BAB 46 : Terjawab Sudah

488 45 14
                                    


Jangan jadi silent reader oke🙂

"Luapkan semua emosimu padaku. Aku tidak akan meninggalkanmu dan jangan pernah berpikir untuk kabur karena kamu milikku. Aku menginginkanmu."
-Geovanny Martin-

"Gue tahu ini yang terbaik buat lo."

Salsa mendekap tubuh Rere dikeheningan pagi buta. Sekitar pukul 3 dini hari mereka berkemas. Semua barang yang menyangkut Geo dibuang, begitupun kenangannya. Mata Rere melunak ketika memandangi kondisi bandara. Rasanya begitu sulit untuk melupakan. Dia bukan penderita alzheimer yang dengan mudah melupakan.

"Hati-hati di perjalanan." Salsa memberikan barang Rere yang sebelumnya ia bawa. Kini keduanya saling melepas kebersamaan. "Lo harus bahagia demi kebaikan diri sendiri dan anak yang lo kandung." 

Rere membalikkan badan, lantas mengangguk mantap. Senyum mereka terkembang layaknya bunga yang sedang bermekaran di musin semi. Kakinya melangkah berat meninggalkan bandara. Untuk menghilangkan kebosanan, Rere memasang headset.

"Kok rasanya ada yang mengganjal di telinga gue sih?" Ia meraba-raba telinga dan mengambil benda tersebut. Rere mengernyitkan kening. Mengingat sesuatu, kemudian ia tertekun. Itu adalah alat GPS kecil yang diletakkan di telinganya. Seakan tidak percaya, ia kembali menelik. Tetap saja hasilnya sama setelah mencari di ponsel.

"Siapa orang yang berani meletakkan benda ini? argh...." Luapan emosi semakin membuncah tatkala melihat pramugari sudah menyuruhnya masuk. Tidak butuh waktu lama untuk Rere menghancurkan alat tersebut. Rasa cemas ikut menghantui kepergiannya. Tanpa pikir panjang dia menggaet koper dan tas memasuki pesawat.

"Rere!" pekik salah seorang yang tak dia kenal. Kakinya terus berlari sampai ke dalam. Keringat dingin bercucuran membasahi tubuh. Pikirannya kalut dan hatinya pun gelisah. Semua rasa bercampur satu seolah dihadapkan pada kematian.  Kini ia sudah duduk, Rere merapatkan jaket sambil menggigil. Tangannya beralih bersandar pada daun kursi. Perlahan ia menenangkan pikiran dengan menyandarkan kepala ke sandaran kursi.

Sebuah tangan menarik Rere. Gadis itu terhuyung dan jatuh ke pelukan seorang pria. "Kamu gak bisa pergi."  Mata Rere membulat, dia tahu persis suara itu. Suara baritonnya terkesan mengintimidasi Rere. Lantas aksi mereka jadi tontonan gratis para penumpang.

"Kamu harus tanggung jawab." Lirih Geo semakin mempererat pelukan. Pria itu mampu mengalirkan kehangatan, tanpa perlu diminta. Seakan tersadar, Rere melepaskan pelukan Geo.

"Apa salahku sehingga harus bertanggung jawab padamu, Paman?" Rere memperjauh jarak mereka. Dia semakin mundur takut untuk mendekati pria tersebut. Kesedihan dan ketakutan tergambar jelas di wajahnya.

"Salahmu telah mengombang-ambing perasaanku." Geo kembali maju, mempertipis jarak di antara mereka. Mata cokelat Geo menusuk pergerakan Rere. Ia terus mundur sampai menubruk kursi.

"Bukannya aku yang harusnya berkata seperti itu? Kau selalu menarik ulur perasaanku. Kau yang terus memberikan harapan dan pergi begitu saja. Tidakkah kau melihat perjuanganku selama ini? Bagaimana aku mencintaimu?" Bantah Rere tak terelakkan. Dia membalas tatapan tajam Geo, menyalurkan kebencian yang semakin meluap. Senyum smirk ditunjukkan Geo. "Maaf selama ini aku tidak menyadari perasaan ini. Sekarang ikutlah bersamaku." Lerai Geo menggenggam telapak tangan Rere. Mencium mesra telapak tangan Rere. Rere merasa geli karena kumis tipis yang tumbuh di atas bibir Geo. Kemudian Geo meremas pelan jemari lentiknya.

"Aku tidak mau."

"Kenapa?"

"Cowok cuman manis di mulutnya, tapi enggan mengambil tindakan." Jujur Rere memalingkan wajah. Geo menghembuskan napas, dia sadar kini mereka jadi tontonan gratis. Geo mendekati Rere, membisikkan sesuatu. "Lihat sekitar." Seperti tersengat listrik, tubuh Rere menegang. Menampilkan tampang datar.

My Savior My AffectionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang