Bab 26

5.9K 428 17
                                    

Arvin menatap Rania yang tengah mengemas pakaian. Situasi mereka tidak lebih baik dengan sebelum mereka sarapan tadi. Barang terakhir yang Rania masukkan adalah kado dari Sybil yang belum dibuka sama sekali.

"Mau jalan-jalan?" Arvin mencoba peruntungan. Kini ia berjongkok membantu Rania menutup koper.

"Kayaknya aku mau tidur lagi aja. Sayang udah bayar hotel bintang lima kalau nggak dinikmati."

"Gimana kalau renang? Spa? Atau fitness? Itu juga patut dinikmati."

Rania menatap Arvin sambil berpikir. Tiba-tiba wanita itu menyibakkan rambut ke belakang dan memampangkan leher jenjangnya. Tak lupa, ia juga sedikit menggeser kaus bagian pundak kirinya. Sambil mengangkat alis, Rania berkata, "Renang dan spa adalah ide yang sangat bagus, bukan?"

Tawa Arvin pecah. Ia langsung mengacungkan jempol dan semakin menghapus jarak dengan sang istri.

"Kayaknya itu belum begitu jelas, deh. Mau aku warnai lagi?"

Lirikan tajam langsung Rania lemparkan. Ia juga terang-terangan memutar bola mata yang jatuhnya malah membuat Arvin merasa lebih gemas. Pria bermata cukup sipit itu dengan segera memeluk Rania dan mencium pundak terbuka istrinya cukup lama.

"Mau tidur lagi?" tanya Arvin yang mendekatkan wajah hingga membuat hidung mereka bersentuhan.

"Ya," balas Rania yang refleks memejamkan mata karena tidak kuat menghadapi tatapan intens suaminya.

"Mau aku temenin?" Arvin memiringkan wajah, tetapi tidak memperjauh jarak mereka.

"Kamu fitness aja."

Jawaban Rania itu membuat Arvin terduduk dan tersangka utamanya langsung mundur. Kini dirinya melipat tangan di depan dada sambil memperhatikan ekspresi frustrasi yang terpampang nyata di wajah suaminya.

"Yakin ngelepasin aku?"

"Memangnya aku nyandra kamu?" Rania beranjak dan berjalan menuju ranjang, kemudian merebahkan diri sambil menarik selimut untuk menutup tubuhnya. "Buruan fitness, jangan lihatin aku aja. Malu, tau!"

Senyuman Arvin berikan dan ia pun mendekati Rania, kemudian mencium kening istrinya itu. "Aku suka kamu yang malu-malu."

"Udah, nanti malah keterusan. Buruan fitness, Mas. Jam 11 nanti rencananya aku mau ke Nikkou Ramen."

"Aku ikut. Rumah makan Jepang di sisi kanan hotel ini, kan?"

Rania tersenyum sambil mengangguk. Arvin tiba-tiba mencium kening sambil mengusap punggung Rania dan berbisik, "Tidur yang nyenyak. Sebelum jam 11 aku balik dan bangunin kamu."

Kenapa dia malah kayak suami sungguhan? Harusnya kan dia jangan bersikap manis sama aku. Gimana kalau nanti aku makin baper? Kan nggak bagus kalau ceritanya nggak sama kayak novel-novel atau drama-drama tentang kawin kontrak. Harusnya dia yang gayanya cool dan arogan gitu. Tapi dari awal kan memang dia nggak ada cool-coolnya, yang ada malah mesum. Cari kesempatan deket-deket.

***

Arvin menggandeng tangan Rania saat menyeberang. Mereka sengaja jalan kaki menuju rumah makan Jepang dekat hotel yang sangat terkenal di kalangan mahasiswa karena harganya tergolong murah dengan porsi besar.

"Udah, aku yang tulis aja pesanannya, Mas. Jangan sampai bikin pegawai di sini pusing baca tulisan kamu." Rania langsung mengambil pensil dan selembar kertas dari tangan Arvin. Ia pun langsung menulis pesanannya tanpa melihat menu.

"Aku juga bisa nulis normal, kok."

Rania hanya mengangkat bahu dan tersenyum sinis. Setelah mendorong daftar menu ke Arvin, gadis berambut panjang yang kini digerai itu bergaya seperti pelayan yang siap menulis pesanan. "Ingin pesan apa, Kakak?"

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang