BAB 4 : Kemarahan Paman

3.6K 154 2
                                    

Motor gede Ferdi menepi, mereka sudah sampai di rumah besar yang hanya dihuni oleh Rere, Paman Geo, dan Bibik Mery. Rere mempersilahkan Ferdi masuk.

"Ngga papa aku masuk ?" Tanya Ferdi sekali lagi untuk mendapat persetujuan Rere. Gadis itu mengangguk sambil meletakan tas di kursi tamu. Ferdi berdecak kagum saat melihat seisi ruangan, kakinya melangkah lebih dalam untuk melihat banyak ruangan.

"Kamu tinggal sama siapa ?"

"Sama paman dan bibik." Jawab Rere sekenannya, dia tengah menyiapkan minuman. "Owhh..."

"Ohh aja? Gak ada yang lain gitu ?"

"Hahaha...maunya kamu apa ?"

"Gak ada sih. Duduk yang manis, jangan kebanyakan gerak. Ntar aku tendang kalau masih gerak."

"Iya deh my sweety." Ucapnya dengan mengedipkan mata. Rere mengedikkan bahu, menyaksikan tingkah Ferdi dengan tatapan ilfeel.

"Buatin makanan yang enak-enak. Perut aku keroncongan habis nganterin kamu."

"Emang lo kata gue pembantu apa." Sewot Rere meletakkan nampan hingga menimbulkan bunyi yang sedikit keras. Ferdi menampilkan sederetan gigi putihnya karena tertawa lepas. Wajah Rere sudah merah padam, melipat kedua tangannya di depan dada.

"Sini duduk di sampingku." Tangan Ferdi terulur, mengajak Rere untuk berada di sebelahnya.

"Kamu kalau marah tambah manis aja. Lama-lama, aku diabetes dibuatnya." Rere tersipu malu, berusaha sekuat tenaga menyembunyikan pipi yang sudah blushing oleh gombalan Ferdi. Hanya ada mereka berdua di dalam rumah sedangkan bibik pergi keluar.

Langkah Rere yang hendak menuju sofa terhenti, tangan kekar milik Ferdi menjeratnya. Menggenggam tangan Rere dengan penuh kehangatan, tatapan mereka bertemu, memancarkan binar indah di mata Ferdi.

"Sudah lama aku menyukaimu. Tapi diriku terlalu malu untuk mengungkapkannya. Aku lebih memilih menarik perhatianmu, bersikap jahat padamu. Namun diam-diam aku memandangimu dari jauh, memikirkanmu dalam gelapnya malam, memimpikanmu di penghujung tidurku. Maafkan aku yang selama ini membuatmu benci, ilfeel bahkan menjadi makanan sehari-harimu saat berhadapan denganku. Aku hanya ingin dekat denganmu, berada di sisimu dan melindungimu. Hanya itu, tidak lebih." Penuturan barusan menohok Rere yang terdiam seribu bahasa. Sangat jelas akan kata-kata tadi dan itu tidak terlihat bercanda. Rere tidak memiliki rasa pada cowok jangkung tersebut, malah sikapnya lebih dingin dan tertutup saat berada di sekitar Ferdi. Cowok yang tadinya dengan penuh kepercayaan diri menyampaikan isi hatinya beralih untuk menundukkan kepala, jantungnya berdegup kencang, telinganya sudah memerah, dan hal itu dilihat Rere dengan tampang datar.

"Aku tidak tahu apa yang ada di pikiranmu, namun caramu yang jelas-jelas memuakan sangat aku benci dan terlebih lagi kau rival-ku baik dalam belajar maupun prestasi. Aku tidak akan mungkin menaruh hatiku pada sembarang orang. Atau mungkin dia berusaha menjebakku agar dia bisa mencari tahu kelemahanku? Mungkin itu tujuan dia mengungkapkan perasaan palsunya padaku."

Cukup lama Rere terdiam, membuat keheningan di antara mereka untuk beberapa menit. Ferdi menatap dalam Rere, berharap akan ada peluang baginya untuk bisa lebih dekat dengan orang yang sudah dia cintai selama 2 tahun belakangan.

"Aku tidak bisa menjawabnya sekarang, mungkin butuh waktu. Aku harap kamu mengerti dengan maksudku."

Dari balik jendela, seorang pria dewasa tengah memerhatikan gerak-gerik mereka. Pria itu mencurigai Ferdi yang tertunduk malu, tangannya terkepal kuat, rahangnya mengeras, dan mukanya merah padam.

"Beraninya gadis itu membiarkan orang asing masuk rumah."

Ferdi mengangguk takzim, berdiri sedari melangkah untuk mengambil tas.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang