Bab 18

9.3K 810 46
                                    

Terima kasih banyak untuk semua yang sudah komen, like di bab-bab sebelumnya, dan yang bikin aku bahagia... Kalian merekomendasikan cerita ini 💕. Terima kasih juga sudah memberi semangat. Untuk yang masih di bawah umur, mohon maaf sekali. Kontrak bakalan cukup vulgar. Mohon untuk tidak meniru pasangan ini.

***

Arvin menggandeng Rania memasuki rumahnya. Mata gadis itu masih terlihat sembab. Kemudian, mereka duduk di sofa ruang tamu. "Mau mandi dulu?"

"Aku nggak bawa baju ganti." Rania melihat jam tangan. "Masih lama, ya, notarisnya dateng?"

"Lumayan."

Saat melihat Indri menggendong Gavin menuju ruang tamu, Arvin langsung memberi kode agar wanita itu membawa Gavin masuk. Mereka baru saja kembali dari makam dan sejak di perjalanan, Rania menekankan pada Arvin agar tidak mendekati Gavin terlebih dahulu.

Fokus Arvin kembali pada Rania saat gadis itu menguap. "Ayo ke kamar."

Mata Rania melebar. "Ngapain ke kamar?" Nggak mungkin, kan, dia ngajak begituan sore-sore gini?

"Nganterin kamu mandi." Arvin menghela napas panjang. Jangan dikira ia tidak bisa membaca isi pikiran Rania saat ini. Semuanya tergambar jelas dari ekspresi gadis itu. "Aku masih nyimpen beberapa pakaian Almira. Kamu bisa pilih yang sekiranya pas."

"Memangnya boleh?" Ekspresi Rania tampak ragu dan ketakutan.

"Boleh. Arwahnya Almira juga nggak bakalan gangguin kamu, kalau itu yang kamu takutin." Arvin mengulurkan tangan. "Ayo."

Perlahan Rania menerima uluran tangan Arvin. Mereka berjalan bergandengan menuju kamar utama yang berada dekat dengan ruang keluarga. Rania melihat Gavin merangkak ditemani Indri. Karena menghadap arah berbeda, bayi yang mulai menginjak usia 6 bulan itu tak melihatnya. Hanya Indri yang memperhatikan pasangan itu hingga mereka masuk dan Arvin menutup pintu. Dilihat dari ekspresinya, Indri terkejut luar biasa. Ini kali pertama dirinya melihat sang majikan membawa seorang wanita ke kamar.

"Pasti Indri berpikir macam-macam," ucap Rania sesaat setelah Arvin menutup pintu.

Arvin berbalik menatap Rania cukup lama, kemudian ia berjalan mengikis jarak hingga hidung mereka bersentuhan. Tubuh Rania otomatis kaku dan terlalu sulit untuk menelan ludahnya. Lalu, tangan Arvin menghimpit tubuh Rania. Saking terkejutnya, kepala belakang Rania terantuk pintu hingga menimbulkan bunyi 'duk' yang cukup keras.

"Biarin aja." Arvin tersenyum setelah berbisik tepat di depan wajah Rania yang bersemu merah.

Kejadian itu tak bertahan lama, Arvin berjalan menuju lemari dengan santai. Ia mengambil beberapa lembar pakaian yang berada di sisi kanan teratas lemari. Ketika ia menoleh, Rania masih berdiri di tempatnya. 

"Sini. Kamu pilih sendiri. Aku mau mandi duluan."

Mau tidak mau Rania berjalan mendekati Arvin dan menerima uluran pakaian milik mendiang Almira. Ia pun segera menghadap ke arah lain dan menyibukkan diri untuk memilih pakaian mana yang akan ia kenakan saat Arvin kembali membuka lemari. Tak lama, terdengar langkah Arvin menjauh dan suara pintu tertutup.

Akhirnya Rania mampu menghela napas panjang.

"Mungkin ini hal tergila kedua yang aku lakuin sama Arvin." Rania menutup wajah. Sejak tadi ia hanya membolak-balik pakaian milik Almira karena tidak fokus. Tiba-tiba ia tertarik pada dress putih yang terlihat sederhana. Rania menyentuh dress itu. Nggak apa-apa, lah, kalau nggak ganti dalaman. Mau gimana lagi?

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang