Ciara berjalan tak nyaman, beberapa kali meringis kecil. Ia seperti ingin mengatakan sesuatu namun sulit, bibirnya terasa kaku dan lidahnya sangat kelu untuk digerakkan.
Di depan sana sudah ada Cania yang memimpin, lalu beberapa senti di depannya ada sang Mami yang juga sedang melihat-lihat. Mereka sekarang sedang berada di mall, tanpa Chandra karena memang pria itu harus kembali ke kantor karena ada yang harus diurus.
Kalau tidak ingat ucapan Dita kemarin, pasti Ciara sudah memilih tidur saja dibanding menemani Maminya belanja.
Ciara yang sudah tertinggal jauh jadi berlari kecil, menghampiri Cania lalu merapat ke arahnya. Cania menoleh, menatap adiknya itu bingung kemudian acuh saja coba tak peduli.
"Ehm." Ciara berdeham pelan, membuat Cania kembali menoleh dan memandangnya dengan sebelah alis terangkat.
Ciara mengangkat dagu sedikit, "Lo gak mau minta maaf sama, gue?" ujarnya dengan nada angkuh.
Cania mengernyit, memandang tingkah adiknya yang tiba-tiba aneh itu. Melihat raut kebingungan di wajah Cania, Ciara berdeham pelan. Merapihkan baju agak salah tingkah.
"A........lo kan kemaren udah buat kesalahan....... gak niat minta maaf?" tanya Ciara agak lembut, sudah menurunkan intonasi bicaranya.
Cania menghela nafas berat, "Kalopun gue minta maaf.......emang lo mau maafin?" tanyanya ragu dengan sorot mata sendu.
Ciara melebarkan mata, kemudian meneguk ludah tertegun begitu saja.
"A............ya kenapa gak dicoba dulu?" tanyanya agak salah tingkah.
"Hm?" Cania mengerutkan kening, kode untuk mengulang ucapan Ciara.
"Eum giniloh, elo kan mau minta maaf tapi ragu. Kenapa gak dicoba dulu? Siapa tau...........keraguan lo itu gak terbukti, kan?" Ciara berujar serius, malah seperti meyakinkan Cania kali ini.
Cania berhenti membuat Ciara pun refleks berhenti mengikutinya. Cania memiringkan tubuh, memandang Ciara tepat membuat adiknya itu agak salah tingkah.
"Jadi kalo gue minta maaf.................lo mau maafin gue?" tanyanya tak yakin coba memastikan.
Ciara menggigit bibir bawahnya, lalu mengangguk pelan membenarkan ucapan kakaknya.
Cania tersenyum, kemudian menarik adik perempuannya itu ke dalam dekapannya.
"Thanks ya Ra, musuhan sama lo bener-bener nyiksa." ujar Cania merasa lega.
"Eh..........lepas." ujar Ciara berusaha melepaskan diri dari pelukan kakaknya, Cania mengernyit. Bingung dengan tingkah adiknya itu.
Ciara merapihkan baju kemudian berdeham pelan. Gadis itu sedikit mengangkat dagu, kembali menunjukkan wajah angkuhnya. Ia melipat tangan di depan dada.
"Kata siapa udah dimaafin?" tanyanya sewot membuat Cania merapatkan bibir.
Ah benar juga...........Ciara kan belum bilang kalau dirinya dimaafkan.
"Lo belum minta maaf," Ciara memalingkan wajah membuat Cania yang sudah merunduk kecewa jadi mendongak, tersenyum lebar begitu saja.
"Uwu adek gue tersayang," Cania berujar gemas, menarik pipi Ciara membuat sang empunya mengaduh kesakitan.
"Lepas woi! Ini pipi ya bukan squishy!" Ciara menyetak tangan Cania, mengomel galak membuat kakak perempuannya itu terkekeh.
Ciara mengusap pipinya, merasakan nyeri karena ditarik Cania dengan tidak berperasaan.
"Yuk nyusul Mami, udah jauh tuh." Cania berkata riang, merangkul adiknya itu lalu kembali melangkah.
Cania melangkah riang, sesekali melompat kecil membuat Ciara meringis bahkan mendelik malu sendiri.
Ya kalau anak SD bahkan Ciara yang melakukan itu kan masih pantas, sedangkan Cania? Dia sudah berusia dua puluh tahunan loh, bikin semua pengunjung mall geleng-geleng kepala saja. Dasar MKKB!
***
A/n:
Dua part Bisma gak muncul, sengaja. Kan Bisma nya gua kantongin HAHAHAHA
Bay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurir My Love✔
Teen Fiction(COMPLETED) [ALKANA SERIES] Jika setiap orang sangat menanti datangnya kurir paket, maka berbeda halnya dengan Ciara. Ciara benci kurir, apalagi kurirnya pemuda itu. selengkapnya bisa langsung ke prolog..