Bab 8

12.7K 895 37
                                    

Arvin tersenyum kemudian beranjak, berjalan keluar. Tak lama, ia kembali sambil membawa stroller. Tanpa banyak bicara, Rania dengan perlahan menidurkan Gavin di stroller itu. Sebelum benar-benar melepaskan pandangan dari bayi imut itu, Rania mengusap kening Gavin yang dipenuhi butiran keringat.

Rania makan dengan tenang dan sesekali membicarakan hal remeh. Baik Arvin ataupun Rania, sadar jika mereka menarik perhatian beberapa orang. Namun, keduanya hanya bertukar pandang dan tersenyum. Hal itu berlanjut sampai makanan di piring Rania habis.

"Yuk, pulang," ajak Rania setelah meneguk habis minuman kesukaannya.

"Sebentar. Tolong jaga Gavin dulu. Aku mau ke toilet."

Rania mengangguk dan langsung memperhatikan Gavin. Anak itu benar-benar pulas, hanya mengerjap sebentar dan kembali tidur dengan tenang. Rania kemudian memperhatikan sekitar dan melihat dua pria tengah berjabat tangan. Ia jelas mengenal salah satu dari mereka. Ketika Rania hendak membuang muka, pria itu melihat Rania dan tersenyum. Menyadari dirinya telah kepergok, Rania bergerak cepat untuk mendekatkan stroller Gavin.

"Vin, aku mohon kamu bangun sekarang. Bikin aku punya alasan buat keluar," bisik Rania, lalu mengecup pipi tembam Gavin. Sayang sekali, usahanya sia-sia. "Ayo, nangis aja. Bangun, ganteng."

Pria berkemeja rapi itu berjalan ke arah Rania. Melihat senyuman pria itu saja, membuat Rania ingin segera keluar dari restoran. Namun, Arvin belum juga kembali dari toilet. Dia ngapain aja, sih, di toilet? Nggak tau apa kalau keadaan lagi genting kayak gini? Di tengah kepanikkannya itu, Rania meraih dan menggendong Gavin agar terlihat sibuk.

"Rania, apa kabar?" Pria itu sudah berada di hadapan Rania sambil tersenyum lebar. "Anak kamu?"

Menyadari lawan bicaranya tampak santai, Rania pun mencoba mengenyahkan kepanikan hatinya. Ia tersenyum dan mengusap kepala Gavin yang tak juga bangun. "Baik, kabar kamu gimana, Lingga?"

"Baik juga." Lingga yang memiliki badan tinggi tegap dan berkulit sawo matang itu, lagi-lagi mengarahkan tatapan ke arah Gavin. "Anak kamu?" ulang Lingga yang kini melongok untuk mengintip wajah Gavin.

Rania segera bergerak sedikit menjauh sambil menyentuh kening Gavin. Ia hanya tak ingin Lingga melihat wajah Gavin. "Gimana, Ngga?"

Lingga hendak berbicara, tetapi menahannya. Pria itu malah tersenyum. "Kamu masih Rania yang sama," gumam Lingga yang jelas Rania dengar. "Cuma berdua sama bayi ini? Em, nggak apa-apa kalau kamu nggak mau jawab."

"Nggak." Rania kini berani menatap tepat di kedua mata Lingga.

"Oh." Lingga tersenyum dan mengangguk-angguk tanpa berniat meninggalkan Rania.

Harapan Rania akhirnya terkabul dengan kemunculan sosok Arvin. Pria itu penasaran dengan sosok pria yang tengah membelakanginya. "Ran, maaf lama. Tadi ada yang pingsan di depan kasir." Tepat setelah Arvin selesai bicara, pria di hadapannya itu menoleh. Arvin mengangguk sekilas untuk menyapa.

"Yuk." Rania bergegas dan semakin menutupi wajah Gavin. "Lingga, aku duluan."

Arvin mengambil tas Rania yang tertinggal di kursi dan segera menyusul gadis itu sembari membawa stroller Gavin. Ia seolah meletakkan telapak tangan kirinya di pinggang Rania, tapi sebenarnya tidak menyentuh sama sekali. Ia juga membukakan pintu restoran dan kesempatan itu ia gunakan untuk mencari sosok Lingga. Ternyata pria itu juga tengah berjalan, tetapi tak melepaskan pandangan dari Rania.

Sesampainya di halaman restoran, Arvin membukakan pintu mobil untuk Rania. "Ayo masuk."

"Nyusahin banget, sih!" Rania akhirnya masuk mobil dan menatap spion tengah setelah Arvin menutup pintu. Kemudian, Arvin memasukkan stroller Gavin.

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang