciara tertegun begitu saja mendengar pernyataan Davi barusan. Apa memang ia harus minta maaf duluan ya meski tak tau letak salahnya dimana?
"Kalian emang kayaknya lagi selisih paham, ya? Pantes Bisma kalo di rumah murung gitu. Padahal biasanya suka senyum-senyum sendiri di balkon, entah lagi chat sama kamu atau ngebayangin muka kamu di langit." Ciara menggigit bibir, meneguk ludah selanjutnya.
Gadis itu mengusap wajahnya kasar, Davi bukannya membantu dirinya malah membuat Ciara semakin bimbang.
"Kamu waktu itu pernah dibeliin martabak sama Bisma kan? Martabak keju spesial?" Davi bertanya memastikan sedangkan Ciara hanya diam dan mengerutkan keningnya merasa bingung.
Davi berdeham pelan, kemudian tersenyum kecil dan geleng-geleng kepala.
"Dia kan waktu itu Om hukum ya Ra buat jadi kurir di perusahaan, eh dia malah manfaatin itu buat modus ke kamu." ujar Davi sembari terkekeh.
"Hukum?" Ciara mengernyitkan dahinya dalam, masih bingung dengan semuanya. Davi mengangguk.
"Iya, jadi waktu itu Om nitip sate ke dia karena emang Alda lagi ngidam dan kebetulan Bisma lagi di luar. Dan pas pulang Bisma malah dengan entengnya bilang kalo dia lupa beli satenya, bikin Tante Alda ngerengek dan hampir nangis. Jadilah om hukum dia buat jadi kurir, niatnya sih sebulan tapi baru beberapa hari doang dia udah buat kekacauan." jeda sebentar, Bisma menarik napas lalu menghembuskannya pelan.
"Kamu tau nggak sih Ra? Saat disuruh nganterin pesenan di Jati Indah, dia malah balik ke SR buat ke rumah kamu dan nganterin martabak. Emang ya, pinter banget modusnya." ujar Davi geleng-geleng kepala.
Ciara menggigit bibir bawahnya, merasa melayang dan melambung tinggi sekarang.
Jadi martabak itu...........bukan salah kirim?
Dan lagi, semburat merah itu kembali muncul memenuhi pipinya.
***
A/n:
Panjang bangetttt:(
Susah motongnya ih
Maap:(
Salam,
Jodohnya seluruh cogan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurir My Love✔
Fiksi Remaja(COMPLETED) [ALKANA SERIES] Jika setiap orang sangat menanti datangnya kurir paket, maka berbeda halnya dengan Ciara. Ciara benci kurir, apalagi kurirnya pemuda itu. selengkapnya bisa langsung ke prolog..