BAB 52 : Luka

292 25 2
                                    

Berulang kali Rere menahan isak tangis. Sedari tadi, ia terus menangis dan jangan tanyakan lagi sudah berapa banyak tisu yang dihabiskan. Yang jelas tong sampah itu penuh karena ulah tisu-tisu nya.

"Anda baik-baik saja?" Tanya sopir taksi tersebut dengan raut wajah iba.

"Gapapa. Jangan cemaskan saya."

Dan mobil terus melaju ke tempat tujuan.  Langit mendung seolah mengiringi kepergiannya dengan luka yang tak kunjung sembuh. Setelah satu masalah, muncul masalah lagi. Rere merasa hidupnya sungguh tidak adil. Dimana orang-orang menikmati kebahagiaan, dirinya lebih banyak merasakan sakit.

"Sudah sampai."

Rere turun dari mobil setelah memberikan uang. Gerimis turun membasahi bumi, membersihkan polutan udara yang semakin tebal akibat ulah manusia. Dengan langkah pasti, Rere menekan bel rumah.

"Ya tunggu."

5 detik kemudian muncul Salsa.

"Kenapa lo? Sakit?"

Pada detik itu juga, Rere pingsan. Wajahnya yang sejak tadi pucat menandakan ia tak baik-baik saja. Salsa panik bukan main. Segera ia membopong Rere ke kamar. Hal ini bisa berdampak buruk bagi janin yang ia kandung.

"Pasti ada kaitannya sama Geo. Dasar ya tu cowok brengsek banget. Gak puas-puas nyakitin Rere. Awas aja ntar kalau ketemu." Kata Salsa mewanti-wanti Geo. Salsa merapikan pakaian Rere serts rambutnya yang acak-acakan.

Salsa menelpon Geo. Namun sambungan terputus. Heran apa yang sebenarnya terjadi. Berulang kali Salsa menelpon Geo namun tak ada jawaban. Akhirnya Salsa menelpon Caroline.

"Bisa datang ke rumah gue gak? Rere sakit."

"Oke gue tunggu."

Salsa mematikan ponselnya dan beralih duduk di samping Rere sambil menonton televisi. Kini perhatiannya tercurah ke Rere, mengusap lembut pipi temannya.

"Re, kok lo gak bahagia sih sama Geo? Bener dia cinta sejati lo? Kalau iya kenapa sampai sekarang tetap aja sedih? Gue mau yang terbaik buat lo."

Air mata lolos membasahi pipi Salsa.

"Lo masih ingat? Waktu kita kecil dulu. Saat itu kita masih polos, mau aja disuruh sama kakak kelas untuk minta no hp cowok yang mereka suka. Gue inget banget, lo itu primadonanya sekolah. Udah cantik, pinter, berprestasi. Aduh banyak cowok yang ngejar lo, tapi dengan bodohnya lo masih suka sama pria tua itu. Pria munafik itu. Dasar bodoh!"

Salsa mengelus kepala Rere. Pertemanan mereka sudah terjalin sejak SMP dan masih berlanjut sampai sekarang. Salsa kembali menatap sendu sahabatnya. "Lo berhak bahagia. Mungkin kebahagiaan lo ada sama Raka, bukan Geo."

Bel berbunyi. Salsa membukakan pintu dan Caroline masuk dengan langkah tergesa-gesa.

"Kabar buruk." Itu kata pertama kali yang dilontarkan Caroline. Sontak membuat Salsa ikut panik. Mereka duduk di sofa ruang tamu.

"Jadi gini. Gue mau jujur ke lo sama Rere. Tapi situasi tambah pelik. Dulu, masa lalu Rere yang kelam." Ucap Caroline terbata-bata. Dengan tak sabaran Salsa menunggu ceritanya.

"Pria bejat yang menyakiti Rere dulu itu Geo. Dia pria yang selama ini kita cari. Sulit untuknya mengungkapkan semua ini. Dan dia curhat ke gue, gak sengaja sih waktu itu." Jeda Caroline mengambil napas karena sangking sesak. Seperti habis berlari.

"Dan lo tau? Kabar buruknya Geo sekarang di rumah sakit. Dia habis kecelakaan." Ucap Caroline menutup mata.

"Baguslah. Aku harap dia tidak mengganggu Rere lagi."

"Jangan begitu. Mereka hanya butuh berkomunikasi secara langsung untuk menuntaskan masalah ini."

Salsa menatap sengit Caroline. Mengangkat tubuh sambil melipat kedua tangan di depan dada. "Lo mau lihat kondisi Rere sekarang? Dia begitu terpukul. Apalagi dia mengandung anak dari Geo. Ya pria tak tahu malu itu!" Emosi Salsa semakin memuncak. Dia menarik pergelangan tangan Caroline.

"Di sana dia terbaring lemah. Sudah cukup pria itu merusak segalanya. Atau jika kau menyukai Geo silahkan ambil dia." Salsa menaikan bahu, seolah memberi tanda 'terserah'.

Caroline mendekat, menatap iba Rere. Tanpa diduga air mata Rere turun.

"Rere?"

"Kenapa kalian tidak memberitahuku? Aku sudah salah paham. Kenapa Geo tidak terus terang saja. Sakit rasanya menerima kenyataan ini. Dia pria yang membuatku trauma." Lirih Rere dengan suara sendu. Gadis itu tak sekuat yang dibayangkan. Dia masih tetap perempuan yang memiliki sisi sensitif.

"Maaf aku tidak langsung memberitahumu." Kata Caroline duduk di samping Rere. Berkumpul lah ketiga sahabat itu dalam satu ruangan. Kebersamaan yang sekarang jarang terjadi akibat kesibukan masing-masing.

"Tidak ada lagi kan rahasia di antara kita?" Sontak Caroline memandang iba Rere. Dia merasa bersalah.

"Jangan menatapku dengan pandangan seperti itu. Aku jadi tersinggung." Tawa Rere memecah keheningan. Salsa ikut menimpali tawa Rere. "Hahaha. Kami tahu lo perempuan kuat."

Mereka saling melempar tawa. Namun Rere kembali memasang raut wajah sedih. "Boleh gue lihat Geo?" Tanya Rere takut. Mereka berdua melempar tatapan untuk memberi kejelasan.

"Sejauh apapun gue menghindar. Tetap saja gue gak bisa melupakan dia. Sejahat apapun dia ke gue. Tetap saja dia yang gue suka. Bukan orang lain. Karena kalau udah mentok sama satu orang, sulit buat tukar ke yang lain."

"Idih lo pikir Geo barang." Ceplos Salsa kembali memunculkan tawa. Namun Rere kembali serius.

"Boleh ya?"

"Tunggu sampai dia siuman, Re. Soalnya sekarang dia lagi sama ibunya. Kami tahu hubungan lo gak baik sama ibunya. Gue akan beri pengertian ke Ibu Geo. Jadi jangan khawatir lagi, oke?" Terang Caroline memberikan jempol. Salsa menganggukkan kepala tanda ia setuju.

"Sekarang lo istirahat aja. Jangan pikirkan yang lain. Fokus sama kesehatan anak lo. Sebentar lagi juga mau tamat. Persiapkan segalanya, kami akan bantu sebisa mungkin." Rere menutup matanya sambil tersenyum. Ada beberapa orang yang masih menyayanginya setulus hati sampai ia mentikkan air mata.

"Yah jangan nangis lagi dong. Ntar cantiknya berkurang. Ayok latihan senyum sambil tidur."

Salsa dan Caroline mendekap tubuh Rere dalam selimut. Mereka berpelukan layaknya teletubbies. Persahabatan akan terjalin jika semuanya saling menghargai dan jujur dalam suatu hubungan. Yang terpenting, berani menerima semua kekurangan dan kelebihan sahabat bukan membuat mereka beradaptasi dengan kepribadianmu karena setiap manusia memiliki sifat yang berbeda-beda.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang