"Pulang."
Satu kata itu mampu merobohkan pertahanan Rere, gadis itu melongo tatkala Geo berdiri dengan gagah berani.
"Kau tak berhak mengatur-ngatur hidupnya." Tukas Raka sembari melepas genggaman tangan Rere pada Geo. Kedua pria itu saling menatap nyalang, memberikan aura kelam dengan Raka mengepalkan tangan dan Geo menyilang kedua tangan di depan dada. Sementara itu, orang-orang yang tadinya makan dengan nikmat menonton aksi kedua pria dewasa tersebut.
"Malu diliatin orang. Duh...duduk dulu." Perintah Rere pelan karena tak ingin ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Geo mendelik tajam, ia memasukkan tangan ke saku celana.
"Aku pamannya. Kau lupa?" Dengus Geo mengedarkan pandangan ke sekeliling. Menyadari jadi pusat perhatian, Geo segera menarik tangan Rere.
"Bertindaklah sewajarnya sebagai paman ke keponakan."
Geo hendak berbalik namun Rere mencegah, ia menggelengkan kepala sambil menatap sendu pria tersebut. Lagi-lagi Geo harus menahan amarah, menghela napas panjang kemudian mengepalkan tangan.
"Rere !" Teriakan itu mencekal Rere untuk melangkah lebih jauh. Ia membalik badan dan melambaikan tangan tanda perpisahan. Geo mengernyitkan dahi, menatap heran Rere dan pada detik itu juga ia menarik paksa Rere.
"Apa sih narik-narik terus." Geram Rere tertahan. Pria itu mengacuhkannya, ia membuka pintu mobil.
"Diam atau kau ku seret ke sungai." Celetuk Geo ngasal langsung ditanggapi gelak tawa Rere. Senyum Geo merekah kembali ketika mendengar tawa renyah itu. Dia bisa mendengarkan detak jantung yang berirama seakan ada konser di sana.
"Kau turun lewat jendela demi menemui bocah ingusan itu? Shit!"
"Sekedar bersenang-senang, paman."
"Meninggalkan aku sendiri di apartemen hmm?" Tangan kekar itu memegang stir dengan tenang. Geo sadar jika gadis itu mencari kesibukan selain main hp. Dia mengetuk-ngetuk kaca mobil, beralih membuka dashboard dan akhirnya memainkan rambut sendiri. Kegiatan itu sontak memanjakan mata Geo karena telah menghibur.
"Apa lihat-lihat?" Sebenarnya Rere sudah menelik Geo dari tadi karena ia sadar ekor mata lelaki itu tak henti mengikuti pergerakannya.
"Kita sudah sampai."
Gadis itu tahu Geo menghindar. Ia mengerucutkan bibir lalu menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga. Tanpa memedulikan Geo, ia masuk terlebih dahulu.
Tiba-tiba, ponsel Geo bergetar. Pria itu mengangkat malas.
"Apa?"
"Sopan dikit sama orang tua."
Ia menghela napas berat menyisir rambut dengan jemari sambil menyenderkan punggung ke dinding.
"Ada apa, Bu?"
"Callista ada di bandara***"
"Apa?" Seluruh tulang belulang terasa lepas, kini gadis menyusahkan itu kembali hadir. Ralat Geo tak tahu apakah dia masih gadis atau tidak karena dari sikapnya sudah seperti jalang.
"Santai dikit. Dia akan jadi istrimu."
Istri? Cihh...menghabiskan waktu 1 menit bersamanya saja aku sudah muak, apalagi seumur hidup. Jangan mimpi
"Kau masih di sana kan, Nak?"
"Aku udah pergi ke dunia lain, Bu."
Wanita seapruh baya di seberang sana tergelak, Geo tahu pasti sekarang ibunya tertawa dengan badan yang bergetar akibat terlalu keras tertawa. Tubuh gempal ibu selalu mendatangkan kelemahan karena pada saat tertawa ia harus merasakan tubuh yang berguncang 3 kali lebih cepat.
"Jangan lupa jemput dia. Kalau tidak."
"Apa?"
"Kau akan ku daftar hitamkan dari keluarga Martin."
"Perasaan aku tak pernah dianggap dalam keluarga tersebut. Bahkan dengan teganya kau menikah lagi dan meninggalkan ayah saat kondisi sekarat. Sekarang kau datang tiba-tiba dan langsung menjodohkan ku. Padahal dulu kau bersikap acuh padaku." Pada detik itu juga, Geo mematikan telepon.
Geo masuk apartemen dengan langkah tak enak hati. Dia kalut dan tak ingin Callista menghancurkan hubungan dia sama Rere.
"Darimana saja paman? Aku udah lama nunggu. Tapi batang hidung mu tak kunjung terlihat. Dan jangan lupakan diriku yang seperti orang gila karena sepanjang jalan terus mengoceh tanpa ada seorang pun di belakangku." Bibir Rere mengerucut, ia mendumel sepanjang itu dan menekan-nekan tombol remote tanpa tahu tujuan yang akan dilihat.
"Ahh...maaf tadi ada telfon dari klien."
"Owh." Hanya satu kata singkat saja? Dan Rere berbalik arah hendak ke dapur. Dia mengenakan celemek. Lalu membuka lemari dapur satu persatu. Karena ada bagian tinggi, dia sampai berjinjit. Tangannya tak cukup panjang untuk mengambil mentega di atas sana.
"Kalau pendek sadar diri. Gak usah dipaksain untuk ngambil barang yang ada di ketinggian." Deru napas Geo menerpa puncak kepala Rere kemudian beralih ke leher Rere. Tentu saja hal itu dapat ia rasakan karena tadi rambutnya dikepang kuda.
"Sadis bener omongannya, Pak." Ucap Rere se normal mungkin agar tidak kelihatan canggung, bagaimana tidak kini Geo memerangkap tubuhnya dengan kedua tangan berada di sisi tubuh Rere.
"Bentar paman, ada yang aneh." Gadis itu berjinjit, mengambil sesuatu dari balik rambut Geo. Jempol dan jari telunjuk Rere saling berhimpit membentuk love yang sering disebut-sebut "sarangheo".
"Pinter ya sekarang." Godaan itu telak memunculkan semburat merah di pipinya.
"Mudah banget merahnya. Gak kebayang kalau kamu jadi istriku nanti. Setiap pagi disambut oleh pipi merah mu, menggoda mu sepanjang hari sampai muka itu kayak kepiting rebus."
Rere semakin menunduk. Di satu sisi dia senang, namun di satu sisi dia kesal karena Geo seolah menyudutkannya.
"Pergi sana!" Bentak Rere sedari mendorong kuat badan tegap Geo. Laki-laki itu tertawa cekikikan dan mengedipkan mata.
"Apa sih, gatel."
"Owh kamu gatel ya? Sini paman garuk." Sebelum sempat Rere menolak, Geo sudah melakukan aksinya. Menggelitik Rere di bagian tubuh sensitifnya yaitu pinggang dan leher. Rere tak henti tertawa, menggeliat ke sana ke mari sampai mereka terjatuh ke sofa dengan posisi Geo yang di atas Rere.
"Udah ah paman, geli. Hahahaha..." Kini air mata Rere menetes disertai wajah yang memerah dan berpeluh keringat.
"Gimana?" Geo mulai memperlambat ritme, dia menatap iba Rere yang sudah tak berdaya. Dengan gerakan perlahan, ia menjauh dari Rere. "Maaf."
Kelopak mata Rere terbuka, tatapan mata lembut nan berbinar laksana matahari yang memberikan kehangatan.
"Gimana apanya? Maaf apa?" Kata Rere dengan napas tersengal-sengal.
"Bicara yang jelas dong, my sweet girl."
Rere mendengus sebal tanpa menoleh ke Geo. Pria itu tersenyum jahil, ia mengerling mata. Mereka tetap pada posisi tadi tanpa ada yang keluar dari jarak terdekat. Tiba-tiba saja pintu terbuka.
"My lovely prince, aku datang," Wanita itu berdiri di ambang pintu seraya membelalakkan mata seakan-akan bola mata itu keluar dari sarangnya. Geo tahu benar suara itu, dia tak menghiraukannya dan langsung menyambar bibir Rere kasar. Geo memperdalam ciumannya sehingga Rere terkejut dan berusaha melepaskan diri. Dia memukul-mukul dada Geo sangat pelan karena kewalahan.
"Dasar jalang!" Callista menarik Rere lalu menamparnya. Air mata Rere berlinang. Dia tidak tahu sedang berhadapan dengan spesies macam apa. Kini berlanjut Callista menarik rambut Rere sampai ia tersungkur. Geo tak terima, ia mendorong kasar Callista sampai terkena meja tamu.
"Jangan paman." Geo mendelik. "Panggil namaku di dekat dia." Perintah Geo tapi Rere heran dengan pandangan mata 'kenapa?'
"Nanti akan ku jelaskan." Callista tersungkur tak berdaya. Ia pingsan akibat terbentur keras. Dengan terpaksa Geo menggendong tubuh ramping wanita itu untuk di bawa ke rumah sakit terdekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Savior My Affection
Romance✓[REVISI] Aku tahu dia memesona, banyak yang menyukainya. Namun aku hanya sebagian dari orang-orang yang terlalu mengharapkan cinta dari seorang yang telah menolongku... Rere Anastasya "Aku harap semua yang terjadi di antara kita hanyalah kebetulan...