[duapuluhsatu]

220 18 0
                                    

Ciara mendengus, merutuki Pak Adam yang menyuruhnya mem-fotocopy teks drama sebanyak ini. Bayangkan saja kertas drama yang berlembar-lembar itu difotocopy untuk dibagikan pada seluruh anggota ekskul drama. Ya nggak berat sih, tapi kan ribet bawanya.

Gadis itu melangkah keluar kelas, kini sendirian karena Dita sedang sibuk video call dengan Dito. Langkahnya terhenti, kemudian menggigit bibir merasa kenal dengan pemuda jangkung itu.

Dari samping seperti Bisma, dan pemuda itu.............sedang mengobrol dengan seorang gadis mungil. Bukannya berburuk sangka, tapi..........Ciara jelas kenal wajah itu meskipun hanya dari samping.

Ciara berdeham pelan, meneguk ludah coba menguasai diri. Ia kembali melangkah, mengabaikan rasa sesak di dadanya.

Tapi baru dua langkah............dia terjatuh. Semua naskah yang ada di genggamannya berhamburan, dan jelas ada bunyi nyaring yang timbul akibat bagian belakang yang menyentuh lantai.

Ciara meringis pelan, merutuki diri karena lupa menali sepatu. Ia mendongak lalu menoleh, dan mendapati gadis mungil tadi yang akan mendekat.

"Nggak usah dibantuin. Ayo," pemuda yang tadi sempat mengobrol dengan gadis mungil itu menahan tangannya, mengajak gadis mungil itu pergi dan tak menggubris Ciara.

Hati Ciara mencelos, tiba-tiba sesak begini. Kalau orang lain yang bilang begitu mungkin Ciara tak akan peduli tapi ini..........Bisma. Iya, Prince Bisma Aldavi.

Gadis itu menggigit bibir, tetap diam dan menyaksikan kepergian keduanya. Ciara tersenyum kecut, kemudian berjongkok mulai memunguti naskah dramanya yang sempat jatuh.

Ciara berdecih sinis, "Dasar cowok. Giliran nemu yang baru, yang lama dicampakkin."

Ciara kembali melangkah, coba mengabaikan sesak di dadanya. Gadis itu menghela napas berat, kemudian mengusap ujung matanya yang sedikit berair.

***

Ciara menatap nanar ninja hijau itu. Biasanya, ia yang akan duduk di boncengan itu. Tapi kali ini, ada gadis lain yang sudah menggantikannya.

Ciara menunduk, coba menahan tangis. Entah mengapa perasaannya jadi campur aduk begini, antara sesak dan kesal menjadi satu.

"Mau pulang?" Ciara mendongak, ia melebarkan mata melihat sosok di depannya.

Itu Gavin. Iya, Gavin Marlevi si aligator!

"Hm." balasnya cuek lalu melangkah pergi.

Gavin mencekal pergelangan tangan Ciara, menahan gadis itu agar tidak pergi.

"Lepas." ujar Ciara risih, Gavin menurut dan melepaskannya.

"Ra maafin gue soal malam itu. Gue khilaf," ujar Gavin lirih, sepertinya menyesal.

Ciara menghela napas berat, "Nggak ada gunanya nyesel karena semua udah terjadi. Tapi.......gue terima permintaan maaf lo."

Raut wajah Gavin yang semula keruh dan penuh penyesalan kini berubah merekah, tersenyum lebar begitu saja.

"Eits.......mau ngapain?" ujar Ciara galak tanpa sadar sudah mendelik. Gavin yang semula sudah merentangkan tangan dan siap memeluk gadis itu jadi menyengir, menurunkan tangan merasa sadar.

"Mau pulang kan? Gue anterin, ya." Ciara tampak menimang ucapan itu, kemudian mengangguk mengiyakan.

Lumayan kan uangnya tidak berkurang karena harus membayar ojek online?

Oke, rejeki tidak boleh ditolak!

***

A/n:

Aku berencana buat alkana series, tokohnya udah ada. Jalan ceritanya juga, cuma tunggu ini kelar ya.

Wassalam,

Park safia korapat mendes.

Kurir My Love✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang