BAB 10 : Memilih Diam

1.9K 97 2
                                    

Bisakah perlakuan manismu itu kau tahan? Aku takut jika suatu saat nanti perasaan itu kian membesar hingga aku sendiri tidak sanggup untuk membendungnya.
-RA-

Rere sering kesal dengan kelakuan Geo yang semakin lama semakin memuakkan. Sudah tahu perempuan manusia paling sensitif, tapi Geo tetap bersikap cuek dan sering berbicara blak-blakan membuat kerut kening Rere bertambah 2, sebelumya ada 3, jadi sekarang ada 5 kerutan. Lupakan soal kerutan, kembali ke inti. Geo mengambil beberapa peralatan kantor serta secangkir kopi yang menjadi teman terbaiknya. Dia menutup kencang pintu ruang kantor di rumahnya, meninggalkan Rere di depan televisi sambil ngemil keripik kentang. Gadis yang memiliki body bagus ini adalah seorang penikmat kuliner. Mungkin karena faktor olahraga dan bawaan dari lahir, dia bisa mempertahankan bentuk tubuh idealnya.

"Bosan banget di rumah. Itu batu es belum juga lagi minta maaf, dingin amat serasa di kutub utara aja nih rumah. Mungkin kalau ke rumah Raka suasana jadi hangat." Suara Rere lebih nyaring dari perkiraan. Jelas saja menimbulkan suara bentakan di dalam ruangan Geo dan bulu kuduk Rere berdiri seketika.

"Mau kemana lagi hah? Tetap di rumah atau aku tidak akan segan-segan menghukum kamu." Rere mendelik, menjauh ke arah kamar tanpa menghiraukan Geo yang sudah kepalang tanggung.

"Apa sih mau anak itu? Sehari aja gak bikin masalah pasti aku akan menyayanginya." Kata Geo memijit pelipis, pikirannya kembali berputar saat dulu dimana dia menatap iba Rere yang ditinggalkan kedua orang tuanya. Terlukis jelas gambaran kesedihan pada masa itu, namun Geo meraih tangannya berusaha untuk menyalurkan energi positif.

Paman jangan tinggalkan aku. Gadis yang belum mengerti akan kerasnya hidup, gadis yang begitu kecil, gadis yang mampu merubah jalan pikirannya kini sering membangkang pada dirinya. Geo tidak tahu lagi harus berbuat apa, mungkin dia lebih memilih untuk hidup bebas tanpa dikekang oleh Geo.

"Kalau itu mau kamu, aku tidak akan melarang. Tapi jangan salahkan aku jika nanti kamu tidak tahu jalan pulang." Dengan langkah gontai, Geo memasang kembali kacamata minusnya dan membuka dokumen-dokumen yang sempat terbengkalai.

Ide jahil terlintas di benak Rere, dia sudah menyusun strategi untuk melarikan diri dari rumah. Rumahnya hanya beberapa meter jaraknya dari rumah Geo dan dia ingin tinggal di sana untuk sementara waktu, menjernihkan pikiran sambil memikirkan banyak hal. Dia memang gadis biasa yang cengeng, tapi jangan ragukan kemampuan bela dirinya, Rere mampu melompat dari satu pohon ke pohon yang lain dalam hitungan detik. Yaa, dia memang gadis tangguh. Rere sudah melancarkan aksinya dan berlari kecil ke rumah orang tuanya.

"Kotor sekali rumah ini." Hening yang tidak berkesudahan membawanya untuk larut dalam acara bersih-bersih di rumah lama. Waktu berjalan begitu cepat hingga Rere tertidur di sofa tamu.

🦄🦄🦄

Semilir angin berembus, menerbangkan rambut tergerai Rere. Gadis itu berdiri tegap di tepian pantai yang dibatasi oleh tiang besi. Ombak pantai seakan menyapanya dengan desir lembut dan desau angin yang kian berembus. Dia sedang menanti Raka yang sejak tadi ada di pikirannya, entah bagaimana cowok itu dapat menjadi pelampiasannya sejenak, meski amat berat tapi itu harus dilakukan. Mungkin saja perasaanya dapat berubah haluan dengan kehadiran Raka.

Tanpa diduga, Ferdi datang dari arah belakang yang spontan di balas tatapan tajam oleh Rere. Seakan jengah dengan kehadiran Ferdi, kelopak mata Rere menyipit sambil mendengus kesal, dalam hati dia mengumpat. Jauh dari ekspektasi.

"Ngapain lo di sini?" Tanya Rere sok jutek.

"Kok kamu gitu sih?" Dalam hal apa pun Ferdi selalu bersikap di luar batas, namun di depan Rere dia mampu bersikap manis se manis lollipop.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang