Sabar!

14.9K 2K 267
                                    

RANGGA

BRAKKK!!

Aku menarik napas panjang menahan kesal dan malu. Bagaimana tidak, anak-anakku yang terlalu pintar itu selalu membuat kekacauan di setiap pesta.

"Hon..." aku menoleh menatap Olin yang datang bersama Arion dan El dalam gendongannya.

"Jangan!" bantahku mengingatkan Olin.

"Sabar..." kata Olin pelan lalu menurunkan El, sementara Arion sudah masuk ke dalam taxi dimana ada Keenan dan Abby.

Aku menoleh ke belakang dan melihat Keenan menempelkan wajahnya ke kaca mobil lalu bergeser begitu Arion membuka pintu.

"Mereka udah bikin malu, hon!" kataku kesal menahan marah. Tapi apa gunanya aku marah pada mereka.

"Ini salahku karena tidak mendidik mereka dengan keras! Aku cuma bocah yang tidak seharusnya punya anak di usia ini!" kataku frustasi.

"Hon!" Olin menghardikku keras.

"Maaf. Aku—" aku menggigit bibirku, mengusap wajahku dengan kasar. "—ini diluar kendali. Aku—"

Olin menangkupkan kedua tangannya ke wajahku. Kulihat manik hitamnya yang terlihat terluka karena ucapanku barusan.

"Maaf, honey..." bisikku pelan.

"Apa kamu ingin mengakhiri semua hal yang membuatmu frustasi?" refleks tubuhku menegang mendengar ucapan Olin di setiap katanya. Aku berusaha mencerna arti ucapannya barusan—mengakhiri semua hal yang membuatmu frustasi?

"Aku rasa itu jalan terbaik buat semuanya..." suara Olin terdengar sama lelahnya denganku.

"Hon,—" aku kembali mengatupkan bibirku, tak mampu mengucapkan apa yang baru saja terlintas di kepalaku.

Aku geleng kepala saat Olin menarik tangannya dari wajahku. "Bukan itu maksudku, Hon. Aku—" aku bingung harus mengatakannya. Itu tidak mungkin dan aku tidak mau.

"Nggak!" tegasku cepat.

"Tapi kamu sudah mulai frustasi. Bahkan kamu bilang seharusnya kamu nggak punya anak di usia mu saat ini. Artinya—"

"Aku bilang NGGAK!" tegasku sambil mencengkeram tangan Olin.

"Kamu—" aku menatapnya tajam. "—dan anak-anak," aku mengedikkan kepalaku ke arah taxi yang menunggu kami.

"Aku nggak akan lepasin apa yang sudah jadi milikku!" kataku tegas yang membuat Olin melongo.

"I love you,—" aku mengecup bibirnya yang sedikit terbuka karena bengong lalu melirik anak-anak yang sudah heboh di dalam taxi dengan memukul-mukul kacanya.

"Kamu cuma milikku!" kataku sambil tersenyum dan menarik tangannya.

"Hhh, sangat menyenangkan. Jadi mana mungkin aku mengabulkan keinginanmu untuk minta cerai..." aku menoleh menatap Olin dan tersenyum lebar.

Plak!

Sebuah pukulan melayang di kepalaku.

"Honey!" hardikku kaget. Ku lihat dia melotot padaku.

"Siapa yang minta cerai?!" dengusnya kesal.

"Lah—" langkahku terhenti seketika dan dengan kesal Olin menarik tangannya.

"Kita harus benar-benar mengakhiri semua ini,—" Olin menatapku dengan menaikkan dagunya. "—Rangga," lanjutnya kesal dan penuh penekanan saat menyebutkan namaku.

"Loh, aku salah ya?" tanyaku pada angin. Aku geleng kepala dan menggigit bibirku. Aku kembali frustasi.

"Sabar, Rangga. Namanya juga hidup, cobaannya pasti banyak..."

Suamiku Brondong 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang