RANGGA
Kepalaku terasa berdenyut-denyut seakan baru saja kejatuhan buku diktat satu kardus. Aku mendesah panjang sambil memijit pelipisku yang terasa nyeri.
"Hon..." suara lembut Olin memanggil dan terdengar langkah kakinya berjalan dari kamar mandi menuju lemari baju.
"Kok nggak ada ya?" gumamnya pelan.
"Hon, kamu lihat baju ***si nggak sih?"
Aku mengerutkan keningku, tadi Olin tanya apa? Baju sexy? Buat apa?
Dengan perlahan aku duduk dan bersandar ke kepala tempat tidur sambil memijit leherku. Masih dengan mata berat yang hanya terbuka sebelah, aku melihat Olin kembali berjalan masuk ke kamar mandi lalu muncul kembali dengan berlari kecil mengambil sesuatu di laci.
"Hon..." aku mendesah. Dengan berat kuturunkan kakiku menjejakkan lantai tapi baru ujung ibu jariku menyentuh lantai tiba-tiba otakku mengingat sesuatu.
"Honey!" teriakku kesal lalu berderap menuju kamar mandi dan membuka pintunya langsung.
"Hon!" jerit Olin kaget.
"Apaan sih!" protesnya terdengar kesal dan mengabaikan kekesalanku.
"Hon—"
"Semalam udah dapat jatah. Masak iya masih kurang?" tanya Olin tanpa menoleh padaku.
"Masih. Dan akan selalu kurang!" tegasku kesal.
"Ihhhh, kamu emang gemesin Hon!" Olin menoleh padaku lalu tersenyum sambil mencubit pipiku seolah aku ini anak kecil yang sedang merajuk.
"Pantesan Kee gemesin banget! Sama kaya' Daddynya..." kata Olin lagi dan mendorong pelan tubuhku supaya aku menyingkir dari hadapannya.
Aku menarik tangan Olin. "Dokter Pedro ada di rumah ini?"
"Iya. Kok bisa tahu? Padahal kamu belum bangun dari tadi lo..." tanyanya sambil mengerutkan kening.
"Kamu ngapain pakai baju seksi kalau cuma ketemu dokter Pedro?! Kamu mau cari perhatian dan pamer?!" kataku kesal.
Aku semakin kesal saat Olin menaikkan alisnya lalu geleng kepala.
"Yang cari perhatian dan pamer itu kamu Honey..." dia mendesah dan geleng kepala.
"Tuh! Nggak malu dilihat anak-anak?" Olin mengedikkan dagunya, sedangkan matanya terarah pada bagian tubuhku yang lain.
"Eh—" aku garuk-garuk kepala, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari celana boxerku.
"Ck!" Olin berdecak lalu tangannya bergerak menyambar sesuatu dan diberikan padaku.
"Makanya jangan sembarang di lempar..." Olin mengingatkan.
"Ah, sebaiknya kamu mandi deh Hon. Malu ah ketemu sama dokter Pedro kalau kamu belum mandi. Ntar kamu diceramahin loh..." Olin geleng kepala.
"Tapi ingat!" Olin menyipitkan matanya sambil berkacak pinggang.
"Awas kalau aneh-aneh! Aku kurangin jatahnya!" ancam Olin lalu mengecup bibirku dan melenggang pergi meninggalkanku yang masih bengong.
Saat aku akan mengejar Olin kudengar ponselku berbunyi.
"Brother, di rumah lo ada siapa? Tadi mau mampir eh, ada yang datang. Nggak jadi mampir deh..."
Aku mendengus kesal. "Gue baru bangun!"
"Astaga, masih brondong abis lo. Lebih brondong dari elo. Olin ya seleranya brondong mulu. Pantesan dia nggak pernah cinta sama—"
"Kampret! Berhenti ngerusuh di rumah tangga gue!" kataku tegas dan mematikan ponselku.
Aku mengusap wajahku dengan frustasi, siapa brondong yang dimaksud manusia galon itu?
"Jangan-jangan—damn!" aku segera berlari keluar kamar.
"Honey!!" teriakku keras-keras dari kamar.
"Hon—"
Deg.
🌹🌹🌹🌹
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku Brondong 3
HumorSequel Smith Family Season 1 : Brondong (sudah terbit) Season 2 : Suamiku Brondong (tamat) Season 3 : Brondong 3 (onprogres) PERINGATAN!! Membaca ini akan membuatmu tersenyum dan tertawa terus. Jadi hati-hati! Rawan dibilang gila. Pauline Larasati S...