Bab 20

10.1K 814 56
                                    

Hallo semuanya. Aku ada beberapa novel koleksi pribadi yang masih segel dan lepas segel mau aku jual. Novel karyaku sendiri juga mau aku habisin ini. Biar aku nggak nyimpen stock. Ayo diborong... Haha. Silakan cek di FB aku : Auroragong-ju atau IG : @auroragong_ju atau shopee : Rorashop

Ada info lagi tapi nanti di akhir cerita ini, ya. Selamat membaca.

***

Ayah Arvin berdeham setelah melemparkan pertanyaan. Ia merasa nada bicaranya tidak sesuai dengan yang dipersiapkan sejak tadi dan hal itu membuatnya enggan kembali melemparkan pertanyaan pada sang putra. Sepertinya semua pertanyaan juga sudah cukup terangkum dalam pertanyaan yang telah ia lontarkan.

"Ya." Arvin menjawab dengan lugas sembari menatap mata sang ayah. "Tanpa dia, aku nggak bakalan ke sini sekarang."

"Maksud kamu?"

"Dia nggak mau nikah kalau aku nggak minta restu sama Papi." Arvin semakin yakin menatap wajah ayahnya. Ia tak ingin melewatkan segala ekspresi yang ayahnya pasang. Dan kali ini, sang ayah tampak samar menggertakkan gigi. "Kedatanganku sebatas itu. Aku nggak akan minta materi apa pun sama Papi. Aku hanya minta Papi restui dan kalau Papi ada waktu, mohon untuk berkenan hadir ke pernikahan kami. Setelah itu, aku nggak akan ganggu hidup Papi lagi."

Ekspresi ayah Arvin semakin mengeras dan masih saja terdiam.

Di ruang lain, Rania telah duduk di ranjang sambil perlahan menurunkan Gavin. Namun, bayi gembil itu langsung membuka mata dan merengek. Wanita yang merupakan tuan rumah, terus saja memperhatikan gerakan Rania diiringi senyuman.

"Dia nempel banget, ya, sama kamu."

Rania segera menggendong Gavin, kemudian mendongak. Belum juga Rania sempat menjawab, mereka mendengar ketukan pintu dan masuklah seorang asisten rumah tangga yang mengantarkan botol susu.

"Terima kasih, ya, Mbak." Rania menerima uluran botol sambil tersenyum.

"Gimana, Tante?"

"Gavin. Dia nempel banget, sama kamu."

Senyuman Rania melebar. "Banget, Tant. Pertama kali ketemu juga tidak sulit dekatin Gavin. Dia bayi yang supel dan ngegemesin."

Rania memastikan suhu susu milik Gavin, kemudian memberikan susu itu pada sang bayi. Walaupun tangan Gavin sudah mampu memegang botol susu, Rania masih membantu menyangga botol itu.

"Iya, ngegemesin banget."

Rania mendongak dan tersenyum lebar. "Oh, iya. Maaf, Tante, kita belum sempat kenalan dengan baik."

"Saya Yenny, tadi belum sempat kasih tau. Pasti Arvin pernah cerita, kan?"

Ragu tiba-tiba saja menghampiri Rania. Namun, ia masih mampu menunjukkan senyuman. Bagaimana ini? Aku harus jawab apa? Masa iya, aku ngarang cerita. Nama papinya Arvin aja aku nggak tahu.

"Rania...."

"Oh! Iya, Tante?"

"Kamu pasti sudah tahu kalau hubungan kami dengan Arvin tidak dekat. Bahkan, terakhir kali kami bertemu itu beberapa bulan lalu saat pemakaman Almira. Itu pun kami tidak saling bicara." Sorot mata Yenny meredup. Ada rasa bersalah yang ia tanggung dan kini dirinya menyentuh lengan kiri Rania yang digunakan untuk memeluk Gavin. "Tolong cerita sama Tante, apa yang sudah Arvin ceritain sama kamu tentang kami? Sejujurnya, kami ingin memperbaiki keadaan."

Kontrak ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang