Pandangannya seolah terbius dengan bola mata membesar dan sesak akibat duri menusuk hati yang sudah lama regenerasi.uara wanita itu selembut kicauan burung yang bertengger di dahan. Memicu reaksi Geo untuk terbangun dari tidur panjangnya.
"Udah jam tujuh. Argh, pegel." Ia memijat pundak dengan gerakan memutar. Tak tahu pasti apa yang sedang dipikirkannya. Penglihatan Geo serasa kabur. Sekuat tenaga ia bangkit untuk pergi ke toilet.
"Harus ya setiap hari ganggu gue?"
🦄🦄🦄
Perbincangan sepekan lalu masih membekas di ingatan Rere. Gadis itu tak nyaman jika Geo sewaktu-waktu mengunjunginya. Masa iya suami orang mau bertandang ke rumah perempuan lain? Dikira buaya ntar.
Setiap malam ia selalu bermimpi tentang Geo. Rere tak habis pikir kenapa laki-laki itu selalu ada dalam mimpinya, bahkan ia beradegan mesra layaknya sepasang kekasih. Frustasi mulai menghantui.
"Re, ada lancar?" Suara bariton seorang pria menyadarkan Rere dari lamunan.
"Lancar? Haid?" Dengan tampang polosnya Rere membalikkan pertanyaan sambil memanyunkan bibir. Raka takjub akan ucapan Rere yang buka-bukaan.
"Ya Alllah ni anak kelewat jujur ya. Perlu gue masukin kepala lo dalam air biar seger lagi?"
"Santai dong. Nyolot banget jadi cowok. Dasar...." Tangan Raka terlebih dahulu menyentil bibir Rere. Membuat si empu terperanjat. Lantas melemparkan delikkan tajam ke Raka.
"Omongannya bisa di filter dikit ya? Gak enak kalau perempuan punya mulut se pedes cabe ijo." Raka menggenggam telapak tangan Rere, membawanya ke suatu tempat tanpa berbicara sepatah katapun.
"Eh norak banget lo. Lepas gak, ntar gue gigit." Reaksi Rere mengejutkan. Dia malah menggelengkan kepala sekuat tenaga hingga rambut itu ke sana kemari dibawa oleh empunya.
Raka menghempaskan badan gadis itu ke kursi penumpang dan ia memutari mobil. Pergerakan Raka tak luput dari pandangan Rere, seperti saat ini saat Geo memasang sabuk pengaman. Pria ini sudah tumbuh dewasa baik dari segi fisik maupun pikiran. Terlebih tubuh atletisnya membuat mata para gadis tak henti memandanginya. Sebagai pacar, Rere cemburu. Ia tak terima jika Raka memiliki fans banyak.
Tanpa disadari, Raka mendekat. Rere mulai was-was sambil memberi tatapan mengintimidasi. Mata Raka menggelap, tak berkedip sama sekali. Raut wajahnya yang datar tambah menimbulkan getaran lain di hati Rere. Tangan Raka melewati tubuh Rere, mengambil sabuk pengaman di sampingnya lalu memasangnya. Sedetik kemudian, tatapan mereka bertemu. Lantas senyum smirk menghiasi bibirnya.
"Lo gak pikir yang macam-macam kan?" Masih pada posisi yang sama, Rere terjengit. Tak menunggu waktu lama, ia mendorong Raka.
"Apaan sih kadal."
"Ganteng gini dibilang kadal. Terus lo apa? Sayur kol."
"Eh jangan sembarangan ya. Gue titisan bidadari dari kayangan." Bangga Rere dengan menaikkan dagu. Raka merasa ilfeel dan menghidupkan radio. "Titisan mimi peri."
"Heh, cepat aja jalan."
"Emang lo tau tujuannya?" Sejenak mereka terdiam. Pandangan Rere menyapu sekitaran isi dalam mobil.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior My Affection
Romantizm✓[REVISI] Aku tahu dia memesona, banyak yang menyukainya. Namun aku hanya sebagian dari orang-orang yang terlalu mengharapkan cinta dari seorang yang telah menolongku... Rere Anastasya "Aku harap semua yang terjadi di antara kita hanyalah kebetulan...